RADARSEMARANG.COM, Tiga alumni Universitas Diponegoro (Undip) ini mendirikan bisnis startup. Namanya Indofishery. Ketiganya menjembatani para nelayan dan konsumen ikan segar. Seperti apa?
RAFIKA TRI W-YUFITA CITRA A, Radar Semarang
TIGA alumni Undip itu adalah Abdul Khamid, Fazlur Rahman Aziz, dan Bahtera Sebhastyan. Ketiganya adalah founder startup Indofishery. Startup ini melayani pengantaran ikan secara digital.
Abdul Khamid menceritakan, Indofishery dirintis sejak awal Februari 2019 silam. Saat itu, ia bersama timnya memulai dengan riset prototype Most Valued Business (MVB).
Alumnus Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip ini mengaku, awalnya ia prihatin melihat kondisi nelayan di kampung halamannya di Rembang yang semakin berkurang. Ia pun memanfaatkan teori dan ilmu yang didapat selama kuliah dengan membantu kondisi nelayan di daerahnya, khususnya dalam pemasaran hasil tangkapan ikan.
Berawal dari salah satu program startup di kampus, ia dan dua rekannya mendapat fasilitas inkubator bisnis. Tim Indofishery didampingi mulai dari pembuatan ide startup, tahap eksekusi, desain produk, marketing, pelatihan pendukung, hingga diberi tempat kantor.
Abdul bercerita, saat pengajuan brand Indofish, sempat mendapat penolakan lantaran sudah ada perusahaan lain yang menggunakan nama tersebut. Ia memutuskan untuk rebranding menjadi Indofishery yang memiliki arti lebih luas, dan ke depannnya mudah diingat oleh para customer.
Saat awal merintis startup ini, modal awal dari Abdul dan kedua rekannya yang awalnya tidak memiliki aset apapun. Berkat dari sebuah proses, Indofishery bisa berdiri, dan dipercaya oleh para costumer. Saat itu, promosi penjualan hanya bermodal WhatsApp dan Instagram Ads. Belum memiliki website ataupun aplikasi khusus bisnis. Dari awal niatnya pure membantu para nelayan pesisir dengan membentuk pasar alternatif guna mempermudah mata pencahariannya.
“Para nelayan di kampung semakin berkurang, ternyata banyak hal yang memang perlu diperbaiki di beberapa sektor,” ujar Abdul.
Selama hampir satu tahun, Indofishery berkantor di kampus Undip Tembalang. Namun saat pandemi, sempat adanya PSBB, membuat kampus tutup. Hal itu membuat Abdul, dan rekan kerjanya bingung, karena operasional terhambat. Ia pun memutuskan untuk keluar, dan memilih pindah kantor di Perumahan Pucang Gading. Tapi ternyata di luar rencana, lantaran adanya kendala lain tidak sesuai rencana yang dibangun. Akhirnya, memilih berkantor di Sinar Mas Semarang. Alasannya, tempatnya strategis, dekat dengan kampus dan ramai aktivitas masyarakat.
Abdul bersama kedua rekannya fokus ke pasar corporate. Tim lain yang membantu ada bagian produksi, Person in Charge (PIC), management, design marketing, dan tim information technology (IT). Secara operasional omzet sudah bisa menutup gaji kurang lebih Rp 7 juta untuk 7 anggota tim inti yang ada di kantor, sekaligus mendapatkan profit. “Sedangkan 6 sampai 7 kurir, dihitung per titik daerah pengiriman,” katanya.
Ditambahkan, sekitar Juni 2020, Indofishery membuat aplikasi versi pertama. Rencananya akan ada perilisan aplikasi setelah lebaran ini. Abdul mengatakan, secara performa ada perombakan dalam bisnis Indofishery. Semua mitra Indofishery diberikan aplikasi digital. Tujuannya, untuk menghubungkan nelayan dengan customer. Karena melihat kebutuhan customer tidak mendapatkan ikan segar dengan harga terjangkau langsung dari nelayan.
Dikatakan, produk yang banyak dicari para konsumen yang masih baru atau fresh, dan jarang, atau bahkan baru mengetahui adanya produk baru. Produk best seller dari Indofishery sendiri adalah fillet ikan saba atau makarel. Juga fillet ikan dori yang masih jarang ditemukan, dan permintaannya paling banyak. “Sedangkan ikan lokal seperti ikan kembung dan ikan layang yang paling banyak dicari,” ujarnya.
Sedangkan produk baru Indofishery adalah ikan tongkol saikoro yang dipotong kotak sesuai ukuran menggunakan alat khusus. Ini melihat opportunity bahwa kebutuhan akan rendang dan ikan makin banyak. Selain itu, juga melihat beberapa UMKM pengolah ikan harus mengeluarkan banyak effort dalam proses memotong ikan. Jadi, Indofishery memberikan layanan dalam bentuk ikan utuh atau whole yang sistemnya delivery. Para nelayan ke kantor dengan produk yang dibutuhkan dan diproses dalam keadaan fresh. Jika dalam proses fillet atau cutting, ada proses tersendiri,” bebernya.
Harga produk dari Indofishery jauh lebih terjangkau dibandingkan dengan pasar tradisional dan supermarket. Selisihnya Rp 7 ribu sampai Rp 8 ribu per kg. Mulai dari ikan segar, seafood, fillet ikan, dan olahan ikan. Dari range harga mulai Rp 12 ribu sampai Rp 100 ribu per kg. Lebih terjamin harganya, karena Indofishery lebih menyasar ke semua kalangan, khususnya ibu rumah tangga.
Diakui, dalam sistem aplikasi bisnis, tidak sepenuhnya 100 persen dialihkan ke aplikasi. Melihat segmen pasar lebih ke para ibu rumah tangga, Abdul juga membagi pelanggan lama masih dikomunikasikan lewat WhatsApp yang di-handle oleh admin. Sedangkan pelanggan baru disarankan menggunakan aplikasi Indofishery.
Untuk packaging yang digunakan ada dua jenis, yaitu kemasan produk vakum maupun non-vakum dan delivery. Kemasan vakum untuk cumi ring dan kakap. Sedangkan non vakum untuk fillet basah yang sistemnya menggunakan wrap, karena jika divakum teksturnya menjadi rusak. Ada packaging kardus sebagai cinderamata seperti ikan asap. Packaging produk bisa mencapai berat per kilo 200 gram hingga 500 gram menyesuaikan tempatnya.
Abdul mengatakan, saat ini mitra nelayan yang telah bekerja sama sekitar 100 hingga 120 orang berasal dari Semarang dan Rembang. Juga melakukan pendampingan sekitar 30 UMKM, dan 45 pembudidaya ikan nila dan lele yang telah bergabung dengan Indofishery.
Selain itu, ada 100 reseller diambil dari beberapa pelanggan dengan keahlian yang bagus untuk menjadi partner bisnis. Mereka tersebar di Boyolali, Magelang, Wonosobo, Tegal, dan Kudus.
Indofishery sendiri terbagi menjadi dua segmentasi, yaitu segmen retail dan segmen corporate. Untuk segmen retail sistemnya setiap hari dari rumah ke rumah seperti GoFood, aplikasi retail fokus ke wilayah Jawa. Sedangkan segmen corporate mencakup seluruh Indonesia. “Segmen corporate seperti tongkol saikoro yang kebutuhan sebulan bisa sampai 5 ton, fillet dori per bulan sampai 10 ton,” jelas Abdul.
Abdul mengatakan, pengiriman produk Indofishery paling jauh ke luar pulau Jawa, seperti Papua. Indofishery juga sering mengambil produk dari Makassar dan Medan. “Belum sampai ke luar negeri. Kami fokus untuk menguatkan pasar lokal, setelah itu bisa ke tahap selanjutnya. Dengan fasilitas yang sudah terpenuhi, effort knowledge mendukung, baru melangkah ke sana,” tuturnya. (*/aro)