25.1 C
Semarang
Saturday, 21 June 2025

Pernah Dipesan Ki Enthus, Anom Rusdi, hingga Warga Jerman

Kisah Kakak Adik Perajin Wayang Kulit di Kabupaten Pekalongan

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Kakak-beradik Siswanto dan Joko mungkin satu-satunya perajin wayang kulit di Kabupaten Pekalongan. Meski makin menurun, hingga kini mereka masih dapat pesanan. Sebelumnya pernah menerima pesanan dari dalang-dalang kondang di Jawa Tengah hingga pernah didatangi langsung orang Jerman.

Di ruang sempit itu Siswanto, 45, tengah fokus dengan kulit sapi bahan baku wayang kulit. Adiknya, Joko juga demikian. Meski begitu, mereka tetap melayani pembicaraan dengan RADARSEMARANG.COM.

Mereka berdua kakak-adik. Warga Pait, Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan. Siswanto mulai bergelut dengan produksi wayang kulit sejak kelas III SD. Itu sekitar tahun 1980-an. Sementara Joko menyusul tak lama dari itu.

“Keahlian ini kami dapat dari mendiang bapak,” kata Siswanto sambil meletakkan alat penatah dan palu.

Ia menghentikan aktivitasnya untuk melayani koran ini. Joko masih tetap fokus. Wayang yang tengah mereka kerjakan itu merupakan pesanan dari Pemalang.

Ayah mereka ternyata dalang ternama di Kabupaten Pekalongan pada zamannya. Namanya Ki Gondo Margono. Terkenal sebagai dalang Wayang Purwa sekaligus perajin wayang kulit sejak 1959. Ia lahir dan berasal dari Solo dan akhirnya tinggal di Kabupaten Pekalongan.

“Kami awalnya hanya bantu-bantu bapak. Lama-lama bisa dan sampai sekarang,” ucapnya.

Pada 1982, ayahnya meninggal. Siswanto berbekal keahlian dari mendiang ayahnya itu, akhirnya mengambil alih Sanggar Wayang Kulit Cokro Kembang. Siswanto dan Joko pun mulai dikenal sebagai perajin wayang kulit di Kabupaten Pekalongan.

“Kami mulai menggarap pesanan-pesanan. Dulu masih banyak. Sebulan bisa masuk lebih dari 30-an wayang. Sekarang, apalagi pandemi, 10 wayang saja sudah baik,” ungkapnya.

Siswanto dan Joko pernah menerima pesanan dari dalang-dalang kondang di Jawa Tengah. Sebut saja, almarhum Ki Enthus Susmono, Kukuh Bayu Aji, Bina Setyo Aji, hingga Anom Rusdi.

“Pernah orang Jerman datang langsung ke sini dan memesan. Saya agak lupa itu kapan,” ucapnya.

Satu karakter wayang dibandrol mulai Rp 500 ribu- Rp 5 juta. Bergantung ukuran dan kerumitan. Sementara untuk satu set wayang lengkap dengan gunungan dan pelengkap lainnya dibandrol mencapai Rp 200 juta.

“Yang paling banyak dipesan sih Werkudara, Semar, dan Bagong,” katanya.

Pengerjaan satu karakter wayang, kata Siswanto, butuh waktu satu-dua minggu. Tahap yang paling lama, lanjut dia, tentu saja saat menatah. “Karena itu yang paling menentukan bentuk. Butuh kesabaran dan ketelitian,” ungkapnya.

Siswanto dan Joko bukan tak punya keinginan untuk melestarikan keahlian membuat wayang kulit. Ia bermimpi ingin mengajak dan membuka pelatihan untuk anak-anak. Sempat akan ia coba, namun sepi peminat.

“Akhirnya saya paling dikit-dikit mengajari anak saya. Semoga bisa tetap lestari,” harapnya. (nra/aro)

 

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya