RADARSEMARANG.COM – Setelah hampir dua tahun tinggal di rumah bedeng, 97 KK warga Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara akhirnya bisa menempati hunian yang lebih layak. Warga terdampak normalisasi Sungai Banjir Kanal Timur (BKT) ini pun menggelar ritual boyongan sebelum menempati rumah deret yang dibangun Pemkot Semarang, Sabtu (13/2/2021) petang.
Puluhan warga berjalan kaki beriringan. Bapak, ibu, dan anak-anak. Di barisan depan, sesepuh warga membawa sapu lidi. Dia menggerak-gerakkan sapunya seperti tengah membuka jalan. Ada juga warga yang membawa lentera dan kendi. Di belakangnya barisan ibu-ibu membawa aneka makanan, tikar, dan bendera merah-putih. Perjalanan itu diiringi tabuhan rebana. Sebanyak 97 kepala keluarga (KK) terdampak normalisasi Sungai BKT ini melakukan iring-iringan dari rumah bedeng ke rumah deret yang berjarak kurang lebih satu kilometer.
“Sapu lidi ini sebagai wujud membersihkan halangan sebelum masuk ke rumah. Sementara lentera adalah wujud penerangan di dalam rumah. Kendi sebagai simbol menyejukkan rumah agar adem,” jelas Rohmadi, Ketua RT 6 RW 16, Kelurahan Tanjung Mas kepada RADARSEMARANG.COM.
Warga tampak bersuka ria ketika menuju ke rumah deret yang dibangun pada Juli 2020 lalu. Bagaimana tidak, setelah digusur karena normalisasi BKT pada 24 Mei 2019, warga harus tinggal di bedeng yang terbuat dari triplek persis di bawah Jembatan Arteri Yos Sudarso.
“Kami lakukan syukuran ini sebagai simbol kebahagiaan, karena perjuangan kami membuahkan hasil, dan mendapatkan tempat relokasi yang layak,” kata Rohmadi.
Meski telah mendapatkan rumah pengganti dari Pemkot Semarang, dan sudah menerima kunci beberapa waktu lalu, warga memang belum menempati langsung. Karena warga lebih dulu melakukan renovasi kecil-kecilan agar lebih nyaman.
Diakui, di rumah deret itu, kelengkapan fasilitas umum, seperti taman, akses jalan, musala, dan TPQ belum dibangun. Sedangkan untuk listrik dan instalasi PDAM sudah bisa digunakan warga. “Meski ada beberapa fasilitas umum yang belum lengkap, namun warga merasa sangat bahagia. Pak Wali Kota Semarang juga memberikan kebijakan satu tahun pertama ini gratis sewa,” tambahnya.
Rohmadi mengatakan, khusus blok A atau rumah yang menghadap ke barat, hingga kini belum semua bisa digunakan karena akses jalan belum siap. Dari total 24 rumah yang ada, akses jalan masih sulit. Karena masih ada genangan dan jalan becek.
“Kami mohon pemkot bisa segera merealisasikan jalan yang menuju ke makam, karena itu adalah akses satu-satunya warga kami yang menghadap ke barat,” harapnya.
Terkait banjir yang terjadi beberapa hari lalu, Rohmadi mengaku kawasan rumah deret sama sekali tidak tergenang. Berbeda dari tempat tinggalnya dulu yang sudah direlokasi, setiap kali hujan ketinggian banjir sampai sedada orang dewasa.
“Alhamdulillah kemarin nggak banjir, Mas. Jujur warga senang banget bisa tinggal di sini, karena dekat dengan tempat kami mencari makan, yakni laut,” katanya.
Rohmadi dan warga lain juga berharap, jika memang rumah bedeng dibongkar, bekas triplek ataupun papan yang ada bisa dimanfaatkan oleh warga. “Kalau bisa sih buat warga. Soalnya, di bagian belakang rumah belum ada batasnya. Nah kami ingin menggunakan sebagai batas rumah, sehingga tidak lagi blong-blongan kayak sekarang,” ujarnya.
Dwi, penghuni blok A meminta agar Pemkot Semarang bisa membuatkan akses jalan paving. Tujuannya, agar dia bisa tinggal dengan nyaman di rumah yang baru.”Sementara ini belum pindah, soalnya susah kalau mau usung-usung. Jalannya masih becek dan berlumpur,”keluhnya. (den/aro)