RADARSEMARANG.COM – Baru terbentuk 1 Juli 2021, TKC Demit MDMC/MCCC Kamboja, Kabupaten Magelang langsung mendapat tugas mulia. Memakamkan jenazah dengan protokol kesehatan tanpa dibayar. Seperti apa?
Menjadi relawan memang bukan perkara mudah. Kadang sudah berkorban, keluar uang pribadi, masih dicibir orang. Itulah yang dirasakan para personil Tim Kubur Cepat (TKC) Demit Muhammadiyah Disaster Management Center/Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MDMC/MCCC) Kamboja Kabupaten Magelang. Tapi mengapa mereka masih begitu semangat? Pedomannya hanya satu. Kembali pada niat.
“Sebaik-baik umat adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Itu saja yang kami ingat-ingat,” tutur Ikhwan Haris, anggota Tim Kamboja Kabupaten Magelang, dari Komando Kesiapsiagaan Anak Muda Muhammadiyah (KOKAM) Kabupaten Magelang.
Dikatakan, kalau hanya sibuk mengurusi omongan miring di luaran, utamanya mereka yang tidak percaya adanya Covid-19, habis sudah energi tubuh. Lalu, bagaimana dengan kelanjutan Tim Kamboja? Siapa lagi yang akan mengabdi di sana? Itulah yang mereka pikirkan. Sebagai senjata diri untuk terus bertahan, dan rela berkorban.

Tim ini sengaja dibentuk oleh organisasi Muhammadiyah. Berisikan relawan-relawan dari berbagai bidang program kerja organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah, di Kabupaten Magelang. Tugasnya, spesialisasi pemakaman dengan prosedur protokol kesehatan (prokes) Covid-19. Baik untuk warga muslim, dan nonmuslim. Secara resmi, Tim Kamboja Kabupaten Magelang lahir 1 Juli 2021, malam. Paginya langsung action di lapangan. Sampai sekarang, sudah melayani sembilan kali pemakaman.
Koordinator Tim Kamboja Kabupaten Magelang Tri Susanto menyambung, agar diterima menjadi anggota Tim Kamboja, harus penuhi lima syarat. Yakni, wajib sehat, ikhlas tugas tanpa upah, mendapat izin keluarga, siap dibutuhkan kapan saja, dan harus menaati standar opersional prosedur (SOP) yang sudah ditentukan. “Kurang satu syarat, nggak bisa,” tandas pria yang akrab disapa Pencok ini.
Anggota MDMC Kabupaten Magelang ini menambahkan, sampai sekarang, Tim Kamboja punya 34 anggota. Merata hampir di setiap kecamatan, ada perwakilannya. Jumlah ini diklaim cukup. Karena sekali pemakaman, 10 personil diterjunkan. Mereka dibagi tugas. Delapan orang memakai alat pelindung diri (APD) level 3. Pakai hazmat atau coverall, kacamata google, pelindung wajah, masker berlapis, sarung tangan, dan sepatu boots. Dua orang lainnya, membantu proses persiapan.
“Kalau masih memerlukan pelayanan mobil ambulans dari MDMC, kami siap terjunkan dua orang lagi untuk driver ambulans itu,” tambahnya yang juga punya tim pemulasaraan jenazah Covid-19.
Timnya selalu siaga. Begitu ada panggilan masuk, langsung bergegas menuju lokasi titik kumpul (tikum) yang sudah disepakati. Barulah mempersiapkan segala sesuatunya, sebelum tempur.
Wartawan koran ini melihat langsung persiapan Tim Kamboja di sebuah sekolah swasta, di wilayah Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Kamis, (8/7) pagi. Sekitar satu jam lamanya.
Satu persatu, APD itu dipakai. Ancang-ancang mereka begitu matang. Ada tim yang bertugas mengecek kelayakan pemakaian APD. Ditelili jangan sampai ada bagian yang berongga.
“Tiap sambungan kita lakban, jangan sampai ada celah virus masuk ke badan,” imbuhnya.
Sekitar 10 menit sebelum jenazah tiba dengan mobil ambulans, anggota Tim Kamboja mempercepat persiapannya. Mereka langsung berbaris untuk pengarahan. Ditutup doa bersama untuk kelancaran urusan mereka. Kemudian menuju titik pemberangkatan jenazah dengan berjalan kaki.
Begitu ambulans jenazah tiba, tim langsung berlari. Mengambil posisi salat jenazah. Setelah itu, pintu mobil dibuka, dan disemprotkan cairan disinfektan ke dalamnya. Cara ini tak putus, sampai peti jenazah diturunkan ke liang lahat.
Baru melihat lamanya persiapan awal mereka saja, wartawan koran ini sudah membayangkan. Betapa gerah yang mereka rasakan. Benar saja, begitu proses pemakaman selesai, dan APD itu dilepas, mereka nampak mandi keringat. Nyaris tidak ada bagian tubuh yang kering. Semua basah.
“Rasanya pengap. Panas Mbak,” aku warga Srumbung, Kabupaten Magelang itu.
Pencok mengaku, APD itu hanya sekali pakai. Membelinya dari uang iuran anggota, para donatur, dan dukungan LazisMu. Kira-kira, anggaran yang dikeluarkan untuk sekali pemakaman Rp 600 ribu.
“Kita ini dari latar belakang relawan, jadi di luar kasus Covid-19, kami sudah sering respon dengan biaya mandiri,” ungkapnya.
Selesai dipakai, APD itu langsung diminta oleh tim Puskesmas setempat untuk dimusnahkan. Selama proses pemakaman, Tim Kamboja juga terlihat didampingi personil TNI dan Polri.
Walau sudah didampingi dari unsur lain, pemakaman Covid-19 tetap terasa sepi. Tidak ada rombongan pelayat yang mengantarkan jenazah sampai ke peristirahatan terakhir. Jangankan itu, keluarga saja tidak dibolehkan. Hanya bisa melihat dari kejauhan.
“Kadang ini bikin nggak kuat hati. Melihat keluarganya nggak boleh mendekat itu rasanya sedih sekali. Sebenarnya nggak ingin menangis, tapi kadang, air mata itu keluar sendiri. Bagaimana kalau itu menimpa keluarga saya,” ucapnya lirih.
Ikhwan Haris kembali bergabung dalam obrolan ini. Ia tahu bahwa menjadi relawan pemakaman Covid-19 punya risiko tinggi. Karena itu, seusai pemakaman langsung mandi, dan mencuci pakaian.
Bahkan tidak berani berdekatan dengan anggota keluarga. Sebagai antisipasi. Kalau-kalau, dirinya membawa virus ke rumah. “Istilahnya, kita sadar diri. Di rumah, tetap harus jaga jarak,” ucap pria yang akrab disapa Bang Gigi itu.
Agar tetap sehat, ia rutin berolahraga, menjaga pola makan, dan istirahat cukup. “Selalu merasa bahagia, biar imunnya meningkat. Hehehe,” ucap warga Dukun, Kabupaten Magelang itu.
Ia juga menaruh harapan besar pada masyarakat, untuk saling menghargai, dan menaati prokes demi orang-orang tercinta. “Untuk keluarga, ikhlaskan kami untuk tetap menjadi Tim Kamboja,” katanya. (put/aro)