RADARSEMARANG.COM – Museum OHD dikenal hingga tingkat dunia. Karena koleksinya yang komprehensif. Dari seni modern, sampai kontemporer Indonesia. Salah satu koleksi tertua adalah karya pelukis modern pertama di Indonesia, Raden Saleh Sjarif Boestaman, 1864.
Museum ini juga disebut-sebut menjadi salah satu museum terlengkap atas perjalanan seni rupa Indonesia. Karya pelukis naturalistik di era Mooi Indie, seperti Wakidi, Abdullah Suriosubroto, dan Pirngadie juga ada di sini. Kemudian Affandi, dan Widayat. Termasuk karya seniman kontemporer Christine Ay Tjoe yang sedang dipamerkan saat ini.
Museum ini milik pribadi. Seorang pengusaha bernama Dr Oei Hong Djien (OHD). Berada di Jl Jenggolo no 14 Kota Magelang. Dia memulai koleksinya pada tahun 1970-an. Lebih dari 2.000 karya seni sudah dikoleksi. Mulai dari lukisan, patung, instalasi, dan seni media baru. Dia ingin Museum OHD bisa menjadi sarana belajar generasi muda. Melihat perkembangan seni Indonesia dari waktu ke waktu, belajar mengapresiasi, menikmati, dan melestarikannya.
“Kita punya koleksi yang komprehensif, sulit, dan historis. Di mana kalau orang mau belajar seni rupa Indonesia, dan sejarahnya, bisa datang ke sini,” aku Dr Oei Hong Djien kepada wartawan koran ini beberapa waktu lalu.
Staf Museum OHD Muhammad Fakhurodin menjelaskan sedang berlangsung pameran bertajuk Fragmen-fragmen Sejarah Seni Rupa Modern Indonesia. Namun karena keterbatasan ruang pamer, hanya beberapa karya yang dipajang. Karya dari berbagai zaman, kelompok, perguruan tinggi seni, dan berbagai gaya seni modern dan kontemporer. Dari generasi tertua Affandi dan seniman old master lainnya, sampai termuda Agung Prabowo kelahiran 1985.“Ada 81 seniman yang dilibatkan. Sebanyak 72 laki-laki, dan sembilan perempuan,” kata Fakhurodin.
Totalnya ada 97 karya. Meliputi karya dua dimensi sebanyak 86 karya, sebagian besar lukisan. Kemudian, 3 dimensi 10 karya, dan satu karya video.
Satu karya milik Bunga Jeruk bertema Selamat Belajar menghiasi ruang pamer Museum OHD. Karya patung anak sekolah dengan kepala menunduk, dan raut wajah sedih. Sekilas menggambarkan beban-beban yang dipikul oleh anak sekolah. Seperti pembelajaran yang di luar kemampuannya, perundungan, atau bahkan merasakan luka karena adanya konflik keluarga.
Fakhurodin menunjukkan karya Pupuk Daru Purnomo bertema Nepal Abstraction. Uniknya ketika lukisan itu difoto menggunakan mode blue negative, hasilnya akan sama persis dengan karya Pupuk Daru Purnomo lainnya. Yang ditata bersebelahan. Namun ukurannya lebih besar.
Karya lain yang menyita perhatian adalah milik Lucia Hartini berjudul Agreement of The Universe. Punya cerita kuat, kembalinya pelukis beraliran surealis itu ke dunia seni setelah beberapa lama vakum.
Fakhurodin menambahkan, museum ini baru dibuka akhir Januari lalu. Tutup lama karena pandemi Covid-19 merebak. Pihaknya mengetatkan pengunjung. Wajib memakai masker, bersuhu tubuh normal, dan mengisi buku tamu dengan memindai kode QR yang terpajang di lorong masuk museum. (put/lis)