30 C
Semarang
Sunday, 15 June 2025

Sembilan Kali Dilaporkan, Diancam Warga Pakai Golok

Joko Pamungkas, Lulusan SD yang Merintis Kampung Wisata River Tubing Mayangsari, Semarang

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Joko Pamungkas hanya lulusan SD. Namun pria 38 tahun ini yang menginisiasi pembangunan tempat wisata river tubing di Kampung Mayangsari, Kelurahan Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.

HAWIN ALAINA, Radar Semarang

BERAWAL dari Komunitas Peduli Sungai yang diikuti Joko Pamungkas sejak 2010. Ia bersama teman komunitas melihat kampungnya memiliki potensi wisata arung jeram. Maka sejak 2013, ia mengajak komunitasnya untuk kampanye tidak membuang sampah di sungai. Selain itu, ia juga mengajak komunitasnya rutin membersihkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kreo yang merupakan hulu tempat wisata river tubing Mayangsari.

“Waduh sulit Mas menyadarkan warga. Bahkan sampai sekarang,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.

Meski sulit, pria yang akrab disapa Joko Gondrong ini hendak menyulap sungai yang selama ini identik dengan sampah dan bahaya banjir itu menjadi tempat wisata. Ia mengatakan, dua tahun setelah ide itu muncul, sedikit demi sedikit sampah di sungai mulai berkurang. Baru pada 2015, Joko berani membuka wisata river tubing. Ia menyewakan peralatannya, sekaligus menjadi pengelola tempat wisata tersebut.

Berjalannya waktu, tempat wisata air ini mulai berkembang. Terutama setelah mendapat kucuran dana melalui progam Kampung Tematik dari Pemkot Semarang pada 2018.

Joko bercerita, saat itu dana untuk pembangunan wisata river tubing Mayangsari sebesar Rp 200 juta. Kucuran dana itu juga yang menjadi masalah. Beberapa ketua RT dan RW saat rapat mengusulkan untuk dibagi per RT Rp 10 juta. Tidak ingin usaha yang Joko dan kawan-kawannya selama ini percuma, ia pun getol menentang usulan tersebut. Berbekal belajar mengenai aturan anggaran secara otodidak, Joko menegaskan kalau dalam aturannya dana tersebut digunakan untuk mempercantik wisata river tubing, dan bukan dibagi-bagi per RT. Pelan-pelan ia memahamkan anggota rapat. Kalau ke depannya, tempat wisata itu juga akan bermanfaat ke masyarakat.

”Sampai debat panjang Mas untuk mempertahankan itu. Alhamdulillah bisa menang,” akunya.

Mantan sopir luar kota ini mengaku kaget mendapat uang Rp 200 juta di rekeningnya. Agar tidak menjadi masalah di kemudian hari, ia berkonsultasi ke Manajer Advokasi Pattiro Semarang, Amri Wijayanto. Dari situ, ia memutuskan agar anggaran yang diterima, dilelang pengerjaannya. Sehingga ia cukup memantau pembangunan tempat wisata river tubing tersebut.

Masalah tidak hanya dalam hal anggaran saja. Joko mengaku sudah sembilan kali dilaporkan. Kasusnya bermacam-macam. Di antaranya, dituduh eksploitasi sungai, perusakan lingkungan, dan sengketa tanah. Semua laporan ia hadapi dengan advokasi dari Pattiro Semarang.

Ia bercerita, paling ekstrem adalah saat mendapat ancaman dari warga. Pernah ada warga datang ke rumahnya sambil membawa golok. Untungnya, Joko masih memiliki kesabaran, sehingga ia tidak tersulut emosinya. “Sebisa mungkin saya bersabar Mas. Nek diladeni yo tambah dowo masalahe,” ujarnya.

Belajar dari masalah-masalah yang menerpa, Joko mengaku sangat beruntung memiliki teman yang solid. Selalu fokus pada tujuan awal, yakni membangun tempat wisata. “Perjuangan ini berat Mas, akeh dukane semua itu demi kebersamaan,” katanya.

Perjuangan panjang tersebut sekarang mulai dapat dilihat hasilnya. Joko mengatakan, saat ini dirinya dapat pemasukan dari pengelolaan wisata river tubing. Sehingga pada akhir 2019, ia berani meninggalkan pekerjaan utamanya, sopir luar kota. Ia fokus mengelola tempat wisata tersebut. Sekarang banyak warga sekitar yang antre ingin berjualan di objek wisata tersebut. Padahal dulunya, ia bersama teman-temannya sering dipandang sebelah mata. Walaupun begitu, ia tidak menyimpan rasa dendam.

“Sebagai ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), saya harus bijaksana, Mas. Sing uwis biyen yo uwis,” ujarnya.

Masalah belum selesai sampai di situ. Baru-baru ini banyak pihak yang ingin mengakuisisi tempat wisata tersebut. Walaupun banyak juga instansi yang mendukungnya. Joko mengaku akan terus berjuang. Karena perjuangannya sudah panjang, dan sudah akan menemui titik balik.

“Sekarang sih belum menikmati hasilnya. Namun saya melihat kayaknya kurang dua langkah lagi akan dapat emas,” katanya optimistis.

Ke depannya, Joko ingin tempat wisata tersebut tetap dikelola oleh masyarakat. Sedikit atau banyaknya keuntungan yang akan didapat tidak menjadi fokus utama. Ia ingin masyarakat memiliki kemandirian. “Kalau dikelola sendiri lebih fleksibel, Mas. Kita dapat memantau perkembangannya,” tandasnya. (*/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya