RADARSEMARANG.COM – Setelah bekerja sebagai fotografer selama 24 tahun, Dani Setiawan banting setir menjadi pengusaha sepatu kulit dengan brand Danar Leather. Meski baru tiga tahun dirintis, kini omzet bisnisnya sudah tembus Rp 60 juta per bulan.
Pada 2019 silam, Dani Setiawan mulai mencoba memproduksi tas, jaket, dan sepatu berbahan kulit. Namun setelah cukup lama, usahanya tak banyak berkembang. Ia berguru dari bisnis sepatu kulit milik temannya. Itu pun masih belum maksimal.
Lantaran keseriusannya menekuni UMKM itu, ia terpilih untuk mengikuti pelatihan berjenjang dari Balatkop Jateng. Kemudian pada 2021, ia belajar mengembangkan usaha langsung dari mentor para pengusaha sukses selama berbulan-bulan.
“Dari sana saya belajar, kalau mau bisnis jadi besar kita nggak bisa jadi dirjen (direktur ijen) atau semuanya dikerjakan sendiri. Tapi kita butuh tim sukses,” ucapnya kepada RADARSEMARANG.COM saat berkunjung ke rumah produksinya di Tembalang, Semarang.
Ia pun mulai merekrut tim pada Agustus 2021. Sekarang memiliki lima karyawan di bagian produksi dan tim pemasaran digital. Untuk keperluan belanja bahan, keuangan, produksi, hingga pemasaran ia sudah memiliki tim sukses.
Ia memilih bisnis sepatu kulit karena kesukaannya dengan fashion berbahan kulit. Selain itu, material kulit sangat mudah ditemui di Semarang. Sedangkan untuk sol masih harus membeli ke Bandung.
Melihat minat masyarakat meningkat pada fashion sepatu, ia fokus mengerjakan sepatu kulit. Dari yang awalnya hanya melayani pembuatan sepatu custom, kini ia sudah memiliki katalog dengan tiga jenis sepatu. Yakni, sneaker, pantofel, dan boot. Ia menggunakan nama brand Danar Leather
Dani juga mulai paham membaca tren dan memanfaatkan peluang tersebut. Kemudian mengembangkan keunikan yang dimiliki sebagai nilai tambah. Ringan, lentur, alas empuk menjadi ciri khas otentik sepatu garapan Dani.
“Manusia se- Indonesia ini kan ada 270 juta lebih. Semuanya butuh sepatu nyaman dan stylish untuk beraktivitas. Nah, kami ingin hadir memenuhinya,” kata Dani.
Ia berkolaborasi dengan tujuh brand lokal. Salah satunya pelaku batik ecoprint. Hasil batik ecoprint bermotif bunga dan daun itu dibuat menjadi sepatu sneaker maupun boot. Terjauh ia bekerja sama dengan UMKM asal Malang. Hasil produksinya sangat terbatas, sehingga tak mudah ditemui di pasaran.
Dalam seminggu, ia dan empat pegawainya mampu menggarap 150 pasang sepatu dalam bentuk partai. Bahkan terakhir kali, ia mendapat pesanan sebanyak 1.000 pasang sepatu di marketplace online. Dua bulan ini masih dalam pengerjaan.
“Paling sulit itu bikin sneaker dari wol sama buat hig heels untuk fashion show,” akunya.
Kini, ia juga tengah mengembangkan model seperti sneaker asal Jepang. Ia membuat sneaker berbahan kulit, tapi dengan sol sepatu yang kokoh, dan dapat digunakan untuk olahraga. Selama ini, sepatu kulit berkesan elegan dan untuk acara formal saja. Namun tren sudah bergeser. Dani pun terus berinovasi.
Kesiapannya merancang UMKM Danar Leather itu dimantapkan oleh pelatihan berjenjang level 3. Ia belajar bila pengusaha harus siap dengan segala risiko. Untuk maju, ia tak boleh takut mengalami kerugian.
Meski begitu, ia mengaku tak menyangka bisa bertumbuh dalam waktu singkat. Pasalnya, dulu omzetnya hanya Rp 6 juta per bulan. Dan setelah mengikuti pelatihan, usahanya berkembang. Omzetnya meroket hingga 1.000 persen atau Rp 60 juta per bulan.
Dani menargetkan, tahun ini produknya dapat tembus pasar luar negeri. Lalu merencanakan untuk membuat rumah produksi dan ruang display. Karena saat ini ia masih produksi di rumahnya. Dani memiliki bayangan, tempat display sepatu kulitnya kelak sekaligus menjadi tempat wisata.
“Misalnya di kafe, ada tempat workshop-nya. Jadi, bisa buat edukasi anak-anak saat proses pembuatan sepatu,” katanya. (taf/aro)