RADARSEMARANG.COM – Bagus Priyana termasuk pria langka. Ia punya hobi mengoleksi peta lawas. Dia berburu peta lewat jual beli online maupun transaksi langsung. Bagus juga kolektor benda-benda jadul.
Pernah diremehkan orang, karena mengoleksi peta. Peta hanya dianggap kertas usang dan bla-bla-bla-bla. Perkataan itu hanya masuk kuping kanan, langsung keluar kuping kiri. Bagus—sapaan akrabnya—memilih tak mempersoalkan itu. Apalagi sampai menaruhnya ke hati. Bagi dirinya, peta tetaplah barang berharga.
Bagus memang sangat mencintai hal-hal yang serba lawasan. Dia adalah pendiri Kota Toea Magelang (KTM). Sebuah komunitas pecinta dan pelestari bangunan tua di Magelang dan sekitarnya.
Ruang tamu rumah Bagus juga dipenuhi barang-barang jadul alias zaman dulu. Seperti foto, kamera, gelas, alat pembuat rokok, piring enamel, master label rokok, kaset, radio, dan buku. Termasuk peta-peta yang ia pigura untuk menghiasi dinding ruang tamunya.
“Buku yang paling banyak, tapi saya belum pernah ngitung. Mungkin ada kalau 500 buku,” ucapnya sebelum bercerita banyak tentang peta, Selasa, (18/1).
Bicara hobinya mengoleksi peta, sudah dilakukan Bagus lebih dari 10 tahunan ini. “Kapan tepatnya lupa, tapi ada peta yang saya miliki sejak tahun 2010, dan sebelum itu, saya sudah punya koleksi peta,” ungkapnya sambil mengingat-ingat.
Kecintaannya pada peta muncul karena sebuah buku yang populer di era tahun 1980-1990-an, karya Sukarman. Buku itu seperti buku geografi, tapi bukan buku paket. Biasanya disebut dengan buku “Delapan Pendjuru”. Karena di salah satu halamannya terdapat gambar arah mata angin. Bagus pernah memilikinya saat duduk di bangku SD.
Seingat dia, kala itu buku tersebut hanya dipakai untuk anak SD di wilayah Kotamadya Magelang, khususnya kelas 3 SD. Buku tersebut masih dicetak menggunakan kertas buram. Yang membuat buku ini unik adalah untuk mengenalkan Kotamadya Magelang pada waktu itu. Termuat sebuah peta Kotamadya Magelang dengan batas wilayah dan geografisnya.
Dari buku tersebut, Bagus merasa takjub bisa mengetahui apa saja yang mengelilingi lingkungan di sekitarnya. Ketertarikan tersebut rupanya berlanjut sampai sekarang. “Merasa wah sekali bisa tahu kalau di sekitar kita ada sungai-sungai, gunung-gunung, dan hal-hal lain yang sebelumnya kita nggak tahu.” tuturnya.
Misalnya, kantor kotapraja, sekolah, rumah sakit, pasar, stasiun, stanplat, tempat ibadah, kawasan ekonomi, dan lain-lain. Demikian juga dengan tempat wisata, industri, dan pengetahuan umum lainnya. “Walaupun disajikan dengan sederhana, tetapi mampu menampilkannya dengan komplit,” katanya.
Dari situlah, ia menemukan keunikan sebuah peta dan menjadi sangat penting bagi dirinya. “Penting, level 8 dari 10,” sebutnya.
Peta bisa menjadi petunjuk pada kondisi di saat itu, masa kini, dan akan datang. Lalu, cara mudah untuk mempelajari suatu wilayah, perubahan tata ruang wilayah, perubahan nama jalan, peristiwa dan lokasi sejarah.“Untuk peta militer, bahkan isinya lebih detail tentang suatu wilayah,” imbuhnya.
Bagus memiliki bermacam-macam peta. Mulai dari peta persebaran jalan di Kota Magelang, peta militer, peta jalur kereta api, peta persebaran gedung, peta jalur sungai, dan masih banyak lagi. Total koleksinya mencapai lebih dari 30 lembar peta.
Koleksi tertua adalah peta Wegenkaart Stadsgemeente Magelang (1935) yang berisi tentang nama-nama jalan di Kota Magelang. Peta tersebut berusia 87 tahun. Sedangkan untuk koleksi yang paling terkini adalah Peta Kotamadya Magelang yang dicetak pada 1981 dan 1987.
“Peta ini isinya tentang letak objek-objek di Kota Magelang, seperti gedung pemerintahan, sekolah, bank, tentara polisi, taman, dan lain-lain. Jadi bisa dinikmati oleh anak sekolah,” paparnya.
Banyak cara yang ditempuh untuk mendapatkan peta-peta itu. Ia membeli secara online, maupun secara langsung. Terkadang diberi oleh temannya. Bagus juga tidak menghabiskan banyak uangnya untuk menambah koleksi peta. Ia menghitung, baru di angka Rp 7 jutaan. “Belum banyak, karena nggak ada duit, hahaha,” kelakar Bagus.
Dia mengungkapkan, harga peta-peta itu mulai dari Rp 50 ribu sampai ratusan ribu. Tidak jarang pula ada yang tembus harga jutaan. Terutama peta-peta kuno yang dijual secara online. “Harga tergantung usia, kondisi, nilai penting, dan sebagainya,” tutur warga Kampung Dukuh, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah ini.
Bagus sempat berjualan kaus merchandise, agar punya keuntungan untuk membeli peta. Sempat pula merasakan peta incarannya justru dimiliki orang lain. Ia pasrah. Cukup mengagumi saja. Kendala yang dihadapi adalah kondisi isi kantong dan serbuan pasukan gerak cepat (PGC).
“Misalnya ada peta kuno Kota Magelang era Belanda, dijual di medsos, eh keburu dibeli orang luar Magelang. Atau kalau pas ada (barang, Red), kantong tak lagi ramah, hahaha,” ucapnya geli.
Ia juga beberapa kali mendapatkan blueprint yang merupakan master peta sebelum peta-peta tersebut dicetak. Beberapa blueprint itu meliputi peta militer dan peta jalur kereta api.
Tidak sampai di situ, adanya peta-peta jadul yang ia miliki rupanya juga telah membantu beberapa warga negara asing (WNA) yang pernah singgah Kota Magelang untuk menemukan kembali rumah lama mereka. Di antaranya Yvone Sonja ten Hoor-Heintz dari Belanda.
Dengan bantuan Bagus, Yvone bisa menemukan rumah masa kecilnya di Botton, setelah 76 tahun. Kejadian ini terjadi pada 2018 lalu. Ada lagi, WNA dari Spanyol. Yakni, Andries Schell de Nijs. Setelah 74 tahun, WNA asal Kota Barcelona itu akhirnya menemukan rumah masa kecilnya.
Menurut Bagus, jalan-jalan yang mereka cari sudah berubah nama. Dengan mengandalkan peta milik Bagus, pencarian mereka terbantu.
Tahun lalu, koleksi peta militer 1945 miliknya juga dipinjam sebagai properti untuk keperluan syuting film perjuangan berjudul Kadet 1947, yang berlokasi di Magelang. Film tersebut telah tayang di layar lebar pada 25 November 2021.
Melihat begitu berharganya peta-peta itu, Bagus harus pintar merawatnya. Kondisi rumahnya cukup lembab. Arsip-arsip yang berbahan kertas akan mudah berjamur, atau rusak dimakan kutu buku dan tikus.
“Saya lapisi plastik, sering-sering dicek, dan diangin-anginkan,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga melapisi dinding rumah dengan kayu, agar koleksi-koleksi lainnya tidak ikut rusak. (put/aro)