RADARSEMARANG.COM – Memori masa kecil tentang dolanan tradisional terus dikenang Abbet Nugroho hingga sekarang. Abbet sama sekali tak ingin melupakannya. Di Kampoeng Dolanan Nusantara, dia senantiasa bernostalgia.
“Wah kalau ngomongin dolanan, saya sudah mahir main gasing sejak kecil,” ujar Abbet Nugroho kepada RADARSEMARANG.COM sembari menunjukkan gasing bambu, Jumat (7/1). Dia kemudian terkekeh.
“Bapak jarang membelikan saya dolanan, tapi dibuatkan. Dolanan tradisional sungguh berkesan,” imbuhnya.
Abbet mengaku tidak menyangka saat dewasa dia masih ngopeni dolanan tradisional. Tidak terpikirkan sebelumnya. Namun pada akhirnya kecintaan Abbet pada dolanan tradisional dia dedikasikan sebagai wadah edukasi. Pada 2012, Abbet mendirikan Kampoeng Dolanan Nusantara. Lokasinya di Desa Bumiharjo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Kampoeng Dolanan Nusantara memiliki ratusan koleksi dolanan tradisional yang didapatkan dari pelaku UMKM di sekitarnya. Mulai dari gasing bambu, egrang, congklak, dan sebagainya. Di sana terdapat galeri yang berisi pajangan dolanan tradisional beserta penjelasan. Halamannya juga cukup memadahi untuk bermain egrang, gasing, bakiak, dan sebagainya.
Melalui Kampoeng Dolanan Nusantara, Abbet ingin mengaktualisasi nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional. Menurutnya, dolanan tradisional memiliki nilai luhur yang membantu pembentukan karakter anak-anak. Dia lantas mencontohkan permainan dakon alias congklak.
“Bermain dakon, anak-anak dituntut suportif. Mereka hanya boleh memberi. Nggak boleh nguntit atau mencuri,” ucap Abbet.
Dari dakon ini, anak-anak lantas belajar nilai-nilai kejujuran. Abbet pun menegaskan bahwa dolanan tradisional tidak membuat anak-anak menjadi malas. Melainkan membentuk karakter baik anak dalam bergaul dengan sebayanya.
“Bukan hanya permainannya yang harus diwariskan, tetapi nilai-nilai leluhur yang positif juga harus diwariskan,” katanya.
Selain itu, dolanan tradisional bisa dijadikan sebagai alat untuk meredam anak-anak dari pengaruh game online, sehingga mereka tidak kecanduan. Pasalnya, anak-anak yang bermain game online cenderung menjadi individualis. Berbeda dengan anak-anak yang bermain dolanan tradisional. Sebab, di dalamnya ada interaksi dengan teman. Anak-anak bisa belajar empati, kejujuran, dan sebagainya.
“Mohon maaf, saya tidak anti teknologi atau moderninasi. Tapi paling tidak kan jangan meninggalkan nilai-nilai tradisional,” ujar Abbet. “Paling tidak harus seimbang. Jangan HP terus,” imbuhnya.
Di Kampoeng Dolanan Tradisional, Abbet juga mengajarkan nilai-nilai nasionalisme. Di sana ada studio angklung. Pengunjung bisa praktik. Memainkan lagu-lagu dari Sabang sampai Merauke.
“Mengajarkan nasionalisme dengan cara menyenangkan. Anak-anak juga bisa bermain gamelan,” kata pria berambut gondrong ini.
Abbet menambahkan, Kampoeng Dolanan Nusantara letaknya dekat dengan Candi Borobudur. Bisa disebut wisata edukasi. “Kami tidak pernah mempersalahkan dengan nama wisata atau edukasi, yang terpenting ini merupakan sumbangsih kami kepada masyarakat luas,” jelas Abbet.
Pengunjung Kampoeng Dolanan Nusantara mayoritas pelajar. Mulai PAUD hingga SMA. Mereka bisa memilih beragam paket wisata edukasi. Selain itu, ada pula mahasiswa yang datang untuk penelitian.
Menyongsong penataan kawasan Candi Borobudur sebagai destinasi wisata super prioritas, Abbet pun berharap Kampoeng Dolanan Nusantara turut merasakan dampaknya. Dia ingin program tersebut tidak hanya menyasar pusat Borobudur. Namun melebar ke desa-desa wisata di sekitarnya yang memiliki potensi bagus.
“Bumiharjo, Borobudur ini masuk desa wisata. Jika sudah dinamai desa wisata, maka dibantu mencari potensi, dan dibantu dikembangkan,” ucap Abbet.
“Misalnya Kampoeng Dolanan yang membutuhkan lahan parkir atau penataan akses jalan di desa wisata biar enak untuk jalan-jalan,” imbuhnya.
Dengan begitu, Abbet berharap ketika wisatawan datang, mereka bisa merasakan atmosfer desa wisata yang layak dikunjungi. (rhy/aro)