26 C
Semarang
Saturday, 14 June 2025

Perjalanan Spiritual sejak 2015, Pria Ini Bisa Ziarahi Tiga Makam Wali dalam Sehari

Aunur Rofik, Warga Semarang Ziarahi Ratusan Makam Wali hingga Pelosok Desa

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Berziarah ke makam para wali sudah seperti kebutuhan pokok bagi Aunur Rofik. Sejak 2015, ia mulai menghabiskan waktu untuk ziarah keliling hingga pelosok desa. Ia biasa mendatangi tiga makam wali dalam sehari. Kini, sudah ratusan makam wali dikunjungi. Perjalanan spiritual yang panjang dan menarik.

Sejak balita, Aunur Rofik sudah kerab diajak berziarah orang tuanya. Makam Sunan Kalijaga paling membekas di benaknya, karena diziarahi setiap minggu. Seiring berjalannya waktu, ziarah menjadi hobi. Bahkan tahun ini, ia rela keluar dari perusahaan dan berbisnis sendiri agar dapat berziarah dengan leluasa.

Koran ini menemui Rofik –sapaan akrabnya–di makam Habib Thoha di Jalan Depok, Semarang. Di makam ini, hampir satu jam Rofik khusyuk berdoa dengan suara keras. Membaca salawat nariyah, asmaul husna, tahlil, yasin dan lainnya. Hari itu, ia berencana berziarah ke tiga makam wali. Makam Habib Thoha adalah makam kedua yang dikunjungi. Masih ada satu makam wali lagi yang hendak dituju hari itu. Ziarahnya dimulai dari Makam Syekh Jumadil Kubro di Terboyo Kulon, Genuk. Yang ketiga, rencananya ke Makam Sunan Terboyo.

Rofik mengaku, pada 2015, ia memulai ekspedisi spiritual dengan menelusuri jejak makam para wali di berbagai daerah di Jawa. Khususnya Kota Semarang dan sekitarnya.”Tahun 2010 saya udah mulai rutin ziarah keliling, tapi tidak setiap hari. Masih ke makam-makam wali yang sudah diketahui banyak orang,” jelasnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Hari-harinya dihabiskan untuk berkeliling. Ia pergi berziarah ke makam para wali hingga pelosok desa. Mulai Semarang, Demak, Kudus, Ungaran, Salatiga, dan lainnya. Rofik lebih sering pergi seorang diri saat berziarah, karena ia lebih bebas menghabiskan waktu untuk bertawasul.

Dari semua makam wali yang pernah dikunjungi, menurutnya, banyak makam wali yang belum familiar. Seperti Makam Mbah Sayyid dan Kiai Timbang yang terletak di kawasan bekas lokalisasi Argorejo atau lokalisasi Sunan Kuning. Ini merupakan pengalaman yang menarik dari sekian perjalanan ziarahnya. Ia memasuki kawasan lokalisasi untuk berziarah ke makam wali. Makam tersebut letaknya terpencil. Harus menyusuri gang. Tak sekali dua kali, ia ditawari karaoke oleh para pemandu lagu (PL). Tentu saja ia menolak. “Siapa yang mengira ada makam wali di dalam rumah warga, dan terletak di tengah lokalisasi,” katanya.

Untuk akses masuk, ia harus melewati ruang karaoke terlebih dahulu. Lalu meminta izin untuk berziarah. Untungnya pemilik rumah dengan ramah mengizinkan. Bahkan mengantar ke ruang makam Mbah Sayyid dan Kiai Timbang.

Beberapa kali ia mendapati makam yang terletak di dalam rumah berpenghuni, atau pelosok kebun yang jarang dijamah orang. Namun ia tak merasa terganggu oleh hal itu. Rofik juga mengaku tak pernah punya pengalaman mistis saat berziarah.

Baginya, perjalanan panjangnya tak sekadar berdoa dan bertawasul. Dari sana, ia menelusuri jejak sejarah perjuangan para wali. Ia mendengar langsung dari juru kunci. Beberapa di antaranya akrab berteman dengannya hingga sekarang lantaran rutin berziarah.

“Dari ziarah juga bersilaturahmi dengan peziarah lainnya. Kadang dapat rekomendasi untuk berziarah ke makam wali siapa gitu yang belum pernah saya datangi,” tuturnya.
Untuk mengetahui makam terpencil di pelosok daerah, ia kerap mendapat info dari orang lain. Sebaliknya, ia juga menceritakan makam yang pernah dikunjungi. Lalu ia membuktikan sendiri informasi yang diperolehnya dengan mendatangi makam.

Ekspedisi spiritual yang ditempuh merupakan sebuah penghargaan dan penghormatan atas jasa para wali. Tanpa perjuangan gigihnya, umat muslim dan bangsa Indonesia takkan dapat menjalani kehidupan seperti saat ini. Dengan berdoa, ia tak hanya mencurahkan rasa syukur, tapi juga mengharap limpahan keberkahan dari para alim tersebut.

“Tanpa perjuangan beliau, umat Islam nggak bisa hidup senyaman ini, menikmati akses ilmu agama semudah dan sedalam saat ini. Itu semua berkat beliau-beliau,” katanya.

Pria 34 tahun itu sangat mengagumi para wali. Sunan Kalijaga lebih dijadikan panutannya. Dalam hidup, sosok Sunan Kalijaga terkenal sangat adil dan toleran. Dakwahnya yang persuasif dengan akulturasi budaya Jawa bisa diterima semua semua kalangan. Karakter tersebut, menurutnya, sangat perlu dimiliki umat muslim. Terlebih Indonesia yang memiliki ragam budaya dan agama.
“Dari kecil sering ke makam Sunan Kalijaga, makanya sampai sekarang beliau tetap paling berkesan,” ujar pria asal Pedurungan, Kota Semarang itu.

Saat diwawancarai koran ini, Rofik tengah bersiap-siap menuju Pati. Ia sering kali ada urusan ke luar kota. Tapi tak pernah lupa merancang rencana ziarah di tempat tujuannya. “Ini nanti saya sekalian ke makam Mbah Abdullah Mutamakkin, Mbah Muhammad Ronggokusumo, Mbah Songgot, dan Habib Abdurrahman Assegaf,” tuturnya.

Dengan melepas status pegawai perusahaan dan merintis bisnis sendiri, ia merasa hidupnya lebih tenang. Selain itu, ia punya banyak waktu untuk beribadah. Rofik memang lebih memiliki orientasi akhirat dibanding mengejar hal yang bersifat duniawi. (cr1/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya