RADARSEMARANG.COM – Desa Margoyoso, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang pada akhir Oktober lalu dianugerahi penghargaan Program Kampung Iklim (Proklim) Utama oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Asri dan alami. Pepohonan rindang menjulang tinggi. Suara burung berkicau masih terdengar sesekali. Setidaknya itu yang menggambarkan suasana Desa Margoyoso, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang yang memiliki komitmen melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Salah satu aspek yang dimiliki Margoyoso sehingga mendapatkan penghargaan Proklim Utama oleh KLHK RI ini adalah keberadaan 88 sumber mata air. Sumber mata air tersebut dikelola Desa Margoyoso untuk kemudian dimanfaatkan beberapa tetangga desa dari wilayah Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo.
Untuk menjaga mata air tersebut, menanam pohon dan melakukan penghijauan menjadi salah satu jalan yang ditempuh masyarakat Margoyoso. Konon, kebiasaan menanam ini secara alamiah sudah melekat dalam kehidupan masyarakat Margoyoso. Sudah turun-temurun. “Kami beberapa kali melakukan penghijauan untuk merawat sumber mata air,” kata Kepala Desa Margoyoso Adidaya Perdana kepada RADARSEMARANG.COM.
Selain program penghijauan, komponen pendukung proklim utama di Desa Margoyoso di antaranya, yaitu program wana tani atau penanaman vegetasi di sekitar mata air. Selain itu, ada penerapan penggunaan pupuk organik, penerapan pola tanam padi-palawija-padi atau tumpangsari, program pertanian terpadu, pengumpulan sampah melalui bank sampah, pengomposan, tungku hemat energi dengan pengelolaan limbah kayu, pemanfaatan sumber energi terbarukan mikro hidro di aliran sungai, hingga penggunaan solar cell untuk beberapa lampu penerangan di Margoyoso. “Petani di Margoyoso sadar penggunaan pupuk kimia efek jangka panjangnya bisa merusak kualitas tanah,” ujar Adidaya.
Pihak pemerintah desa dan masyarakat memang sudah terintegrasi. Desa Margoyoso juga memiliki lembaga-lembaga yang saling bersinergi untuk merealisasikan program kampung iklim. Salah satunya melalui Kelompok Petani dan Pengrajin Bambu (Koperbam).
Koperbam memiliki dua kegiatan utama. Berekonomi dan berkonservasi. Ketua Koperbam Agus mengungkapkan, sebelum bambu ditebang juga memiliki fungsi konservasi. Koperbam pun melakukan pembibitan bambu tutul untuk konservasi. Setelah bambu menjalankan fungsi konservasi, bambu akan berperan secara ekonomi. Bambu diproduksi menjadi kursi, gazebo, hingga peralatan rumah tangga.
“Bambu-bambu ditanam di wilayah mata air yang airnya sampai Mergoyoso. Tujuannya untuk menjaga debit air. Selain itu, untuk menjaga silaturahim dengan masyarakat di daerah pemilik sumber mata air,” kata Agus.
“Kami juga ngasih pohon buah ke sana. Supaya ada jalinan perseduluran. Istilahnya kami, sedulur tunggal banyu. Water brotherhood,” imbuhnya.
Selain program konservasi dari Koperbam, program pengelolaan sampah melalui bank sampah juga masih terus berjalan. Menurut Ketua Bank Sampah Desa Margoyoso Yohana mengatakan, secara rutin pihak bank sampah menjemput sampah dari masyarakat. Sampah dipilah. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos. Sementara sampah nonorganik diolah menjadi aneka kerajinan. “Ini kan bisa untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat juga, selain untuk penyelamatan lingkungan,” kata Yohana.
“Jadi proklim utama ini memang betul-betul hasil kerja sama pemerintah desa dengan lembaga-lembaga dan masyarakat,” ujar Adidaya. (cr3/ida)

