24.5 C
Semarang
Monday, 23 December 2024

Ternak Lele untuk Proses Reintegrasi Sosial

Melongok Keseharian Machmudi Hariono, Napiter Anak Buah Noordin M Top

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Banyak cara dilakukan oleh eks narapidana terorisme (napiter) untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat kembali. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Machmudi Hariono alias Yusuf ini. Ia beternak lele di pekarangan rumahnya.

Kamis (4/3/2021) pagi kemarin, Machmudi Hariono alias Yusuf tampak sibuk menyiapkan tempat di rumahnya, di Kampung Gisikdrono RT 4 RW 13 Kecamatan Semarang Barat. Ia didampingi beberapa warga, sesama mantan napiter. Yusuf dan teman-temannya begitu cekatan menata kursi, serta membersihkan kolam-kolam lele yang ada di depan rumahnya.

Ya, Yusuf melakukan persiapan itu, setelah mendengar Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo akan mampir ke rumahnya. Gubernur akan singgah di sela gowes pagi keliling Kota Semarang. Pada pukul 07.15, Ganjar tiba di rumah Yusuf yang juga Ketua Yayasan Persadani (Putra Persaudaraan Anak Negeri). Yayasan ini menaungi eks napiter di Jateng.

Di tempat tersebut, Ganjar langusung ngobrol gayeng bersama Yusuf terkait proses reintegrasi sosial yang dilakukannya. Mantan anak buah gembong teroris Noordin M Top yang pernah dihukum 10 tahun itu mengatakan, ternak lele adalah cara untuk memuluskan proses reintegrasi sosial itu. Ternyata dengan cara tersebut, Yusuf dan beberapa rekan eks napiter di Semarang bisa dengan mudah diterima oleh masyarakat.

Yusuf sendiri adalah eks napiter yang kala itu diringkus pihak berwajib di kediamannya tersebut. Karena keterlibatannya dengan terorisme pastinya membuat kaget masyarakat di lingkungannya. Sehingga ketika sudah bebas, ia merasa memiliki beban moral untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada dirinya.

“Sehingga hari ini (kemarin) saya kembali ke sini, dan menjadi warga sini sekaligus bertanggungjawab memulihkan rasa waswas di tengah masyarakat,” tuturnya.

Yusuf kala itu ditangkap oleh pihak berwajib karena menyembunyikan bahan peledak hampir 1 ton untuk aksi terorisme di tanah air. Setelah melalui proses reintegrasi sosial tersebut, kini Yusuf justru menjadi rujukan informasi warga seputar terorisme.

Ketika menjadi rujukan, ia bisa mengedukasi masyarakat untuk tidak terlibat langsung dengan praktik terorisme. Ataupun yang menjurus hal itu.

“Saya juga selalu mengingatkan agar masyarakat tidak terpengaruh pada ajakan-ajakan yang bersifat radikalisme dan terorisme,” katanya.

Menurutnya, banyaknya ajakan radikalisme kepada masyarakat saat ini mudah diperoleh melalui media sosial. Di zaman sekarang, media sosial memang malah menjadi rujukan informasi oleh sebagian besar masyarakat. Apalagi, bagi masyarakat yang tidak memiliki fondasi pemikiran yang kuat, ajakan itu tentu akan mudah untuk dilaksanakan.

“Harus ada langkah preventif agar terhindar dari paham-paham radikal itu,” jelasnya.
Tak jarang lanjut Yusuf, masyarakat bertanya tentang pengalamannya menjadi bagian dari gerakan terorisme, dan upaya untuk mencegahnya. Melalui obrolan santai, ia menjelaskan dengan pelan dan narasi yang mudah diterima masyarakat.

“Kalau ketemu di warung, sambil lesehan ada yang tanya soal itu, saya jelaskan pelan-pelan,” tuturnya.

Ternak lele itu, kata Yusuf, ia gunakan sebagai media komunikasi kepada masyarakat. Sekaligus mengampanyekan antiradikalisme. Ia meminta masyarakat berhati-hati dengan masifnya penyebaran paham radikal dan terorisme itu. Sebab, pengaruh paham itu sekarang sangat mudah disebarkan melalui medsos.

“Saya sendiri akan berusaha menjelaskan hal-hal itu, sehingga pencegahan bisa kita lakukan,” katanya.

Ganjar sendiri mengacungi jempol langkah reintegrasi sosial yang dilakukan Yusuf dan eks napiter lain di Jateng. Menurutnya, mereka bisa menjadi rujukan sekaligus duta perdamaian di tempat masing-masing.

“Ini keren ya, apalagi caranya bagus, ada kreativitas yang dibangun. Di Genuk ada ternak lele, di sini juga sama, di Solo ada warung soto. Dengan cara-cara itu, maka penerimaan masyarakat akan jadi baik,” pujinya.

Para eks napiter ini, lanjut Ganjar, bisa menjadi rujukan atau duta perdamaian untuk masyarakat. Sambil ngobrol, mereka bisa menjelaskan tentang bahaya paham radikalisme dan terorisme. (ewb/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya