RADARSEMARANG.COM – Kopi asal Dusun Kerug, Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang tengah naik daun. Kopi yang kali pertama dikembangkan oleh Ismoyo itu kini banyak dicari oleh para pecinta kopi tanah air maupun mancanegara.
Tinggal di lereng Bukit Menoreh, Kabupaten Magelang, membuat Ismoyo tergerak untuk mengembangkan sektor pertanian. Salah satunya adalah kopi. Ia mulai serius menanam kopi sejak 2016. Berawal dari kegelisahan terkait rencana pembelian lahan pertanian oleh seorang investor.
“Alasan bertani kopi sepele. Karena dulu ada orang mau beli tanah pertanian 5 hektare. Sehingga saya meyakinkan petani untuk menanam kopi supaya tanahnya tidak dijual,” ujar Ismoyo ketika ditemui RADARSEMARANG.COM di rumahnya di Dusun Kerug, Desa Majaksingi, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang.
Pria 60 tahun ini mengatakan, awalnya ide menanam kopi tersebut disepelekan. Kebanyakan petani setempat lebih memilih menanam komoditas yang lain, salah satunya jagung.
Namun lambat laun, banyak yang tertarik. Setelah Ismoyo berhasil mengembangkan olahan kopi. Ia belajar mengolah kopi dari salah satu teman di Kulonprogo, DI Jogjakarta. Ia juga mengikuti sejumlah pameran. Meskipun cara produksinya masih sederhana, berkat kegigihannya, kopi yang ia olah mulai dilirik sejumlah pihak. Salah satunya Taman Wisata Candi Borobudur (TWCB) yang memberi nama kopinya Borobudur Coffee.
“Dulu saya koordinasi dengan pihak TWCB terkait nama. Oleh mereka disetujui namanya menjadi Borobudur Coffee,” jelas bapak dua anak ini.
Ismoyo pun mulai menyematkan brand Borobudur Coffee. Ia juga semakin bersemangat untuk mengembangkan kopinya tersebut. Selain sering mengikuti pameran, saat itu Ismoyo mulai mengajukan proposal pengadaan alat pengolahan kopi. Tujuannya, supaya hasil olahan kopi lebih berkualitas.”Saya juga ikut pelatihan budidaya kopi saat itu” katanya.
Kopi yang ditanam mayoritas jenis robusta. Namun ia juga menanam kopi jenis arabika. Kata dia, ciri khas Borobudur Coffee yakni memiliki cita rasa moka. Dipengaruhi oleh struktur tanah di Dusun Kerug.”Saya kurang paham kalau untuk pengaruh tanah. Tapi yang jelas kalau Borobudur Coffee yang robusta rasanya khas. Ada rasanya mokanya,” ujar Ismoyo.
Seiring berjalannya waktu, kopi yang dijual pun semakin moncer. Tidak hanya pembeli lokal. Pembeli mancanegara juga banyak yang tertarik.”Kalau pembeli lokal kebanyakan dari wilayah Magelang, Jogjakarta, dan Jakarta. Untuk pembeli luar negeri ada yang dari Denmark, Inggris sampai Perancis,” ceritanya.
Sejumlah tokoh juga pernah datang untuk membeli Borobudur Coffee. Terbaru, pada April lalu, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sempat datang ke rumah Ismoyo. Orang nomor satu di Jateng itu ingin merasakan Borobudur Coffee.
Meski sudah banyak pembeli, Ismoyo bersama kelompok tani Dusun Kerug memilih menjual Borobudur Coffee secara sederhana. Pembeli biasanya langsung datang ke rumah Ismoyo. Meski berada di pelosok desa, tempatnya tidak pernah sepi pembeli.
Dalam sebulan, ia bisa menjual 30 kilogram roast bean Borobudur Coffee. Satu kilogram Borobudur Coffee robusta seharga Rp 120 ribu. Sementara untuk yang arabika Rp 250 ribu per kilogram.”Saya yakin, kalau kopi kualitasnya bagus pasti banyak yang cari. Pembeli akan datang walaupun jauh dan akses jalannya ekstrim,” katanya sambil tersenyum.
Untuk memenuhi rasa penasaran para pecinta kopi, Ismoyo bersama kelompok tani Dusun Kerug juga membuka kedai kopi di rumahnya. Walaupun di pelosok desa, kedainya yang buka 24 jam ini tak pernah sepi.”Biasanya para pengunjung datang untuk minum kopi sambil menikmati sunrise. Karena pemandangan di kedai bagus. Biasanya juga ada menginap,” ujarnya. (man/aro)