RADARSEMARANG.COM – Masyarakat Borobudur, Kabupaten Magelang, tampaknya semakin memiliki kesadaran akan pariwisata. Lebih-lebih setelah Kawasan Candi Borobudur ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Sekelompok orang bahkan mau meluangkan waktu untuk mengawal pembangunan.
Merespons pembangunan KSPN Borobudur, sekelompok masyarakat bersatu atas nama Masyarakat Saujana Borobudur. Kelompok yang terdiri atas pelaku wisata, pelaku UMKM, seniman, budayawan, akademisi dan sebagainya, ini berdiri resmi pada Maret 2021.
Kepada wartawan koran ini, Ketua Masyarakat Saujana Borobudur Rohmat Hidayat bercerita. Terbentuknya Masyarakat Saujana Borobudur bermula dari diskusi tentang Borobudur yang sering mereka lakukan. Oleh karena dirasa penting dan bisa menjadi masukan pemerintah terkait proyek KSPN, obrolan yang semula informal lantas diformalkan.
“Jadi, apa-apa yang kami diskusikan bisa menjadi masukan untuk perbaikan di Borobudur,” ujar Rohmat kepada RADARSEMARANG.COM, Minggu (20/3) siang.
Hal-hal yang disuarakan di antaranya terkait lingkungan. Tentang konservasi air, irigasi untuk sawah, dan sampah. Salah satu yang teranyar, terkait banjir di jalan sekitar Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB).
“Setelah pembangunan KSPN. Setelah dibangun saluran air di kanan kiri jalan, banjir malah melebar kemana-mana,” terang Rohmat.
“Tadi malam didiskusikan. Hari ini dieksekusi TWCB bersama masyarakat,” ujar Rohmat Minggu siang itu.
Ihwal nama, Bendrat Agus yang berperan sebagai sekretaris mengatakan, Saujana dipilih dengan harapan agar sekumpulan orang ini bisa memandang jauh Borobudur. “Saujana kan sejauh-jauhnya kita memandang,” ujar Bendrat. “Filosofi dan sejarah Borobudur menjadi pijakan Masyarakat Saujana Borobudur,” imbuhnya.
Untuk menyuarakan aspirasi, Masyarakat Saujana Borobudur membuat grup WhatsApp. Para pejabat dinas atau instansi terkait turut menjadi anggota. Sehingga setiap persoalan maupun masukan bisa segera sampai kepada yang besangkutan. “Izin memasukkan Pak Ganjar (Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Red), tapi belum bisa,” beber Bendrat.
Bendrat berharap informasi pembangunan yang ada di Borobudur benar-benar sampai ke masyarakat. Menurutnya, masyarakat Borobudur tidak sepatutnya ditinggal. Pihaknya lantas berharap masyarakat bisa terlibat komunikasi. Bisa memberi masukan. “Agar Borobudur bisa dipoles, tapi tidak meninggalkan sejarahnya,” tuturnya.
Rohmat menegaskan, Masyarakat Saujana Borobudur tidak mencari kekurangan atau kesalahan pemerintah. Tapi menunjukkan fakta. Rohmat juga mengklaim pihaknya tidak hanya melempar masalah. Namun, turut berusaha mencari solusi.
Sebenarnya di sisi lain, Rohmat mengaku memiliki kekhawatiran terkait KSPN Borobudur. Sebab, Borobudur akan menjadi magnet investor nasional maupun multinasional. Sementara masyarakat lokal, baru terbuka wawasannya bahwa pariwisata bisa membuka lapangan usaha.
“Kami sedang berusaha ke situ. Masyarakat membuka usaha di industri wisata. Pada saat yang sama, investor besar masuk,” kata Rohmat.
Pihaknya khawatir usaha yang kecil belum berkembang tapi harus kalah dengan investor besar. “Kami berharap masyarakat lokal ada semacam pembelaan, proteksi, privilege untuk sama-sama berkembang,” tutur Rohmat.
“Kami tidak menolak investor. Kami welcome dengan investor,” tegas Rohmat.
Namun, menurutnya, pemerintah harus selektif terhadap investor yang masuk. Apa yang masih bisa dilakukan masyarakat lokal, harapannya bisa dilindungi, didukung, dan dikembangkan. “Hal lain, investasi besar yang kami tidak mampu, monggo. Kami terbuka,” ucapnya.
“Kami jangan dibenturkan langsung seperti pasar bebas, karena kami bisa hancur,” tegasnya.
Masyarakat Saujana Borobudur juga berharap pembangunan dilakukan sesuai prosedur. Misalnya terkait pembelian lahan di Lereng Menoreh. Bagi mereka itu tidak masalah. “Namun perlu diperhatikan peruntukan lahan tersebut pascapembelian. Jadi, memang penerapan aturan perlu dikawal,” beber Rohmat.
“Prosedur yang diterapkan pemerintah kami kira bagus dan melindungi semua pihak. Tapi yang menjadi masalah kadang pelaksanaanya di lapangan,” tandas Bendrat. (rhy/aro)