27 C
Semarang
Sunday, 12 January 2025

Sudah Terbitkan 70 Buku, Genre Keagamaan Paling Sulit

Nunik Utami Ambarsari, Blogger yang Menjadi Penulis Cerita Anak

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Salah satu cara edukasi anak adalah melalui cerita. Siapa sangka di balik cerita yang baik ada seorang penulis yang hebat. Di mana bisa memposisikan diri dengan pemikiran anak agar nilai moral cerita dapat mudah diterima mereka.

Puluhan buku tergeletak di atas meja. Tidak terlalu rapi. Ada yang saling bertumpukan satu sama lain. Ketika memperhatikan lebih detail, cover buku tersebut menarik perhatian. Berwarna-warni. Ada yang bergambar animasi hewan seperti beruang dan badak. Ada pula tokoh dongeng. Seperti Aladin dan Jinny yang sebagian orang pasti sudah mengerti sosok Pangeran Timur Tengah tersebut. Buku itu seakan mengingatkan kita kembali ke masa kecil.

Ketika sedang asyik mengamati, seorang wanita menghampiri dan berkata “Itu buku cerita anak karya saya,” kata Nunik Utami Ambarsari, penulis puluhan buku cerita anak.

Nunik –sapaan akrabnya– bercerita sudah sejak 2006 ia menulis buku cerita anak. Hingga saat ini seingatnya sudah menerbitkan 70 buku cerita anak, dan ratusan cerpen anak. Yang di atas meja itu hanya sebagian kecil dari karyanya.

“Buku ini ada yang bercerita soal Dongeng Negeri 1001 Malam, Fabel, Kisah Cut Nyak Dien, Kisah Jenderal Sudirman, Kisah Hang Tuah. Lainnya masih banyak lagi,” ujarnya.

Nunik sendiri dulunya merupakan seorang blogger. Yang tidak sengaja “kecemplung” menjadi penulis cerita anak. Sewaktu ada lomba membuat cerpen anak, ia iseng ikut. Dasarnya memang ia memiliki bakat. Karyanya pun menjadi juara dua. Alhasil, cerita anak miliknya, dan seluruh pemenang diorder oleh editor untuk dijadikan buku cerita. Dan di sinilah karirnya sebagai penulis cerita anak dimulai.

“Setelah editor tahu karya saya, mulai banyak editor dan penerbit lain minta saya buat cerita anak lebih banyak. Ya, dari situ saya jadi banyak menulis cerita anak,” kata ibunda dari Rexylano ini.

Menjadi penulis lebih khusus menyasar segmen anak sebagai pembaca sangatlah tidak mudah.

Nunik menjelaskan, ada hal yang harus diperhatikan. Dari segi gaya bahasa. Tulisan harus memiliki bahasa sederhana yang seusai dengan pemahaman anak. Kalimat harus sesimpel mungkin. Diksi harus tepat. Dan yang paling penting cerita harus masuk logika anak.

Semakin kecil usia pembaca, semakin susah proses membuat ceritanya.

“Itu bisa revisi bolak balik. Karena memang memposisikan diri seperti pemahaman anak memang sulit,” ujarnya.

Dalam sekali membuat cerita anak sebanyak lima hingga enam halaman, ia membutuhkan waktu dua hingga tiga jam saja. Namun dengan catatan seluruh konsep cerita sudah ada di otaknya. Jika belum, bisa sampai seminggu, bahkan 10 hari lamanya.
Terkait inspirasi menulis cerita, Nunik mengaku banyak membaca buku cerita anak lainnya, dan menonton film anak. Selain itu, ia juga banyak mengamati anak-anak di sekitarnya.

Bagaimana mereka berinteraksi. Dan apa saja permasalahan yang mereka hadapi. Ini penting. Karena hal tersebut menjadi dasar bagaimana ia memposisikan diri sejajar dengan anak. Sehingga cerita yang ditulis akan hidup, dan anak merasa terlibat di dalamnya.

“Kalau cerita kita masuk logika anak, pesan moral yang ingin kita sampaikan jadi mudah,” tuturnya.

Semua genre cerita anak sudah ditulis Nunik. Mulai dari keagamaan, kepahlawanan, fabel, cerita dongeng, dan masih banyak lainnya. Hanya saja, untuk genre keagamaan, ia mengakui tingkat kesulitannya jauh lebih tinggi. Pasalnya, cerita tersebut harus sesuai dengan ilmu agama. Yang tidak bisa sembarangan diubah.

Ia mencontohkan, pernah menulis soal Fatimah putri Nabi Muhammad. Kala itu ia menuliskan “Fatimah anak yang baik. Ia rajin melakukan salat,”. Ia terpaksa melakukan revisi. Karena saat Fatimah kecil perintah salat belum ada.

“Jadinya kita harus paham betul cerita agamanya. Baru kita tuliskan kembali. Salah sedikit saja itu bisa revisi,” lanjutnya.

Namun meskipun sulit, pengalaman berkesan yang tidak pernah Nunik lupakan justru melalui karya cerpen dengan tema keagamaan yang dibuat. Kala itu ia menulis cerita kisah teladan wanita ahli surga. Yang justru membawanya menjadi Juara 1 Islamic Book Fair Award. Mengalahkan ratusan penulis dan penerbit hebat lainnya se-Indonesia. Dan sampai sekarang pun buku tersebut masih terus dicetak ulang.

“Itu saya tidak menyangka. Soalnya prosesnya juga saya biasa saja. Cuma waktu itu saya ambil angle berbeda. Dan ternyata menang,” ujarnya dengan nada bangga pada setiap kalimat yang diucapkan.

Menjalani profesi sebagai penulis cerita anak, Nunik mengaku bahagia. Ia sama sekali tidak tertekan dituntut harus memiliki ide baru untuk menuls cerita. Baginya, dunia anak adalah dimensi yang luas. Yang masih bisa terus tergali. Dengan pandangan sederhana yang ringan. Seperti halnya yang dialami anak-anak.

Ia merasa senang jika karyanya banyak dibaca anak-anak. Dengan begitu, karyanya secara tidak sengaja juga mengajarkan nilai moral, kebaikan bagi anak. Yang mungkin saja akan terus terkenang hingga anak tersebut dewasa.

“Saya dulu suka membaca cerita anak dan merasa moral saya terbangun dari sana. Dan saya ingin membagikannya dengan anak Indonesia. Di mana mereka juga membangun moral luruhnya melalui cerita yang saya buat,” katanya. (akm/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya