28 C
Semarang
Tuesday, 24 June 2025

Sulap Kain Perca Jadi Suvenir dan Bedcover, dapat Pesanan dari Jerman dan Belanda

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Kain perca kerap hanya dibuang begitu saja. Namun di tangan Lyna Windiarti, kain sisa jahitan itu disulap menjadi hiasan rumah, suvenir, dan bedcover. Mulai dari mahasiswa, pejabat, hingga crazy rich pernah memborong produknya. Bahkan sekarang Lyna mendapat pesanan dari Belanda dan Jerman.

Setelah belasan tahun bergelut di dunia fashion, tumpukan sisa kain jahitannya membuatnya merenung. Ia merasa perlu bertanggung jawab mengelola limbah tersebut. Hasil olahan limbah fashion kain percanya diminati di Banjarmasin.“Lewat teman event organizer di sana, saya langsung dapat borongan pesanan suvenir ulang tahun di Banjarmasin sampai 2.000 pcs,” ujar Lyna kepada RADARSEMARANG.COM.

Pertama menggeluti kerajinan perca, ia berkesempatan memamerkan karyanya di ekspo Kalimantan Selatan. Produk kerajinan yang diberi nama Double Eight Craft itu justru booming di luar Jawa terlebih dahulu. Saat koran ini tiba di rumah produksi, ia menyiapkan 100 pcs sampel produk yang akan dikirim ke Belanda.

Paling banyak, ia menggarap kerajinan perca dengan metode quilting, baik tangan maupun mesin. Paling sulit saat memproduksi bedcover quilting. Bila menggunakan mesin, ia dapat menyelesaikan dalam tiga hari. Sedangkan bila digarap dengan jahit tangan minimal 2-4 minggu.

Range harga paling murah semacam sarung bantal Rp 75.000, tapi kalau bedcover bisa sampai Rp 3,5 juta, tergantung ukuran dan tingkat kesulitan,” jelas Lyna sembari menunjukkan koleksi bedcover-nya.

Jiwa kreatifnya tersebut berhasil membuat Lyna terpilih dalam berbagai even pameran. Ia juga tergabung dalam kelompok UMKM tingkat kota hingga provinsi. Pada 2020, ia lolos UKM Indonesia dan masuk 100 besar. Kemudian pada 2021 lolos seleksi Apresiasi Kreasi Indonesia (AKI), program bergengsi yang diadakan Kemeparekraf untuk pelaku UMKM. Saat pameran digelar di Semarang, wall hanging-nya berhasil menarik perhatian Nur Asiah Uno, istri Sandiaga Uno. Desainer Dian Urip juga pernah membeli bedcover-nya.

Sembari menyimak perjalanan usaha Lyna, koran ini menyaksikan proses produksi. Mula-mula kain perca yang akan digunakan dicuci bersih. Lalu dipotong berukuran 5-10 cm menyesuaikan pola dan konsep.

“Yang lama itu proses membuat konsep desainnya. Kain percanya mau dibuat seperti apa supaya jadi cantik, pas udah dapat inspirasi langsung eksekusinya cepat,” ungkap warga Jalan Sonokeling II, Plamongan Indah, Semarang ini.

Dalam mendesain, ia sekaligus memikirkan perpaduan warna kain perca yang akan digunakan dalam sebuah produk. Biasanya ia merangkai gradasi perca dari warna tua ke lebih muda dan sebaliknya. Lalu ia menjahit potongan perca disusun rapi menjadi selembar kain.

Selanjutnya selembar kain berisi rangkaian perca itu dijahit bersamaan  selembar kain motif bukan dari perca. Di tengahnya diisi lembaran dakron tipis untuk memberi kesan timbul setelah proses quilting selesai. Biasanya jahitan quilting berpola ornamen dan sejenisnya. Produk pun siap dijual. “Selain memanfaatkan sisa jahitan sendiri, saya juga beli perca dari konveksi biar bisa mengangkat nilai limbah fashion jadi produk bernilai,” katanya.

Bagi Lyna, UMKM kerajinan perca ini bukan sekadar bisnis. Namun hobi penghilang penat yang sangat disenangi. Agar tidak jenuh menggarap pesanan jahit pakaian saja, ia menyelingi dengan quilting kain perca. Bila bosan dengan quilting, ia masih memiliki kerajinan macrame yang ditekuni.

Di samping itu, ia juga mempekerjakan empat karyawan di rumah produksi. Awalnya, mereka mengaku kesulitan mengerjakan quilting perca. Namun setelah diajari Lyna, mereka ikut menikmati proses produksi. “Kami juga sering menerima anak magang SMK, maupun penelitian dari kampus,” ujar Lyna.

Tak hanya kreativitas, menurutnya, keaktifan dalam even dan membangun jejaring menjadi hal penting dalam merintis usaha. Sampai sekarang, ia aktif membangun relasi dari banyak pihak. Khususnya dosen perguruan tinggi. Dari situlah, produknya memiliki peluang pembeli hingga mancanegara. “Dosen UKSW Salatiga yang menyalurkan produk saya sampai ke Belanda. Dosen Unnnes juga membantu mendapatkan konsumen dari Jerman,” ungkapnya. (taf/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya