RADARSEMARANG.COM – Selama 14 tahun, Wasito berjuang menyelamatkan pantai utara Kendal dengan menanam mangrove. Atas kiprahnya itu, warga Desa Kartika Jaya, Kecamatan Patebon, Kendal ini mendapat penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK).
Wasito tidak pernah menyangka bakal bertemu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Apalagi sampai menerima Kalpataru, sebuah penghargaan tertinggi dari Kemen LHK bagi perseorangan atau kelompok yang melestarikan lingkungan hidup. Ya, Wasito belum lama ini menerima penghargaan Kalpataru kategori Pengabdi Lingkungan. Ia mendapatkan penghargaan tersebut bersama 10 penerima lainnya di Jakarta.
Penghargaan yang diterimanya ini ternyata bermula dari keisengannya. Saat itu, bapak dua anak ini prihatin melihat kondisi abrasi di desa tempat tinggalnya, yakni Desa Kartika Jaya, Kecamatan Patebon. Kebetulan desanya berbatasan langsung dengan pantai utara Jawa. Di mana terjadi abrasi dan pohon mangrove banyak yang mati dan ditebangi oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Tepatnya pada 2006, ia mulai berpikir untuk bisa menyelamatkan keluarga dan desanya dari abrasi pantai dan banjir rob. “Saat itu, saya berpikir bagaimana cara mengembangbiakkan tanaman mangrove agar kawasan pantai di desa saya ini bisa diselamatkan,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM, Kamis (24/12/2021).
Ia mengaku tidak tahu ilmu cara mengembangbiakkan tanaman mangrove. Ia hanya mencoba mengambil biji tanaman mangrove jenis propagul bakau. Biji-biji itu ia tanam di sepanjang area tambak milik warga di desanya. “Ya learning by doing-lah istilah kerennya,” tuturnya.
Saat menanam biji bakau itu, Wasito mengaku sempat dibilang gila oleh orang-orang sekitarnya. Karena sebelumnya tidak pernah ada orang yang menanam biji bakau. Terlebih bakau dianggap tidak memiliki kegunaan, karena buah, biji, kayu maupun daunnya tidak laku dijual.
“Sempat dibilang wong gendeng, wong edan, tapi semua saya acuhkan saja. Sebab, saya hanya berpikir barangkali biji itu bisa tumbuh, bisa menyelamatkan pantai, serta tambak-tambak warga Kartikajaya,” akunya.
Seperti mendapatkan emas permata, ternyata biji bakau yang ia tanam tumbuh. Warga sekitar pun terheran-heran. Dari keberhasilan inilah, aktivitas pengabdian lingkungan oleh Wasito dimulai.
Setiap akhir pekan, yakni sabtu-minggu, ia selalu meluangkan waktu liburnya untuk menanam biji bakau. Bijinya ia kumpulkan dari memetik langsung dari pohon bakau yang ada sekitar rumahnya. “Ya, petik setiap hari, kemudian akhir pekan terkumpul sampai 500 biji, kemudian saya tanam,” tuturnya.
Kegiatan tersebut berlangsung hampir selama lima tahun. Awalnya, ia mengaku berjuang sendiri. Namun lama-lama, warga sekitar mengakui hingga mulai tergugah hatinya. Warga mulai mendukung aktivitasnya. Tapi dukungan itu belum terealisasi dalam bentuk aksi nyata. “Warga belum ada yang mau menanam,” katanya.
Akhirnya, pada 2012 ia mulai mengajukan proposal pengajuan bantuan bibit. Saat itu, ia dibantu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kendal sebanyak 2.000 bibit mangrove. Ia juga mengajukan bantuan ke dana CSR perusahaan. Saat itu, ada perusahaan Asia Pasifik Fiber (APF) Kaliwungu yang membantu 5.000 bibit.
“Saat itu, saya mulai menggandeng relawan, komunitas pecinta alam, dan mahasiswa. Terutama dari Ikatan Mahasiswa Kendal (Imaken) yang tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta. Saya ajak mereka untuk peduli terhadap lingkungan di Kendal,” tandasnya.
Dari keberhasilannya mengembangkan mangrove di Kartika Jaya, ia mulai dipercaya untuk mengembangkan mangrove di sepanjang Pantura Kendal. Mulai dari Kaliwungu di ujung timur sampai Rowosari yang berada di ujung barat bagian utara.
Semakin banyak pula bantuan bibit yang diterima. Seperti dari PLN, Detara Foundation, dan Pemprov Jateng. Ia juga menerima bantuan 200 ribu bibit mangrove dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Bahkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo bersama Korps Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) pernah melakukan penanaman mangrove bersama dirinya.
Hasil tanaman mangrove di beberapa tempat kini dijadikan tempat wisata. Salah satunya Wisata Pantai Indah Kemangi (PIK) di Desa Jungsemi. Diakuinya, saat itu pantai masih gundul, tidak ada satupun pepohonan. “Akhirnya, saya tanami mangrove jenis cemara laut, dan kini rindang dan jadikan tempat wisata,” paparnya.
Tapi baginya, penghargaan Kalpataru bukanlah tujuan. Tujuan utamanya adalah menyelamatkan lingkungan dan menanamkan rasa cinta lingkungan kepada warganya. “Alhamdulillah, kini warga banyak yang ikut menanam mangrove,” ujarnya. (bud/bersambung/aro)