RADARSEMARANG.COM, Limbah plastik kerap dibuang begitu saja, atau hanya dibakar. Namun di tangan Adi Luhung Bagas Putra Kinasih, limbah plastik disulap menjadi hiasan akuarium yang bernilai jual tinggi.
NITA ALDA RIYANI, Ungaran, Radar Semarang
RUMAH itu dipenuhi hiasan akuarium warna-warni. Modelnya juga berbeda-beda. Beberapa hiasan akuarium ditaruh di halaman rumah yang masih dalam proses pengeringan. Bisnis kerajinan itu ditekuni Adi Luhung Bagas Putra Kinasih sejak 8 tahun lalu. Pria 23 tahun ini menjalankan usaha ini sejak ayahnya meninggal.
Dia bercerita, awalnya dia dan almarhum ayahnya main ke pasar ikan hias. “Dulu lihat kok akuarium isinya cuma kayu, batu-batuan biasa, dan disitu timbul ide membuat hiasan akuarium dari semen,” ceritanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Warga Dusun Cemanggah Kidul, Desa Branjang, Kecamatan Ungaran Barat ini mengaku, sudah ada lebih dari 40 motif hiasan akuarium dengan ide yang terlintas di benaknya “Idenya ada yang dari alam, dan kadang pas jalan-jalan ada yang terpikir sendiri,” ujarnya.
Bagas – sapaan akrabnya—mengaku, dalam membuat hiasan akuarium membutuhkan semen, pasir dan cat. Juga beberapa bahan lainnya, seperti akar tumbuhan hama kebun dan limbah plastik.
“Dulu kepikiran dengan limbah plastic, karena pengin bikin motif bonsai dengan bahan yang gak terlalu butuh modal banyak, dan bisa terjangkau harga jualnya, terus timbul ide dari bahan limbah plastik. Kalau dilihat plastik pas dibakar bisa kayak akar kayu lapuk, dan ini rencana mau buat juga dari bahan kain perca,” ujar putra pasangan Sri Rejeki dan almarhum Agus Riyanto ini.
Pria kelahiran 13 November ini mengaku, dalam sehari bisa membuat 50 sampai 100 hiasan, dan untuk pemesanan menerima minimal 100 biji, dengan per model minimal 5 sampai 10 biji. Produk kerajinannya ini dikirim ke berbagai daerah, seperti Kota Semarang, Kediri, Bontang, dan sejumlah daerah lainnya di Kalimantan, Sumatera dan Bali. Ia juga memiliki 10 lebih reseller.
Untuk harga produknya, untuk penjualan grosir mulai Rp 2 ribu sampai Rp 50 ribu. Sedangkan untuk eceran mulai Rp 5 ribu sampai Rp 100 ribu tergantung motif. “Untuk omzet perbulannya kalau sepi minim Rp 3 juta-Rp 4 juta, dan kalau rame bisa Rp 10 juta lebih,” ungkapnya.
Untuk pembuatan hiasan akuarium ini, ia dibantu ibu dan adik-adiknya. “Untuk kendalanya di lambatnya produksi, soalnya kita buat tanpa cetakan, bener-bener handmade, jadi agak sulit kalau mencari karyawan,” ujarnya.
Bagas mengusung nama brand Anto Aquarium & Art. Anto merupakan nama panggilan mendiang ayahnya, Agus Riyanto, dan art berarti seni.
Tak pelit ilmu, sebelum pandemi, Bagas juga sering memberikan edukasi pembelajaran tentang tata cara membuat hiasan akuarium kepada siswa SD di rumahnya.
Dia juga mengaku, pandemi Covid-19 tidak berpengaruh dengan penjualan hiasan akuarium, karena dia sudah punya pasar tetap. “Alhamdulillah orderan dari luar kota dan luar Jawa justru meningkat,” katanya penuh syukur. (*/aro)