RADARSEMARANG.COM – Berprofesi sebagai perias jenazah menjadi pekerjaan yang tak lazim dan sedikit menyeramkan bagi orang-orang yang tak biasa mendengarnya. Namun, pekerjaan itu dengan ikhlas dilakoni Indah Murti Hastutik, 47.
Perempuan perias mayat asal Kota Semarang ini, sudah melakoni pekerjaannya sejak 30 tahunan silam. Awalnya, Mbak Indah –sapaan akrab Indah Murti Hartatik- merasa takut karena harus berhadapan langsung dan menyentuh jenazah. Namun, karena dorongan serta dukungan ibunya yang menuntunnya agar tetap teteg juga mantep, membuat Mbak Indah berani melanjutkan profesi ibunya itu.
“Awalnya saya ikut Mak’e (ibu, red). Terus Mak’e ndak ada, saya yang meneruskan. Kalau rasa takut itu pasti ada. Tapi Mak’e ngeyem-ngeyem (menenangkan, red) ‘rak popo Ndah, rapopo’ (Tidak apa-apa Ndah, red). Akhirnya dari situ saya jadi kendel (berani, red),” ungkap Mbak Indah kepada RADARSEMARANG.COM saat ditemui di kediamannya di Kampung Karanganyar Gang IV Kelurahan Gabahan, Semarang Tengah, Kota Semarang.
Saat wartawan koran ini berkunjung, Mbak Indah baru saja pulang dari merias mayat. Dia menceritakan, profesinya itu membuat dirinya harus standby 24 jam. Kendati begitu, suami dan tiga anak lelakinya tidak mempermasalahkan profesinya. Dia juga tidak bisa memilih mayat yang bagus untuk dirias.
“Mana bisa milih mayat buat dirias. Jadi apapun wujudnya, baunya, tua atau muda, harus saya rias. Karena pekerjaan ini sudah menjadi tanggung jawab bagi saya,” katanya.
Selama puluhan tahun ia melakoni profesinya, tak jarang Mbak Indah pun mendapatkan pengalaman di luar nalar. Mbah Indah bercerita, jika ia pernah mendapati mayat yang meninggal karena kecelakaan. Dia katakan, salah satu paha mayat tersebut terbelah menjadi dua. Awalnya ia tidak kuat dengan bau amis darah si mayat. Namun, karena sudah menjadi tanggung jawabnya untuk merias mayat, akhirnya Mbak Indah dengan berani menangani mayat tersebut.
“Saya kasihan kalau menangani mayat yang mati karena kecelakaan, bunuh diri, dan busuk. Tapi yang pahanya terbelah jadi dua itu bener-bener saya openi (rawat, red). Jadi saya sama rekan menjahit pahanya hingga utuh kembali. Saya gak kuat bau amis darahnya. Karena emang nempel meski saya sudah mandi dan shampo-an,” terangnya.
Tak hanya itu, Mbak Indah mengaku jika selama ini tidak pernah mimpi tentang mayat yang diriasnya. Namun, dia hanya pernah bermimpi tentang bunga milik sang mayat. Dia bercerita, ketika prosesi merias mayat selesai dan si mayat sudah dibawa untuk dikremasi, Mbak Indah melihat ada bunga plastik yang cantik. Lalu ia memungutnya dan membawa ke rumah. Sesampainya di rumah, Mbak Indah menaruh bunga plastik itu di atas televisi. Hingga malamnya Mbak Indah tidur dan bermimpi seram tentang bunga plastik itu.
“Sampai tiga malam saya mimpi itu terus. Lalu saya membuang bunga plastik itu dan tidak bermimpi aneh-aneh lagi. Kalau mimpi jenazah malah belum pernah,” jelasnya.
Selama ini, Mbak Indah bekerja sebagai freelance di Yayasan Pelayanan Kematian (YPK) Arimatea. Ketika ditanya mengenai upah yang didapat, Mbak Indah hanya tersenyum. Dia sudah tidak memikirkan upah yang akan diperolehnya. Karena dia melakoni pekerjaannya sebagai panggilan jiwa bukan sebagai pekerjaan yang menghasilkan uang.
“Saya sudah digaji sama yayasan. Jadi saya tidak memungut biaya kepada keluarga. Saya cuma meminta saran kepada keluarga mau dirias seperti apa jenazahnya. Saya senang jika pihak keluarga mau mengoreksi hasil riasan saya. Saya juga bekerja dengan jujur. Jika tidak sengaja saya menemukan emas atau uang di jenazah, saya kembalikan lagi ke pihak keluarga,” tuturnya.
Selama melakoni pekerjaannya, Mbak Indah mendapat banyak pengalaman berharga. Mulai dari pelajaran hidup hingga harus berhati-hati ketika melakukan perbuatan selama di dunia. “Karena itu bisa berpengaruh ketika sudah menjadi jenazah,” tegasnya.
Selain itu, sebelum memulai pekerjaannya, Mbak Indah memiliki ritual khusus. Yakni mengobrol dengan jenazah yang dimandikan dan dirias. Itu menjadi ritual yang wajib dilakukan.
“Karena saya yakin arwah dari jenazah masih dekat sekitar jenazah sehingga akan mendengar obrolan. Dan biasanya saya mohon izin dan meminta kelancaran dalam membersihkan jenazah,” ucapnya.
Dari ribuan wajah mayat yang pernah Mbak Indah tangani, hanya ada dua ekspresi wajah mayat yang dilihat. Mulai dari ekpresi wajah tersenyum dan memiliki aura tertentu. Sebaliknya ada ekpresi wajah mayat yang datar. Ia meyakini ekspresi tersebut merupakan hasil yang dilakukan oleh orang tersebut selama hidupnya. “Saya berharap bisa tetap bermanfaat buat orang lain melalui pekerjaan yang saya lakoni ini,” tandasnya.
Rawat Jenazah Sesuaikan Tradisi Keluarga
Pelayanan Jenzah yang diberikan Yayasan Pelayanan Kematian Budi Kasih, tak hanya merias mayat. Termasuk menyediakan fasilitas lainnya, seperti ambulance, peti, paket dekorasi, dan dokumentasi.
Sebetulnya melayani jenazah semua agama. Hanya saja, jenazah umat Islam yang membutuhkan beragam tata cara dan doa, belum bisa dilaksanakan. Karena di yayasan ini terbilang kerja sosial, seluruh karyawan harus bisa melayani jenazah dalam kondisi apapun.
“Kalau jenazahnya wanita, kami memanggilkan perawat dan perias jenazah wanita secara freelance. Kalau laki kan tidak dirias,” kata sang pemilik yayasan, Melinda, 35 yang didampingi adiknya Ifan.
Tata cara pemakaman jenazah ada banyak macamnya. Mengikuti tradisi unik dari berbagai keluarga almarhum maupun almarhumah. “Dulu pernah ada orang Batak. Budayanya dengan motong-motong daging yang dibagikan ke seluruh kerabat saat di rumah duka,” kenang Melinda di kantor yayasan yang beralamat di Jalan Tirtoyoso IX, Rejosari, Semarang Timur.
Karyawan YP Budi Kasih, Nanang sudah bekerja sejak berdirinya yayasan pada tahun 1993. Nanang sudah paham asam garam bekerja mengurus jenazah sudah 28 tahun lebih. Pernah memiliki pengalaman menarik pada jenazah yang meninggal sudah empat hari. Sudah tidak kelihatan mukanya. Yang ada hanya bau busuk yang menyengat. “Langsung saya masukkan ke dalam plastik dan tidak memandikannya. Kalau dimandikan sudah tidak bisa, karena kulitnya sudah mulai mengelupas dan matanya sudah membengkak,” jelasnya.
Dirinya merawat jenazah tak sendirian. Tetap ada temannya. Apalagi jika tubuh jenazahnya besar, dirinya bersama dua temannya. Setelah itu, jenazah dimasukkan ke dalam peti, satu sampai tiga hari diberangkatkan. Jenazah tidak akan busuk karena petinya didempul terlebih dahulu. “Jenazah ada yang dikubur, ada juga yang dikremasi. Tergantung permintaan,” jelasnya. (fgr/dev/ida)