31.2 C
Semarang
Sunday, 12 October 2025

Manfaatkan Dedaunan sebagai Warna dan Motif Kain

Retno Setyaningsih, Owner Amung Godhong Ecoprint Magelang

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Sejak 2017, Retno Setyaningsih menggunakan bahan alami dalam setiap pewarnaan dan motif pada kain. Ia mengusung produknya yang ramah lingkungan ini dengan brand Amung Godhong Ecoprint.

Amung Godhong berdiri pada 2016. Ketika itu, sang owner, Retno Setyaningsih, belum mengenal teknik ecoprint. Dalam pewarnaan dan motif kain, ia menggunakan teknik shibori dengan cara diikat dan dicelupkan ke warna tekstil. Baru pada 2017, ia mulai mengenal teknik ecoprint yang menggunakan sejumlah dedaunan sebagai warna dan motif.

“Saat itu, ecoprint masih belum banyak yang tahu, Mas. Tidak seperti sekarang, sudah banyak yang mengenal,” katanya saat ditemui RADARSEMARANG.COM di rumahnya di Jalan Sunan Bonang, Perum Giri Mulyo, Kecamatan Magelang Selatan, Kamis (31/12).

Retno menceritakan, ia mulai tertarik menggunakan teknik ecoprint karena lebih ramah lingkungan. Mulai dari bahan kain harus menggunakan kain dengan serat alam dan serat protein, seperti kain sutra, kain rayon, viscose, voal, dan lain-lain. Selain itu, pewarna yang digunakan juga harus alami. “Saya menggunakan warna alam, seperti daun-daunan dan bunga,” ujarnya.

Ia menambahkan, teknik ecoprint juga menjadi upayanya dalam menjaga lingkungan dengan menggunakan bahan dan pewarna alami. Karena itu, Retno memprioritaskan produknya dengan teknik ecoprint, meskipun masih tetap membuat shibori dengan pewarna alami.

Retno menceritakan, di awal usahanya, fokus pembuatan hanya kain bermotif saja. Tapi, semakin berkembangnya pasar dan banyak masyarakat yang tertarik, ia mencoba membuat produk yang sudah jadi. Seperti baju, kaos, syal, kerudung, dompet, dan topi, dengan varian warna dan motif.

“Selain kain dan dompet, saya juga mencoba mengembangkan produk dari gelas, keramik, dan kayu, dengan menggunakan motif alami dari daun-daunan,” tambahnya.
Untuk mendapatkan bahan yang akan digunakan, ia melakukannya dengan mengambil sampah daun yang berada di jalan. Apalagi kalau ada daun atau bunga dengan bentuk unik, pasti langsung diambil untuk disulap menjadi produk yang mahal.

“Saya itu penginnya membuat produk yang ramah lingkungan, dan tidak merusak alam. Jadinya saya ngambilin sampah daun di jalan,” ujarnya sambil tersenyum.

Bahan alami seperti dedaunan menjadi pemberi motif utama. Menurut dia, pada dasarnya seluruh daun dapat digunakan. Entah daun mangga, sirsak, pakis, daun jarak, daun jati, mahoni, dan lainnya. “Semua daun itu bisa dibuat menjadi motif. Bisa dikombinasikan. Selain menghasilkan motif, daun juga bisa menyumbang warna,” tambahnya.

Untuk pembuatan dari persiapan kain hingga menjadi produk yang siap dijual, memakan waktu selama dua minggu. Karena kain yang baru dibeli, perlu diolah kembali agar bisa diproses. Untuk lama proses kain ini sendiri 3-4 hari.

Setelah itu, kain diwarnai dan digambari motif yang diinginkan menggunakan warna alami. Berikutnya, kain didiamkan selama seminggu supaya motifnya menempel secara sempurna.

“Setelah didiamkan seminggu, ada proses penguncian warna. Tujuannya agar warna dan motif tidak luntur,” jelasnya.

Produk kain ecoprint ini paling murah dengan motif standar dijual mulai Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu, dengan kain jenis katun. Untuk produk berbahan kain sutra, bisa mencapai Rp 1 juta. “Yang membedakan harga adalah jenis kain, motif, dan bahan yang digunakan,” katanya.

Retno mengatakan, penjualan produk Amung Godhong Ecoprint sudah tersebar ke seluruh Indonesia. Seperti Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara, dan Bali. Ia memiliki impian produk ecoprintnya bisa menembus pasar internasional.

“Untuk sekarang belum, Mas. Tapi ada rencana go international. Saya ingin mengenalkan produk-produk saya hingga ke luar negeri,” harapnya. (*/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya