RADARSEMARANG.COM – Tahu, makanan yang biasa saja, namun bisa berubah menjadi menu kuliner luar biasa, dan disukai banyak kalangan. Anggih Heri Saputra berhasil berinovasi mengubah tahu biasa menjadi menu yang banyak digandrungi kalangan milenial. Namanya Tahu Kekinian.
Usianya masih 23 tahun. Namun pemilik nama lengkap Anggih Heri Saputra ini berhasil mencapai kesuksesan di bidang usaha kuliner. Anggih – sapaan akrabnya, yang pada Maret ini akan wisuda di Universitas Negeri Semarang (Unnes) ketika ditemui menceritakan awal mula dirinya terjun di bisnis tahu tersebut. Awalnya, mahasiswa program Bidikmisi (khusus mahasiswa tidak mampu) ini, berkesempatan mengikuti sebuah event wirausaha di Kabupaten Purbalingga. Tepatnya pada Maret 2018.
Sebagai mahasiswa Bidikmisi, persoalan keuangan tentu menjadi kendala utama dalam membiayai hidup sehari-hari. Ia setiap hari harus hidup dengan uang sebesar Rp 15 ribu. Jumlah tersebut tentu sedikit. Apalagi kebutuhan keuangan untuk kehidupan mahasiswa zaman now tidak sedikit.
“Mau tidak mau, uang jatah dari orangtua segitu ya dicukup-cukupin,” kata pria kelahiran Kabupaten Purbalingga ini.
Nah, sepulang dari event tersebut, terbesit di pikirannya untuk berwirausaha. Namun memulai wirausaha tentu tidak gampang, dan harus memiliki modal finansial yang cukup. Ia pun mengesampingkan hal itu.
Bermodal nekat dengan uang sebesar Rp 8 juta, ia ingin berjualan tahu krispi. “Kenapa tahu krispi? Karena saat itu saya di Purbalingga lihat penjual tahu krispi kok rame,” ujarnya.
Untuk mendapatkan bumbu yang pas dan enak, ia sampai puluhan kali melakukan eksperimen. “Gagal, gagal, gagal, sampai akhirnya ke-70 sekian kali melakukan eksperimen menemukan rasa untuk olahan tahu krispi yang menurut saya enak,” kenangnya.
Dengan sisa modal yang ada, ia mulai berjualan menggunakan gerobak yang seadanya. Kawasan kampus Unnes ia pilih sebagai tempat kali pertama berjualan tahu krispi. Tepatnya pada 15 Maret 2018. Ia mengusung nama brand ‘Tahu Kekinian’ mulai dikenalkan kepada mahasiswa Unnes dan masyarakat umum. Ternyata, respon sangat bagus. Selain harganya yang relatif terjangkau, rasa tahu krispi olahannya juga digandrungi kalangan muda.
Anggih benar-benar memulai usaha tersebut dari nol. Dari dirinya tidak tahu apa-apa soal tahu dan pengolahannya. “Semua dari nol awal mulanya ya karena BU (Butuh Uang). Maklum mahasiswa Bidikmisi, tahu sendiri lah,” ujarnya sambil tertawa.
Setiap usaha, pasti akan merasakan pasang dan surut. Begitu juga Anggih. Ia pernah tertipu sampai Rp 40 juta oleh seseorang. Penipuan itu terjadi manakala ia ingin mendapatkan mentor usaha dari seorang pengusaha. Namun apa yang terjadi, ia malah tertipu.
“Bagi orang seusia saya ketipu uang segitu tentu besar,” tuturnya.
Uang jasa mentoring yang sudah kadung ia berikan dibawa kabur oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Terpuruk? Tidak. Ia justru mulai bangkit lagi dengan mencari investor untuk membesarkan usahanya. Karena memiliki kemampuan marketing yang baik, ia berhasil meyakinkan investor untuk memperbesar usahanya. Persis satu tahun, 15 outlet berhasil ia dirikan di Kota Semarang saja. Dengan omzet rata-rata setiap bulannya kala itu untuk global semua outlet minimal Rp 100 juta.
Selain memiliki omzet yang besar, ia juga bisa membuka lapangan kerja baru untuk masyarakat. “Itu yang saya inginkan, bisa membuka lapangan kerja bagi masyarakat, meski dengan jualan tahu,” katanya.
Karena terus berkembang, jumlah outlet usahanya tersebut kini juga terus bertambah. Hingga saat ini, sedikitnya ada 50 outlet yang tersebar di seluruh Jawa Tengah dan Jogjakarta. Mulai Kota Semarang, Kota Solo, Jogja, Jepara, dan Rembang. Bahkan ada outlet yang ia dirikan di Banten, Jawa Barat.
Sampai sekarang, karena jumlah outlet yang banyak, tentu diikuti omzet yang besar pula. Jumlah karyawan yang bekerja di bawah payung usahanya lebih dari 60 orang. Sekilas, tahu krispi olahannya tersebut memang tidak jauh berbeda dengan tahu krispi pada umumnya. Yang membedakan hanya rasa, harga, serta packaging yang berbeda.
“Relatif murah kalau saya jual, per butir tahu hanya Rp 800,” katanya
Ketika tahu krispi buatannya dicoba memang ada rasa rempah yang cukup melekat. Anggih mengakui jika bumbu yang ia gunakan sebagian besar berasal dari rempah-rempah. Namun menggunakan komposisi tertentu. Untuk bumbu olahan rahasia itu, ia siapkan dari kantor utamanya di Sampangan. Tahu sebagai bahan dasar pembuatan makanannya juga ia siapkan di sana.
Setelah itu, mulailah semua bahan baku tersebut dikirim oleh kurir ke semua outlet. Untuk yang ada di luar Kota Semarang, ia bekerja sama dengan produsen tahu lokal setempat. Namun khusus untuk bumbu rahasianya, ia kirim langsung dari Semarang.
“Baru setelah dikirim, eksekusi penggorengan tetap di outlet. Simpel sekali prosesnya,” ujarnya.
Menurutnya, apa yang ia lakukan bisa juga dilakukan oleh orang lain. Khususnya generasi muda. “Kuncinya cuma satu, jika ingin sukses di jalur usaha, menurut saya ya jangan egois dan jangan malu,” terangnya.
Di tengah pandemi seperti saat ini, usaha miliknya memang mengalami penurunan omzet. “Yang terpenting sekarang karyawan bisa gajian, semua usaha memang terdampak,” ujarnya.
Di usia usahanya yang baru tiga tahun lebih dengan keberhasilan seperti itu memang bisa menjadi contoh. Di saat pemuda seusianya hanya sibuk berkomentar di kolom media sosial, Anggih sudah berlari mencapai kesuksesannya. (ewb/aro)