RADARSEMARANG.COM, Slamet Riyanto terlihat sibuk menghitung uang di meja kasir. Kepalanya menunduk. Jari-jarinya terus bergerak. Menata dan memisahkan uang berdasarkan pecahan rupiah.
Wartawan koran ini sampai di pintu warung, pandangannya langsung berubah. Dia kaget. Dia kira, wartawan koran ini adalah pembeli yang harus segera ia sambut.
Begitulah kira-kira respons Slamet kalau kedatangan pembeli. Langsung merespons. Tidak cuek, sampai pembelinya duduk sendiri. Baru melayani kalau pembeli akan memesan menu. “Saya memang senang menyapa pembeli Mbak,” akunya itu adalah pelayanan pertama yang akan memberikan kesan pada pembeli.
Ceritanya jadi menarik. Slamet mengingat salah satu pelanggannya dari Semarang yang selalu jajan di warungnya, ketika melintas di Jalan Magelang-Jogjakarta atau arah Jogjakarta-Magelang.
“Beliau itu sudah sepuh, terkesan karena saat datang ke sini, saya membantu mendorong kursi rodanya. Saat mau pulang, saya bantu lagi dan saya doakan juga,” ungkapnya.
Kerap mendoakan pembeli, ternyata menancap di hati pelanggan. Cerita mengesankan ada lagi. Ia didatangi warga asal Condongcatur, Sleman, Jogjakarta. Dia diminta menemui seseorang, tak lain adalah pelanggannya.
“Ada pelanggan yang ingin sekali ketemu saya sebelum meninggal. Beliau menyampaikan kepada saya, aku wes ora kuat, mungkin wes ora iso mampir ning warungmu, dingapuro nek akeh salah, dongakke aku diparingi gampang,” ucapnya lirih menirukan perkataan orang tersebut, sampai dia tak sadar, matanya sedikit berair.
Dia yang tadinya bersemangat bercerita, mendadak mellow. “Saya memang menjadikan pelanggan adalah saudara,” ujarnya.
Hal seperti ini yang dia harapkan ada pada diri putra keduanya, Rio Rifky Prasetyo. Kelak, usaha soto, kupat tahu dan tahu gimbal akan diwariskan kepada Rio. “Anak pertama saya perempuan, sudah menikah,” imbuhnya.
Selama wartawan koran ini berkunjung ke warung Slamet, Rio tidak pernah ada di tempat. “Dia baru saya sekolahkan, hahaha,” celetuknya sambil tertawa.
Sekolah yang dia maksud adalah tempat kerja Rio saat ini. Sebuah perusahaan besar yang menempatkan Rio sebagai sales atau marketing. “Ceritanya, anak saya ini pernah bantu saya. Tapi belum disiplin.
Mungkin masih terbawa suasana ikut orang tua, jadi anaknya nyantai. Lalu saya minta kerja dulu deh. Ikut orang,” ungkapnya. Secara khusus dia minta Rio mendaftar menjadi sales. Persis seperti dirinya dulu.
Menurut dia, posisi ini seperti gudang ilmu dan pengalaman dalam mengelola usaha. “Dia bisa memahami tentang pemasaran, administrasi, dan sistem pelayanan,” ujarnya. (put/lis)