RADARSEMARANG.COM, Banyak warga yang positif Covid-19 menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah masing-masing. Selama isoman, tak sedikit penderita yang didampingi perawat panggilan. Salah satu perawat freelance itu adalah Choirul Umam.
HAWIN ALAINA, Radar Semarang
SELAMA hampir setengah bulan, Choirul Umam “dikontrak” untuk merawat lima pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah masing-masing. Ia melakukannya sejak akhir Juni hingga pertengahan Juli lalu. Kini, kelima pasiennya itu sudah dinyatakan sembuh alias negatif Covid-19.
Choirul Umam menceritakan, ia menjadi perawat panggilan pasien isoman Covid-19 awalnya dimintai tolong oleh temannya. Sang teman meminta Choirul untuk merawat mertuanya yang terinfeksi Covid-19. Sebelumnya, dia hanya merawat pasien-pasien yang sakit ringan. “Jadi, saya selama ini memang sudah menjadi perawat freelance, dan tidak terikat dengan rumah sakit,” ujar alumnus sebuah akademi keperawatan ini kepada RADARSEMARANG.COM, Kamis (22/7).
Ia mengakui, awalnya sempat takut saat merawat pasien Covid-19. Ia khawatir akan tertular penyakit mematikan tersebut. “Tapi rasa takut itu nggak saya terus-terusin, apalagi dimintai tolong oleh teman sendiri, mau nolak nggak enak,” katanya.
“Saya ekstra hati-hati saat merawat pasien Covid-19, Mas, yang penting prokes (protokol kesehatan) lengkap, dan yakin bismillah,” tambah pria 25 tahun ini.
Dikatakan, kali pertama yang dilakukan sebelum menemui pasiennya adalah cuci tangan pakai sabun dan hand sanitizer. Selain itu, memakai masker rangkap dua, dan terkadang rangkap tiga. “Tidak lupa pakai sarung tangan juga,” katanya.
Setelah selesai memeriksa pasien, ia kembali mencuci tangan. Dan, sampai rumah, ia memisahkan baju yang telah dipakai dan langsung mandi.
“Kalau pencegahan dari dalam diri saya sendiri. Biasanya saat siang saya mengajak pasien berjemur, saya juga ikut berjemur. Ditambah, pagi hari olah raga yoga pernafasan secara rutin, makan buah-buahan, serta tidur malam yang cukup,” bebernya.
Pasien isolasi mandiri yang dia rawat total ada lima orang. Semuanya lansia usia 70-an tahun. Tinggalnya di daerah Sendangguwo tiga orang, Kedungmundu satu orang, dan Ngaliyan satu orang. Rata-rata pasiennya menderita Covid-19 bergejala ringan. Dia merawat pasien dari pagi sampai sore hari. Sedangkan malam hari, dia harus siap siaga apabila ada laporan dari keluarga pasien yang membutuhkan perawatan.
“Sebenarnya pasien yang saya rawat adalah pasien bergejala ringan, tapi karena sudah tua, anaknya menyuruh saya untuk merawatnya biar lebih aman,” akunya
Rata-rata pasien lansia yang dirawatnya sembuh dalam waktu dua pekan.
Dia mengatakan, yang terpenting dalam merawat lansia, selain pola makan yang teratur, juga harus bisa memberikan semangat untuk bisa sembuh dari Covid-19, karena efek psikologislah yang menentukan cepat atau lambatnya pasien sembuh.
“Sudah sepuh Mas, apalagi kalau tahu ada tetangga yang meninggal karena covid tambah down, makanya saya harus selalu memberikan semangat,” ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, soal gaji, dia tidak mematok harga untuk jasanya merawat pasien, namun biasanya keluarga memberinya uang Rp 100 ribu, untuk sehari merawat.
“Karena saya bukan perawat resmi dari puskesmas atau rumah sakit, ya untuk bayaran seikhlasnya, Mas,” ungkapnya.
Dia menuturkan, walaupun memiliki ijazah D-III keperawatan, dia belum ingin terikat dengan instansi, apalagi masa pandemi sekarang ini, tenaga kesehatan (nakes) harus memiliki fisik dan niat yang kuat.
“Kalau terikat dengan rumah sakit atau Puskesmas, tawaran sih banyak, Mas. Namun saya lebih memilih merawat pasien rumahan, Mas,” ucapnya.
Soal alasannya memilih itu, dia mengatakan karena waktunya lebih fleksibel, dan dapat membantu mengurangi pasien yang dirawat di rumah sakit. Terlebih, dia memiliki klinik terapi bekam dan pijat di rumahnya, yang setiap saat harus siap jika ada pasien datang.
“Pasien isolasi mandiri kan sekarang banyak, sehingga saya lebih memilih untuk merawat yang isolasi mandiri saja, Mas, waktunya fleksibel,” tandasnya. (*/aro