26.3 C
Semarang
Saturday, 21 June 2025

Sesibuk Apapun Tak Melupakan Tugas sebagai Ibu Bagi Anak-Anak

Hari Ibu di Mata Para Ibu Kepala Dinas

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember hari ini menjadi momentum yang penting bagi kalangan ibu-ibu. Termasuk kaum ibu yang saat ini mendapat amanah menjadi kepala dinas. Di kantor mereka menjadi sosok pemimpin, namun di rumah tetap menjadi ibu bagi anak-anak, dan istri bagi suaminya.

Sudah empat tahun Emma Rachmawati menjabat Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jateng. Sejak 2016, ratusan ribu bahkan jutaan koperasi dan UMKM berada di bawah naungannya. Menurutnya, tantangan menjadi kepala dinas tak jauh berbeda dengan menjadi ibu. “Jadi ibu kan juga sulit dan perlu skill,” tuturnya saat ditemui RADARSEMARANG.COM di kantornya, kemarin.

Emma memiliki tiga anak laki-laki. Yang pertama sudah bekerja, lalu kedua berkuliah, dan terakhir masih duduk di bangku SMA. Meski ketiganya tak lahir dari rahimnya, tapi mereka menyayanginya sebagaimana ibu kandungnya.

Dalam mendidik anaknya yang tergolong generasi milenial dan generasi Z, ia memilih pendekatan komunikasi yang terbuka. Ia tak terlalu ketat melarang anaknya melakukan banyak hal. Selama anak-anak mengerti dan bertanggung jawab, Emma membolehkan. “Pernah ada masalah di rumah malah diem-dieman. Langsung saya kumpulkan duduk bareng, saya tanyai anak saya, kamu maunya gimana?” ceritanya.

Bila kebutuhan anak di luar kemampuannya, ia tak gengsi meminta bantuan profesional. Seperti halnya layanan psikologi yang pernah diakses anak bungsunya. Menurutnya, masalah harus diselesaikan dengan benar, bukan ditutupi dan dibiarkan. Ia juga melihat kesehatan mental sebagai sesuatu yang penting untuk diperhatikan di keluarga.

Emma mengakui keluarganya, suami, dan anak-anaknya menjadi support system utama baginya. Baik di kehidupan pribadi maupun dalam meniti karir. Tak pernah sekali pun dalam hidupnya dibatasi pergerakannya. Bahkan anak-anaknya mendukung penuh agar Emma menjadi Sekda Pemprov Jateng. “Saya yang nggak mau, sudah nyaman di sini. Masih banyak yang perlu ditingkatkan,” katanya.

Sejak awal, ia bersama suaminya membangun komitmen sebelum berumah tangga. Suaminya yang begitu pengertian tak sedikit pun memprotes kesibukan Emma. Bahkan tak jarang pekerjaan domestik di rumahnya dibereskan suaminya.

Perempuan kelahiran 1966 itu memang terbilang maju soal pemahaman kesetaraan gender. Baginya, tak ada alasan untuk perempuan membatasi mimpinya. Tak heran, ia memiliki riwayat jabatan struktural sebagai Kasubag Pengarusutamaan Gender sejak 2006 hingga Kabid Pemberdayaan Perempuan sampai 2015.

Karakternya yang tegas dan berani, diakui, berkat didikan ibunya dahulu. Ia sangat bersyukur memiliki ibu yang tergolong memiliki pemikiran maju pada zaman itu. Ia diajarkan untuk berani bersuara dan membela diri. Bahkan saat kecil, ia terkenal suka berkelahi dengan teman laki-laki di sekolah karena tak mau kalah.

“Kalau saya nggak setuju dengan sesuatu ya saya sampaikan. Alasannya gini, alternatifnya gini,” tegasnya.

Sikap itulah yang justru disukai Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Dalam memajukan UMKM selama pandemi, Ganjar sangat mengandalkan Emma. Ia selalu mengiyakan usulan program positif dari Ganjar. Seperti halnya membuat Hetero Space di Solo yang tergolong kilat. “Banyak hal yang nggak bisa didanai APBD, ya sudah saya muter otak, gimana caranya ini tetep bisa jalan, kemudian saya mulai kerja sama dengan BUMN, BUMD, dan pihak swasta lainnya,” tambahnya.

Kebanggaan Keluarga

Kekuatan dan kesabaran dokter Intan Suryahati diuji ketika dirinya dilantik menjadi Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Magelang saat pandemi Covid-19. Dia harus menangani pandemi dengan baik. Meski awalnya banyak yang meragukan kemampuan dirinya karena seorang perempuan, toh berhasil membuktikan capaian kinerja yang menggembirakan. Kota Magelang akhirnya turun pada PPKM level 1. Nyaris tidak ada kasus aktif, maupun meninggal karena Covid-19.

Tetap saja, namanya perempuan, Intan memiliki hati yang sensitif. Memikirkan bagaimana nasib masyarakat melawan Covid-19. Dirinya pun belum lupa. Juni dan Juli adalah bulan-bulan yang membuatnya tak bisa tidur nyenyak. Makan pun tak enak. Kala itu, Covid-19 mengganas. Rumah sakit kolaps. Kasus aktif bertambah setiap hari. Yang meninggal juga banyak. Itu situasi terberatnya selama menjadi dokter.

“Hati saya menjerit. Saat kita (dokter, Red) nggak bisa apa-apa dalam situasi itu. Apalagi pasien kita sampai meninggal, itu bukan kita sekali. Kita tidak ingin membahayakan pasien. Kita merawat pasien karena ingin melihat mereka sembuh, dan kembali produktif,” tutur Intan.

Intan tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Walau badai itu telah berlalu. Dinkes dan tenaga kesehatan (nakes) telah berjuang keras, namun banyak nyawa yang tak bisa diselamatkan. “Rumah sakit penuh semua, yang dibawa kondisinya berat-berat,” kenangnya dengan suara bergetar.

Dirinya nyaris tumbang. Tapi keluarga kecilnya—suami dan tiga anaknya—memberikan semangat. Mendukung penuh apa yang dilakukan. Tidak protes ketika gawai berdering setiap saat, 24 jam. Merelakan ketika sering pulang larut malam, dan bekerja sudah tidak ukuran. “Karena mereka melihat, saya sedang berjuang, dan apa yang saya lakukan adalah ibadah. Yang berkahnya tidak hanya kembali kepada saya, tapi kepada mereka, dan masyarakat,” katanya.

Intan memulai apapun dengan niat dan bertujuan. Tidak asal kelakon. Dirinya berinovasi, supaya pandemi terkendali. Apa yang dikerjakan dirinya bersama teman-temannya di Dinkes, Puskesmas, dan rumah sakit tidak sia-sia. Menurutnya, nakes adalah garda terdepan untuk penanganan Covid-19, sedangkan otak pelayanan Covid-19 di Dinkes. “Saya itu melaksanakan tugas dengan ikhlas, dan Lillahi Taala.”

Hasil saat ini memang membuat dirinya puas. Tapi tidak menidurkannya untuk “beristirahat”. Masih ada ancaman pandemi gelombang ketiga. Dibutuhkan kerja yang lebih keras dari sebelum-sebelumnya. Sebisa mungkin tidak sampai ada masyarakat yang terpapar Covid-19. Saatnya gencar menyosialisasikan protokol kesehatan (prokes) 5M kepada mereka. “Kita ingin mencegah, agar mereka tidak tertular virus,” imbuhnya.

Selain sosialisasi prokes, ia juga menggalakkan program vaksinasi masal. Ia berinovasi dengan program jemput bola. Mendekatkan pelayanan vaksinasi dengan masyarakat. Baru-baru ini, dia juga membuat program Siaga Among Raga (Siamor). Melayani para lansia dan disabilitas yang mengalami immobilitas untuk kontrol rutin kesehatan. “Ketika kita ini menduduki sebuah jabatan, lakukan yang maksimal untuk masyarakat. Apa yang masyarakat butuhkan, harus kita perjuangkan,” ujarnya.

Sekarang Intan sudah bisa membagi waktu yang cukup seimbang. Antara pekerjaan dan kewajiban di rumah sebagai istri sekaligus seorang ibu. Tapi dari apa yang dilaluinya ini, dijadikan pengalaman berharga. Khususnya untuk anak perempuannya, Citra Sekar Ayu. “Saya selalu bilang ke dia, anak perempuan itu harus kuat, jangan lemah. Kunci kuat itu hanya dari niat dan doa,” katanya.

Selain itu, perempuan harus mengedepankan perasaan dan kelembutan. Tidak sibuk hanya mengurusi kecantikan, sampai lupa mempercantik hati. Karena seorang ibu—sekalipun pekerja, harus menjadi contoh yang baik untuk anak-anaknya.   “Kecantikan fisik itu hanya fana, bisa luntur. Seorang ibu, harus memiliki hati yang baik, karena inilah yang akan dibanggakan oleh keluarga kita,” bebernya.

Bagi Intan, semua ibu di dunia ini adalah orang-orang hebat. Baik seorang ibu yang berkarir maupun seorang ibu yang memilih totalitas mengurus keluarga di rumah. Semua punya ujian dalam menjalani kehidupan masing-masing. “Perempuan itu adalah makhluk yang paling kuat, dan ibu adalah tiang keluarga,” katanya.

Berbeda lagi kisah Eni Susiani, Plt kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Pemkab Demak. Bagi Eni, hari ibu mengingatkan kembali akan arti penting jerih payah seorang ibu. “Sosok seorang ibu memang luar biasa. Perjuangan ibu-ibu mulai melahirkan hingga merawat anak-anaknya hingga besar tentu perlu penghargaan,”ujar  Eni saat ditemui RADARSEMARANG.COM di kantornya, kemarin.

Perempuan kelahiran Kendal, 27 Agustus 1965 ini mengungkapkan rasa senangnya jika anak-anaknya bisa sukses, baik dalam karir maupun lainnya. Eni sendiri berkarir sebagai aparatur sipil negara (ASN) sejak 1993. Saat itu, ditugaskan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) dengan penempatan di Pemkab Demak sebagai pendidik luar sekolah. Ia lulus Sarjana S1 Fakultas Ekonomi  Universitas 17 Agustus (Untag) Semarang, dan S2 Hukum dari Unissula Semarang.  Selain itu, sebagai ibu, ia juga pernah bertugas di Dinas Sosial pada 2002. dan sekarang menjabat sebagai Plt kepala Disdukcapil Pemkab Demak.

“Meskipun kita ini dari kalangan ibu ibu, soal pekerjaan tentu memiliki peluang yang sama, baik laki laki maupun perempuan. Tidak membedakan gender. Yang penting profesionalitas kita dalam bekerja,”ujar istri dari mantan Wakil Bupati Demak Joko Sutanto ini.

Eni sendiri pernah menjabat sebagai ketua PKK hingga awal 2021. Sebagai ketua PKK, cukup memberikan pengalaman yang berharga, utamanya dalam pelaksanaan 10 program pokok PKK. Eni juga menjabat sebagai ketua Lembaga Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (LGNOTA) Kabupaten Demak. Setidaknya,  ada sekitar 10 ribu anak yang menjadi perhatiannya.

“Sebagai seorang ibu, tentu memberikan perhatian penuh pada anak-anak di bawah LGNOTA ini juga menjadi poin penting. Betapa kasih sayang seorang ibu sangat dibutuhkan anak-anak tersebut. Ya, ini sebagai ibadah sosial kita. Kita suka banget bertemu dengan anak-anak asuh,”ujarnya.

Sebagai ketua LGNOTA, ia merasa bangga lantaran lembaga yang dipimpinnya berkembang pesat dari sisi pengelolaan keuangannya. Dari Rp 1,3 miliar menjadi Rp 1,7 miliar, dan kini sudah sekitar Rp 1,9 miliar.

Istri Bupati Wonosobo

Dyah Retno Sulistyowati, SSTP adalah istri Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat, sekaligus Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Wonosobo. Saat ini, ia juga menjabat Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Wonosobo. Dengan sejumlah tugas dan jabatan yang diemban, tentu saja Dyah sangat sibuk dengan pekerjaannya itu. Meski begitu, ia tak melupakan tugas sehari-harinya sebagai ibu bagi dua anaknya.

“Mau bagaimana lagi, ini sudah menjadi komitmen kita sejak awal. Di mana bapak dengan kesibukan yang dimilikinya, begitupun saya. Kita harus sama-sama memakluminya,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.

Meski memiliki jadwal yang cukup padat,  kasih seorang ibu pada anaknya tentu takkan pernah ia tinggalkan. Baginya, mengurus dan membesarkan anak-anaknya merupakan tugas sebagai orang tua. “Beruntung banyak orang yang juga ikut menemani kita. Saya sendiri banyak dibantu orang lain. Baik dalam urusan pekerjaan maupun dalam mengurus anak,” ujarnya.

Bagi Dyah, baik tugas menjadi seorang ibu bagi anak-anaknya maupun tugas sebagai ASN, dirinya tetap memegang prinsip selalu profesional. “Saya tidak pernah mengambil jarak ke anak. Apapun cerita anak saya berusaha untuk mendengarkannya. Meskipun memang anak sendiri telah memahami kondisi kita. Begitupun saat masuk di dunia pekerjaan, saya akan siap mendengarkan masalah-masalah di masyarakat,” ungkapnya.

Yang menguatkan dirinya untuk menjadi sosok perempuan hebat itu hanyalah modal keikhlasannya dalam menjalankan sesuatu. Baginya, kesadaran untuk memimpin dan menjadi ibu harus dijalaninya dengan penuh kerelaan. Sebab, menurutnya, di luar sana banyak perempuan hebat yang terus tumbuh. Di Wonosobo sendiri banyak perempuan yang memiliki peran ganda. Selain menjadi seorang ibu, banyak perempuan yang juga menjalani rutinitas pekerjaan sebagai sumber ekonomi keluarganya. “Hanya saja, mereka banyak yang tidak menyadari peran-peran penting itu dalam lingkungan masyarakat,” katanya.

Diakui, kelemahan perempuan saat ini masih banyak yang malu untuk tampil di ruang publik. “Seandainya itu bisa dikurangi, saya kira banyak perempuan-perempuan hebat yang lahir di kota ini,” katanya. (hib/taf/put/git/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya