RADARSEMARANG.COM, Berkaca pada generasi lama yang kurang terliterasi, Afif Farid dan rekan-rekannya berinisiatif membentuk komunitas literasi anak. Namanya Kaki Mungil. Berkonsep taman baca. Kaki Mungil ini memiliki kegiatan bermacam-macam.
RIRI RAHAYUNINGSIH, Mungkid, Radar Semarang
TAMAN Baca Kaki Mungil di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, berdiri pada tahun 2020. Kaki Mungil diinisiasi para pemuda setempat. Ketua Kaki Mungil Afif Farid menuturkan, Kaki Mungil ditujukan untuk mengenalkan anak-anak Dusun Keron tentang literasi dan sebagainya. Harapannya, mereka memiliki banyak kegiatan positif.
Kaki Mungil bermarkas di salah satu rumah warga yang sudah diatur sedemikian rupa. Sekat-sekatnya dibuka, sehingga hanya menjadi sebuah ruangan kosong. Berlantai plester, ruangan tersebut berukuran sekitar 7 x 5 meter. Di dinding sisi kanan dan kiri terpasang cermin besar. Sementara buku-buku ditata dalam rak kayu di ruang kecil di belakang.
“Ini rumah Mas Anton. Dia lulusan ISI Jogjakarta dan ingin rumahnya menjadi pusat kegiatan,” ujar Farid ketika ditemui RADARSEMARANG.COM, Minggu (29/8). “Sekarang Mas Anton kerja di Afrika,” imbuhnya.
Dalam praktiknya, Kaki Mungil bukan sekadar taman baca. Kegiatannya bukan sekadar baca tulis. Dengan konsep bermain dan belajar, berbagai pelatihan keterampilan juga diajarkan di Kaki Mungil. Mulai dari keterampilan berbahasa Inggris, menari, membuat kerajinan dari tanah liat, hingga membuat kostum dari plastik bekas. Mereka juga sering berkegiatan di luar ruangan, seperti di sawah ataupun di sungai.
Kegiatan rutin dilakukan saban Minggu pagi. Biasanya mulai dari pukul 08.00 hingga 10.10. Mayoritas peserta merupakan anak-anak usia sekolah dasar (SD).
Pantas saja, ketika RADARSEMARANG.COM berkunjung pada Minggu (29/30) sekitar pukul 09.30, belasan anak berkumpul di sanggar. Ada yang membaca komik. Ada yang hanya bermain.
Farid lantas mengumpulkan mereka untuk duduk melingkar. Kemudian meminta mereka memperkenalkan diri satu per satu di depan. Tak hanya menggunakan bahasa Indonesia, tapi juga menantang mereka untuk memperkenalkan diri menggunakan bahasa Inggris.
Sebetulnya pengisi kegiatan di Kaki Mungil bukan hanya Farid dan rekan-rekannya. Tak jarang, Farid mengundang volunter dari luar. Bisa dari masyarakat umum, mahasiswa, dan komunitas dengan bidang masing-masing. “Minimal sebulan sekali. Biar adik-adik nggak bosan,” ujar pemuda berambut gondrong ini.
Lukman Sabili, salah satu anak didik, pun mengaku senang berkegiatan di Kaki Mungil. Bocah kelas 4 SD ini paling senang membaca buku cerita tentang hantu. Salah satu buku yang dia baca berjudul “Legenda Hantu Jakarta”. “Ada cerita tentang Si Manis Jembatan Ancol,” kata Lukman malu-malu.
Ihwal biaya kegiatan, Kaki Mungil bergerak secara swadaya. Bersyukur, kata Farid, Kaki Mungil sering menerima donasi. Biasanya dari volunter yang mengisi kegiatan di komunitas ini.
Melalui apa yang diupayakan Kaki Mungil, Farid berharap anak-anak Dusun Keron menjadi anak-anak yang terampil. Bisa melakukan banyak hal. Termasuk bisa berbagi ilmu dengan anak-anak seusia mereka di luar. “Semoga ke depann anak-anak lebih semangat. Punya mental yang kuat. Bisa menginspirasi,” tutur Farid. (*/ida)