RADARSEMARANG.COM – Achmad Badri adalah pemilik Toko Optik Ina Swiss Semarang. Sudah kurang lebih 10 tahun, ia menjadi pelanggan setia koran RADARSEMARANG.COM.
Siang itu, Achmad Badri baru saja membuka toko kacamata miliknya di Jalan MT Haryono 93A, Purwodinatan, Kota Semarang. Setelah bersih-bersih dan menata tokonya, ia menyempatkan membaca koran RADARSEMARANG.COM edisi terbaru sembari berjaga jika ada pelanggan yang datang. Hal ini memang sudah menjadi rutinitas baginya untuk membaca koran setiap pagi
Terlihat tumpukan koran RADARSEMARANG.COM di sudut etalase toko kacamata Ina Swiss. Bapak tiga anak ini biasa menyediakan waktu sekitar 30 menit hingga satu jam untuk membaca koran. Ia selalu menenteng koran saat hendak ke kamar mandi.
“Biasanya kalo pas BAB ke kamar mandi selalu bawa koran. Di dalam sambil baca. Kalau di kamar mandi belum selesai baca, saya lanjut sebentar duduk di ruang tamu, sebelum akhirnya berangkat ke toko,” katanya. Tidak lupa, koran RADARSEMARANG.COM dibawa ke toko. Sebab, pengasong mengirim koran kesayangannya itu di rumah.
Kepada koran ini, Badri mengaku sudah berlangganan koran Jawa Pos Radar Semarang kurang lebih 10 tahun, ia memutuskan untuk berlangganan karena merasa lelah untuk membeli koran eceran. Saat itu, biaya berlangganan koran Jawa Pos Radar Semarang sebesar Rp 60.000.
Saat disinggung mengapa memilih RADARSEMARANG.COM, Badri mengatakan, isu yang diberitakan lebih menarik ketimbang koran lokal yang ada. Tata bahasa yang digunakan Jawa Pos lebih mudah dimengerti. Selain itu, penyampaian informasi yang lugas membuat Badri tidak perlu membaca dua kali untuk dapat memahami isi berita yang disajikan.
“Jawa Pos Radar Semarang itu penyampaiannya vulgar dan apa adanya. Itu yang membuat menarik. Kalau yang lain itu bagi saya analisisnya terlalu rumit,” ujar pria asal Semarang ini
Perbedaan yang ia rasakan selama menjadi pembaca setia koran RADARSEMARANG.COM adalah sajian berita yang semakin variatif. Tidak berfokus pada isu perkotaan saja, tetapi juga merambah ke bagian pelosok Kota Semarang dan sekitarnya. Hal itu dirasa Badri mendekatkan koran kepada pembacanya.
Selain berlangganan RADARSEMARANG.COM, ia sempat berlangganan koran lain. Tetapi tak bertahan lama, hanya satu sampai lima tahun saja, lantaran biaya berlangganan yang semakin membengkak, tapi pendapatan dari tokonya mengalami penurunan. Pada akhirnya membuat Badri berhenti berlangganan koran lain.
“Dulu saya langganan tiga koran, Mas. Tapi lama lama nggak kebaca. Selain itu, biaya langganan kan nggak murah ya, Mas. Akhirnya ya sudah berlangganan satu saja,” katanya.
Diakuinya, lebih memilih membaca koran fisik daripada media online, karena ia menganggap dirinya gagap teknologi (gaptek). Selain itu, ia juga mudah merasa lelah jika terus menatap layar handphone dalam durasi waktu yang lama.
Saat ditanya mengenai rubrik yang paling diminati, Badri mengatakan, rubrik desain interior rumah menjadi pilihan utama. Sebab, ia dahulu ingin masuk teknik industri, namun tak tercapai. Sehingga dengan melihat berita desain interior yang disajikan membuatnya kagum dan tertarik untuk terus berlangganan.
Pria yang kini berusia 63 tahun ini menilai, media saat ini sudah tidak independen lagi. Berita yang disajikan terkadang tidak sesuai dengan kejadian aslinya. Sudah banyak ditunggangi oleh kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Hal ini membuat media tidak netral.
“Kalau melihat media zaman sekarang itu miris. Tidak ada yang independen lagi. Terkadang beritanya itu kebalikan dari aslinya. Ada saja kepentingan golongan tertentu yang masuk mempengaruhi. Sehingga berita yang disajikan juga tidak berimbang. Ini terjadi tidak cuma di koran saja, tapi televisi bahkan media online juga sudah terdampak,” katanya. (cr6/aro)