29 C
Semarang
Saturday, 21 December 2024

Ramah Lingkungan, Sudah Ditawari Ekspor ke Malaysia

Pandemi Covid-19, Kelompok Usaha Perempuan Desa Paremono, Mungkid Produksi Kain Ecoprint

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Kemandirian sejumlah perempuan Desa Paremono, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, semakin tumbuh di masa pandemi Covid-19. Mereka membentuk Kelompok Usaha Perempuan (KUP) Corak Alam Ecoprint yang memproduksi kain ecoprint ramah lingkungan.

RIRI RAHAYU, Mungkid, Radar Semarang

SEJUMLAH ibu rumah tangga (IRT) tengah berkumpul di kediaman Ita Sarifah, Ketua KUP Corak Alam Ecoprint, Sabtu (18/9) pagi. Mereka terlihat kompak menggulung kain yang di atasnya dibubuhi dedaduan. Ya, mereka sedang memproduksi kain ecoprint.

Di sela kegiatan produksi, Ita Sarifah bercerita. KUP Corak Alam Ecoprint terbentuk di masa awal pandemi. Ketika banyak kalangan meributkan soal bantuan dari pemerintah.

“Akhirnya kami sepakat bikin usaha bersama biar nggak bergantung bantuan pemerintah. Bikin KUP kain ecoprint,” ujar Ita kepada RADARSEMARANG.COM, Sabtu (18/9).

Hingga kini mereka memang masih konsisten memproduksi. Meskipun tidak setiap hari. Sekali produksi, biasaya Ita dan rekan-rekannya membuat empat hingga lima kain ecoprint.

Proses pembuatan kain ecoprint melewati beberapa tahap. Pertama, securing. Yakni, mengeluarkan zat-zat kimia dari kain. Setelah itu, kain direbus menggunakan soda ash dan dikeringkan.

Tahap selanjutnya, mordan. Yakni, mencapur kain dengan tawas, tunjung, cuka, dan soda kue. Selanjutnya dijemur dan dicuci bersih. Jika sudah, proses berlanjut ke tahap printing. Daun-daun ditata di kain utama. Kemudian ditutup kain blanket, untuk mentransfer warna, dan digulung.

“Dikukus 1,5 jam. Setelah itu dibuka, diangin-anginkan sampai kering,” jelasnya.

Ita menerangkan, tidak semua daun bisa digunakan untuk membuat kain ecoprint. Daun-daun yang digunakan, yakni daun yang kandungan taninnya tinggi. Biasanya ditandai dengan rasanya yang pahit. Misalnya, daun jati, daun tabebuya, daun lanang, daun jarak merah, daun sonokeling, daun kenikir, dan daun kalpataru.

“Yang taninnya rendah kalau dicetak cuma bayang-bayang. Seratnya nggak bisa keluar,” ujarnya.

KUP ini menjual kain per potong mulai harga Rp 150 ribu. Pemasarannya dilakukan secara daring melalui Instagram. Sasarannya para pecinta lingkungan. Mengingat kain ecoprint merupakan produk ramah lingkungan. Semuanya menggunakan bahan alami.

“Kainnya serat alami, seperti sutra,” kata Ita. “Kemarin habis menjual Rp 1 juta ke temen saya. Mau dikirim ke Amerika buat hadiah temannya,” sambungnya.

Wakil KUP Corak Alam Ecoprint Zumrotul Inayati menambahkan, keunggulan produk ecoprint, yakni sifatnya yang eksklusif. The only one. Jika membuat seragam pun, hasilnya akan berbeda. Yang sama hanya dasarnya.

“Detailnya berbeda. Nggak bisa sama kayak kalau bikin batik,” kata Zumrotul.

“Kadang daun sudah ditata sedemikian rupa. Tapi kan daun nggak ada yang benar-benar sama, Mbak,” sambung Ita.

Anggota KUP Corak Alam Ecoprint masih berasal dari kalangan ibu-ibu PKK. Namun tidak menutup kemungkinan untuk menggaet anak muda. Terlebih di Kabupaten Magelang ada program PKK Milenial.

Selain itu, kata Ita, pihaknya juga sudah ditawari ekspor ke Malaysia. Sudah masuk kurasi. Namun sementara mereka masih membuat kode-kode kain. “Semoga lolos. Kalau lolos bisa menambah teman-teman lain, seperti remaja,” ucap Ita.

Produk ecoprint KUP ini juga dipersiapkan untuk mendukung desa wisata. Menjadi produk unggulan. Namun karena situasi masih pandemi, Ita mengaku saat ini pihaknya masih dalam tahap berbenah dan persiapan.

Mereka juga mulai mencoba membuat produk jadi untuk meningkatkan nilai produk. Di antaranya, dengan membuat kain ecoprint menjadi masker dan tas. “Semoga semakin maju dan bisa ekspor. Kalau disandingkan dengan desa wisata, nanti juga bisa untuk bikin workshop,” katanya. (*/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya