RADARSEMARANG.COM – Keterbatasan fisik bukan menjadi penghalang untuk berprestasi. Muhammad Dimas Ubaidillah penyandang tunanetra bisa membuktikan dirinya bisa berprestasi tingkat internasional sebagai atlet lari.
Setiap orang pasti akan merasa minder memiliki keterbatasan fisik. Merasa asing dengan lingkungan dan teman-temannya. Itulah yang dialami Muhammad Dimas Ubaidillah, warga Desa Krajan Kulon, Kecamatan Kaliwungu, Kendal.
Saat usia 11 tahun, penglihatannya mulai merabun. Ia tidak dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi di sekitarnya. Dimas –sapaan akrabnya—hanya dapat melihat dari jarak dekat saja. “Mulai tidak jelas penglihatan sejak kelas lima SD,” tutur alumni SD Negeri 2 Sarirejo, Kaliwungu ini.
Ia tidak mengetahui persis penyebab matanya tiba-tiba merabun. Hanya kata dokter dan kedua orang tuanya, kedua matanya rabun gara-gara sering bermain game di depan layar monitor dalam jangka waktu lama. “Selain itu, karena sering panas-panasan dan main layang-layang,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Tapi untuk hasil pemeriksaan medis, pria kelahiran Kendal, 19 April 2003 ini tidak mengetahui persis penyebab kebutaan matanya. Setelah lulus SD, ia melanjutkan sekolah di SMP Negeri 2 Kaliwungu. Tapi hanya mampu bertahan satu tahun. Matanya yang tidak dapat melihat jelas menyebabkan dirinya tidak mampu menangkap pelajaran sebagaimana anak-anak normal pada umumnya.
“Saat itu saya dinyatakan tinggal kelas, karena semua nilai pelajaran saya jelek. Akhirnya oleh guru dan kepala sekolah, saya disarankan untuk melanjutkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) ABC Swadaya Kaliwungu,” tuturnya.
Saat itu, Dimas mengaku hati dan hidupnya hancur. Sebab, ia banyak ditinggalkan kawan-kawannya. Terlebih ia harus berkumpul dengan anak-anak penyandang disabilitas. “Saya merasa terpuruk. Hidup terasa tidak berguna. Kehadiran saya seolah hanya memberi beban orang lain saja,” akunya.
Ia meratapi nasibnya. Sebelumnya, hidupnya penuh warna dan berkumpul dengan banyak teman. Tapi di usianya yang masih anak-anak, ia harus kehilangan semua. “Saya merasa sudah tidak punya masa depan,” tuturnya.
Di saat terpuruk itulah, kedua orang tua dan kakaknya selalu hadir untuk membesarkan hatinya. Ia mulai diperkenalkan SLB dan berkenalan dengan anak-anak disabilitas lainnya. Saat itulah, ia merasa masih bisa bersyukur.
“Saya selalu dimotivasi untuk selalu bersyukur. Saya juga selalu disemangati bahwa saya bisa bangkit dan bisa berprestasi. Dari itulah saya mulai membuka diri dan berteman dengan penyandang disabilitas lainnya,” ujarnya.
Akhirnya, pada 2018, ia mendaftar ke Sekolah Khusus Olahraga Indonesia (SKOI) Disabilitas di Solo. Ia sangat bersyukur bisa diterima. Saat dites bakat, ia memang sejak awal ingin menjadi atlet lari. Sejak saat itu kemampuannya lari terus digembleng. Setiap hari selalu latihan fisik, terutama kaki dan insting mendengarkan instruksi dari instruktur.
Saat latihan, Dimas mengaku pernah mengalami cedera. Gara-gara ia menabrak temannya dan akhirnya jatuh. “Saat latihan, ada teman yang bermain di track lari. Karena tidak bisa melihat, saya hanya bisa lari sekencang-kencangnya. Tidak tahu kalau di depan ada teman. Saya nabrak dan akhirnya kami sama-sama terjatuh,” cerita putra pasangan Muhammad Zuhri dan Anik Hidayati itu.
Ada ungkapan, hasil tidak akan pernah menghianati usaha. Hal itulah yang juga dirasakan Dimas. Sejak masuk SKOI Disabilitas Solo, ia banyak menorehkan prestasi. Banyak medali emas dan perak yang telah diraih. Di antaranya, Pekan Paralimpik Pelajar Daerah (Peparpeda) Jateng 2018. Ia meraih medali emas untuk lari 100 meter khusus penyandang disabilitas.
Prestasi itu terus meningkat di 2019 Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (Peparpenas). Ia mendapatkan dua medali perak dan emas. Yakni, untuk lari 100 meter dan 200 meter. Kemudian untuk Kejuaraan Nasional (Kejurnas) 2019, ia juga mendapatkan dua medali yang sama dalam kategori yang sama.
Bahkan baru-baru ini, Dimas berhasil menyabet Juara di Peparnas XVI Papua. Ia berhasil menyabet dua medali emas dan perak. Yakni, untuk lari 400 meter, dan 100 meter estafet. Dimas juga juara di ajang Asian Youth Para Games (AYPG) 2021 yang berlangsung di Manamah, Bahrain pada 2-6 Desember 2021 lalu. Ia mendapatkan dua medali yang sama untuk kategori yang sama.
“Mungkin ini hikmah di balik kebutaan mata saya. Saya justru bisa mendapatkan banyak medali dan bisa membanggakan orang tua dan mengharumkan nama Indonesia di tingkat internasional. Andai saja saya masih normal, mungkin saya masih sibuk bermain game bersama teman-teman saya,” katanya penuh syukur.
Ia mengaku, sejak kecil tidak pernah bercita-cita menjadi atlet. Dimas kecil justru berambisi untuk menjadi tentara. “Tapi dengan kondisi ini jelas tidak mungkin. Saya tetap bersyukur dan melanjutkan hidup untuk berprestasi,” ujarnya.
Hasil dari prestasi olahraga ini, Dimas mengaku banyak mendapatkan uang. “Rencananya mau saya pakai buat ibadah haji ke Mekkah bersama kedua orang tua dan kakak yang selalu mendampingi saya,” katanya.
Bupati Kendal Dico M Ganinduto mengapresiasi pencapaian para atlet Paralimpik yang sudah membawa nama harum Kabupaten Kendal. Ia mengaku sudah menganggarkan Rp 6 juta di APBD 2022 untuk diberikan kepada Dimas sebagai uang pembinaan.
Bupati juga mengatakan akan menyisihkan gajinya sebagai bupati selama dua bulan untuk diberikan kepada atlet disabilitas peraih medali emas di ajang internasional tersebut. “Saya sisihkan gaji saya sebagai bupati dalam dua bulan ke depan. Insya’Allah jumlahnya mencapai Rp 10 juta yang akan saya berikan kepada atlet Dimas,” kata Dico. (bud/aro)