30 C
Semarang
Sunday, 15 June 2025

Orang Tua Tak Setuju, Main Bola Sembunyi-Sembunyi

Dwi Purwanti, Penggerak Sepak Bola Perempuan Magelang

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Gadis ini melalui masa kecil dengan bermain sepak bola. Kenangan bola plastik, sepasang sandal penanda gawang, serta kumandang azan magrib tanda berakhirnya permainan masih lekat di ingatannya. Dialah Dwi Purwanti, perempuan Magelang yang begitu menggilai sepak bola.

Ketika kompetisi sepak bola masih berjalan, ia sesekali menonton pertandingan PSIS di Stadion Moch. Soebroto Magelang. Tidak jarang, ia menyaksikan sepak bola sampai Jogjakarta. Menonton PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo, maupun PSIM Jogja di Stadion Mandala Krida.

Dwi bukan suporter klub tertentu. Dwi hanya suka sepak bola. Ia menikmati permainan di lapangan. Kadang menjadi penonton, kadang menjadi pemain. Meskipun masih amatir.

Cerita bermula ketika Dwi masih SMP. Pada suatu gelaran class meeting, ia memprotes ketua OSIS karena pertandingan sepak bola hanya untuk sepak bola putra. Ia pun mendorong sepak bola putri turut dikompetisikan.

Usianya kini 25 tahun. Namun, tentang sepak bola, tidak ada yang berubah darinya. Dwi masih mencintai si kulit bundar. Hobi bermain sepak bola masih ia lanjutkan. Bahkan, ia menjadi salah satu penggerak sepak bola perempuan di wilayah Magelang.

“Sering nribun tho, Mbak. Nah, penonton atau suporter di tribun itu kan kadang maki-maki pemain di lapangan kalau mainnya jelek. Dari situ saya penasaran, gimana kalau saya ada di posisi pemain. Itu salah satu alasan saya ingin main bola. Saya suka tantangan,” kata Dwi kepada RADARSEMARANG.COM, Kamis (19/11) petang.

Gadis yang kini menjadi pegawai Tata Usaha (TU) SMP Negeri 8 Magelang itu bahkan mendirikan klub sepak bola perempuan pada 2018 lalu. Namanya Ratu Kota FC. Tim sepak bola perempuan ini tidak hanya mewakili Magelang. Namun, meliputi wilayah Kedu, seperti Purworejo dan Temanggung.

Dwi melakukan ini karena hobi. Selain itu, ia ingin menghidupkan sepak bola di Magelang. Terutama sepak bola perempuan. Menurut Dwi, sudah saatnya sepak bola perempuan berani tampil.

Akan tetapi, perjalanan Dwi dalam menikmati sepak bola tidak mudah. Beberapa kali diremehkan. Menurutnya, masih banyak orang beranggapan perempuan tidak bisa bermain sepak bola. Bahkan, orang tuanya tidak seratus persen setuju dengan jalan yang ia tempuh. Hingga kini, terkadang Dwi masih bermain sepak bola secara sembunyi-sembunyi.
“Dulu pernah cedera engkel. Gara-gara itu, sepatu sepak bola diumpetin.Tapi saya nggak kapok. Tetap main bola, usaha minjam sepatu ke teman,” kenangnya.

“Sampai sekarang orang tua nggak mau nonton saya main. Ibu nggak mau lihat saya jatuh di lapangan. Kadang ingin ditonton keluarga seperti teman-teman. Tapi ya sudah lah. Nanti kalau saya dilanggar njuk ibu nonton dan marah ke pemain lawan kan malah repot,” katanya lantas tertawa.

Dwi bermain sepak bola dari lapangan ke lapangan. Antarkota antarkabupaten. Ia sering ikut kompetisi antarkampung (tarkam). Posisinya adalah center back. Pemain bertahan.
“Yang paling berkesan adalah ketika Ratu Kota juara 3 di Piala Pertiwi Jawa Tengah 2019,” kenangnya.

Bagi Dwi, sepak bola memberi banyak nilai positif. Terutama soal kebersamaan dan kerja sama tim. Ia pun belum berpikir berhenti dari dunia ini. Malah, ia sedang bersiap-siap mengikuti lisensi wasit pada Desember mendatang.(mg3/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya