RADARSEMARANG.COM – Pekerjaan pawang hujan tengah menjadi perbincangan setelah aksi viral Raden Rara Istiati Wulandari di gelaran MotoGP Mandalika. Di Kabupaten Magelang, juga ada pawang hujan yang menjadi langganan acara-acara berskala nasional maupun internasional. Namanya Agus Sumadiyono.
Rabu (24/3) sore, Agus Sumadiyono tengah bersiap melakukan ritual menghalau hujan di rumahnya, Dusun Jligudan, Desa Borobudur, Kabupaten Magelang. Ritual itu dilakukan untuk sebuah acara di Candi Borobudur, Kamis (25/3) kemarin. Sudah menjadi kebiasaannya untuk mulai melakukan ritual sejak dua hari sebelum pelaksanaan acara. Hal itu ia lakukan supaya tidak terlalu berat saat menghalau hujan.
“Tidak tahu pihak event organizer (EO) itu dapat nomor saya dari mana, telepon minta bantuan saya. Padahal saya tidak pernah promosi,” kata Sumadiyono kepada RADARSEMARANG.COM.
Nama Sumadiyono memang tidak asing di kalangan EO di Magelang dan sekitarnya. Setiap ada acara besar di Candi Borobudur, hampir pasti menggunakan jasanya untuk menghalau hujan. Sudah tidak terhitung berapa acara di Candi Borobudur yang menggunakan jasa pria 63 tahun ini. Sebut saja konser penyanyi Amerika Serikat Mariah Carey pada 2018. Juga konser boyband asal Irlandia, Westlife pada 2019.
Sumadiyono bercerita, dulu saat konser Mariah Carey dari pihak EO sempat tidak percaya dengan pawang hujan. Namun tiba-tiba saat sore hari hujan turun. Padahal malamnya akan digelar konser. Secara mendadak, EO konser Mariah Carey menelepon Sumadiyono untuk meminta bantuan
“Saat itu saya sedang di rumah, terus ditelepon, disuruh ke kantor (Taman Wisata Candi Borobudur),” tutur pria kelahiran Kabupaten Magelang ini.
Sumadiyono pun lantas melakukan ritual mendadak di kawasan Candi Borobudur, sehingga malamnya konser Mariah Carey berjalan tanpa hujan.
“Kalau ndadak gitu capek. Rasanya badan pegel-pegel. Karena harus berinteraksi dengan pepunden yang ada di situ,” katanya.
Bapak empat anak ini melakukan ritual menghalau hujan dengan metode doa secara kejawen. Di rumahnya terdapat ruangan kecil berukuran 1×3 meter yang digunakan untuk meditasi. Di dalamnya terdapat puluhan keris dan beberapa pusaka. Saat melakukan ritual, ia juga membakar dupa sembari memanjatkan doa. Tidak lupa disediakan sesaji.
Selain melakukan ritual di lokasi acara, ia juga melakukan ritual di ruang meditasinya itu. “Kalau lokasinya jauh saya garap dari rumah. Tapi biasanya saya tungguin di lokasi biar lebih mantep,” ungkap Sumadiyono.
Selama menjadi pawang hujan sekitar 20 tahun, hal yang menjadi kesulitannya yakni ketika ada awan putih. Karena hujan turun secara merata di berbagai wilayah, sehingga ia kesulitan memindahkan hujan.
“Kalau hujan dengan awan putih itu sulit mencari ruang yang kosong,” imbuh mantan pegawai TWCB ini.
Sumadiyono mengaku tidak pernah belajar menghalau hujan. Itu merupakan anugerah dari Tuhan. Sehingga baginya yang berkehendak menghentikan hujan adalah Tuhan, dirinya hanya perantara saja.
Selain menjadi pawang hujan saat konser, ia juga kerap diminta membantu menghalau hujan di kegiatan pemerintahan maupun wedding. Tidak hanya dari Magelang saja, namun juga dari wilayah Jogjakarta dan Semarang.
Ditambahkan Sumadiyono, ketika melakukan ritual menghalau hujan, pikiran dan hati harus bersih. Selain itu juga harus ikhlas. “Saya tidak pernah memasang tarif. Bahkan sering sambatan (tidak dibayar),” katanya sambil tersenyum. (man/aro)