RADARSEMARANG.COM, Semarang – Anindya Batik Art salah satu pelaku UMKM yang bisa bertahan saat pandemi. Menariknya, UMKM ini memberdayakan para difabel yang dikenal spesialis busana batik khas Jateng. Seperti batik Batang, Lasem, Pekalongan dan Semarangan.
Tempat produski dan pemasaran di Galeri Ipemi Jawa Tengah Tembalang. UMKM yang berdiri sejak 2010 sengaja diciptakan wadah untuk pemberdayakan difabel di Jateng. Mereka dibina, diajari, dan diberdayakan untuk tetap bisa berdikari secara ekonomi. “Tak mudah memang, apalagi komunikasi pakai bahasa isyarat. Tapi ini bentuk pengabdian saya untuk memberdayakan teman-teman difabel,” kata Pemilik Anindya Batik Art Semarang Lisa Farida.
Ia mengakui pandemi membuat usaha tersebut turut terdampak. Sempat berhenti produksi Maret-April 2020. Pesanan berkurang dan jadwal semua pameran dibatalkan. Kondisi ini membuatnya sempat down. Tetapi, Lisa berusaha bangkit dengan inovasi. Sebab, tabungan miliknya terpaksa dibongkar untuk kebutuhan karyawan. Saat itulah ia lantas berinovasi dengan memproduksi masker yang merupakan kebutuhan wajib. Dengan sisa stok kain batik dikemas menjadi masker batik. “Alhamdulillah respon pasar bagus. Apalagi kami buat masker bolak-balik batik,” ujarnya.
Jaringan yang terbangun membuat produksi barunya melenggang di pasaran. Satu bulan bisa memproduksi 1000 pcs sampai 1500 pcs masker. Belum besar, tetapi pelan tapi pasti orderan dan aktifitas di galeri meningkat. “Omzetnya mulai Rp 7 – 9 juta, yang penting bisa kembali menggairahkan semangat teman-teman difabel,” tambahnya.
Lisa terus memasarkan hasil produksinya. Inovasi yang dilakukan membuat Anindya Batik Art bertahan dan bisa melewati masa sulit. Bahkan Anggota DPRD Jateng Agung Budi Margono memberikan bantuan Mesin Jahit dan Mesin Seller untuk sahabat disabilitas 1 Oktober 2020. Lantas Gubernur Jateng Ganjar Pranowo datang langsung memberikan semangat ke galeri pada 6 September 2020. “Alhamdulillah terus ada orderan. Saya tetap bersyukur, semua tetap bisa bertahan bersama-sama,” tambahnya.
Alumnus USM ini ingat betul, perjuangan Anindya Batik Art sebelum pandemi. Enam difabel menetap dibantu teman difabel lain terus memproduksi bagi batik khas Jateng. UMKM ini memang dibuat sebagai wadah untuk difabel agar berdikari dan mandiri. Hasil produksi lantas dibawa ke berbagai event baik lokal maupun nasional. Satu hari, biasanya satu orang bisa membuat satu sampai dua potong baju. Model, desain diserahkan langsung, karena mereka sudah terlatih. “Dulu satu bulan omzet yang dihasilkan dari penjualan bisa menembus Rp 30 juta. Itu kotor,” tambahnya.
Sekarang produksi di Anindya Batik Art mulai kembali bergairah. Tidak hanya masker, pesanan baju batik mulai berdatangan. Terakhir, bahkan sudah bisa mengkuti pemeran The Harmony of Java Festival di Atrium Citraland Mall Semarang 14-25 Oktober 2021. “Alhamdulilah semua lancar, laris, sukses dan hasilnya Berkah,” tambah Lisa.
Guberur Jateng Ganjar Pranowo sangat mengapresiasi UMKM tersebut yang memberikan contoh bagaimana usaha kecil menengah bisa bertahan dengan caranya masing-masing. Pihaknya juga terus memberikan dukungan agar pelaku UMKM bisa survive, bisa jalan, dan mereka masih bisa semangat. “Ini karya-karya mereka yang perlu kita support, mesti kita beli. Kita beli produk teman kita rame-rame,” tambah Ganjar.
Anggota DPRD Jateng Agung Budi Margono menilai inovasi menjadi kunci bagi pelaku UMKM agar tetap bertahan. Bahkan, ia sangat bangga melihat Anindya Batik Art yang sudah memberdayakan sahabat disabilitas Teman Tuli (Tuna Rungu) serta Tuna Wicara. “Mereka tidak butuh dikasihani, tetapi hanya butuh diberi ruang dan kesempatan agar mereka bisa terus berkarya dan mandiri,” ujar Agung. (fth/bas)