RADARSEMARANG.COM –Athanasius Allan Darma Saputra dikenal sebagai dalang cilik. Namun siapa sangka siswa SMP Negeri 2 Salatiga ini juga memiliki kemampuan menulis cerita pendek (cerpen).
SUASANA SMP Negeri 2 Salatiga cukup lengang. Terlihat beberapa guru berbincang di teras sekolah. Guru yang lain tampak sibuk melaksanakan pembelajaran secara daring.
Pagi itu, Athanasius Allan Darma Saputra sengaja datang ke sekolah. Ditemani guru pembimbingnya, Sulistyorini, siswa kelas 9 itu menghadap kepala sekolah Mudjiati. Kebetulan Athan –sapaan akrabnya– baru saja menyabet juara nasional menulis cerpen dalam Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia (Osebi).
“Puji Tuhan bisa meraih prestasi nasional,” tutur Athan saat ditemui di ruang kerja Kepala SMPN 2 Salatiga, kemarin.
Ini adalah prestasi kali kedua di tingkat nasional. Sebelumnya, ia meraih juara dalang cilik pada 2016 silam.
Mampu meraih medali emas di ajang Osebi tentu banyak orang yang tidak menyangka. Sebab, selama ini prestasi Athan yang menonjol lebih ke bidang seni. Mulai seni mendongeng, baca dan menulis puisi, macapat, musik tradisional hingga seni pedalangan.
Tak hanya itu, Athan juga berprestasi di bidang akademik. Ia pernah dinobatkan sebagai siswa berprestasi tingkat Kota Salatiga, juara lomba pidato, juara video pendek iklan layanan masyarakat, serta juara lomba kader kesehatan remaja. Tidak salah, jika di sekolahnya, ia masuk kelas unggulan. “Nilai akademiknya bagus,” kata Kepala SMP Negeri 2 Salatiga Mudjiati.
Putra pertama pasangan Alfonsus Kristiono dan Ika Puspitar ini menceritakan pengalamannya menjuarai Osebi. Awalnya, dimulai dari babak penyisihan pada November 2020 silam.
“Saya membuat cerpen dengan judul Saujana di Kala Senja. Isinya mengisahkan kegalauan seorang kakek tua akan kemajuan bangsa yang tidak diimbangi dengan kemajuan karakter warganya,” papar Athan.
Pesan moral yang ingin disampaikan adalah jangan sampai membangun infrastruktur tetapi melupakan karakter bangsa. Hasilnya, 10 naskah peserta lolos ke babak final. Termasuk miliknya. Dan akhirnya diuji dalam final pada 13 Februari lalu lewat daring.
Peserta diberi waktu 90 menit untuk membuat cerpen. Langsung melalui zoom. Ditungguin dan disaksikan para juri saat mengetik. Temanya, dampak sosial pendidikan akibat pandemi. Saat itu, ia membuat cerpen dengan judul Terbang ke Atas Pelangi.
“Isinya, tentang Kamala, anak seniman yang terdampak ekonomi akibat pandemi. Dari keresahannya, Kamala berharap bisa naik ke atas pelangi untuk menyelesaikan masalah pandemi, ” paparnya.
Dan, ia pun meraih juara pertama. Sebelum lomba, ia mendapat panduan dari Sulistyorini, guru pembimbingnya.
Siswa kelahiran 9 Maret 2006 ini mengaku dalam belajar tidak memaksakan diri. Ia belajar ketika ada tugas dan ada mood. “Kalau dipaksa belajar malah pusing, dan stres, ” ucapnya sambil tersenyum.
Athan memang unik. Berbeda dengan siswa sebayanya. Di HP miliknya, tidak ada game sama sekali. Tidak ada aplikasi mobile legends atau game online lain. Dia lebih suka membaca karya sastra. Seperti karangan Sudjiwo Tedjo.
Athan menyebut tidak ada darah seni dari kedua orangtuanya. Kemungkinan bakat seninya turun dari kakek buyutnya. “Dulu kakek buyut saya sinden di Tukul, Giriwoyo, Wonogiri,” aku cowok yang akan meneruskan sekolah ke SMA Negeri 1 Salatiga ini.
Kepala SMP Negeri 2 Salatiga Mudjiati mengaku bersyukur karena selama pandemi masih bisa memberikan yang terbaik. Dia memiliki prinsip untuk bisa mengembangkan prestasi semaksimal mungkin. “Meski pandemi, kita tetap mendorong anak-anak agar bersemangat mengembangkan potensi. Kita fasilitasi selama pandemi, ” terangnya.
Pihak sekolah akan memfasilitasi Athan dalam menerbitkan antologi cerpen. “Sebelum lulus nanti, akan terbit,” katanya.(sas/aro)
