28 C
Semarang
Monday, 14 April 2025

Kuncinya Berpikir Positif, Fajar Jadi Tegas Jalankan Prokes

Mereka yang Terpapar Covid-19 saat Menjalankan Tugas

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Delapan bulan lebih, bangsa Indonesia ‘berjuang’ melawan pandemi Covid-19. Virus ini menyerang siapa saja. Tak terkecuali para tenaga medis, perangkat kelurahan hingga petugas Satpol PP.

Meski sudah berlapis menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), tenaga medis tetap berisiko terpapar Covid-19. Salah satu tenaga medis yang positif Covid-19 adalah Prof Dr dr Zainal Muttaqin PhD SpBS. Ia adalah satu dari 46 tenaga medis yang terinfeksi ganasnya virus korona.

Zainal Muttaqin adalah dokter spesialis bedah saraf. Ia bertugas di RSUP dr Kariadi dan Semarang Medical Center Rumah Sakit Telogorejo. Zainal biasa melayani konsultasi pasien sebelum dilakukan tindakan bedah syaraf. Ia tergabung di Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia (Perspebsi) serta tergabung di Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Kepada RADARSEMARANG.COM, dokter Zainal menceritakan awal mulanya terpapar virus korona. Kala itu, dirinya masih menjalani aktivitas rutin, yakni sebagai dokter bedah. Praktiknya di RSUP dr Kariadi. Singkat cerita, suatu hari ia melakukan tindakan operasi bedah kepada pasiennya. Mulanya, ia tidak mengetahui jika dirinya sudah tertular. Sebab, ia termasuk dalam Orang Tanpa Gejala (OTG).

Dokter Zainal mengaku tidak memiliki keluhan apapun. Namun, bersama rekan dokter lainnya ia meminta untuk diperiksa. Ia pun secara pribadi berinisiatif memeriksakan diri. Akhirnya, permintaannya dipenuhi oleh pihak RSUP dr Kariadi.
“Kenapa minta diperiksa? Karena saya dan teman-teman dokter lainnya merasa punya kontak dengan pasien yang positif,”ungkapnya, Minggu (8/11)

Jika saat itu dirinya tidak memeriksakan diri, ia khawatir dirinya akan menularkan ke orang lain. Sebab, semua rekan seprofesinya adalah Orang Tanpa Gejala. Kala itu, dokter Zainal diperiksa dua kali, yakni pada 6 dan 8 April 2020. Tetapi, hasilnya baru bisa diketahui pada 13 dan 15 April 2020. “Jadi, ada tenggang waktu seminggu. Di mana saat itu ya saya masih bertemu orang rumah, di RS masih melayani pasien,”ceritanya.

Usut punya usut, ia tertular dari pasien yang ditangani timnya ketika melakukan pembedahan. Berdasarkan penuturannya, pasien yang dioperasi oleh timnya yakni pada 21 Maret 2020. Ternyata memiliki riwayat pernah dirawat dua minggu sebelumnya di daerah zona merah. Kemudian, pada 24 Maret 2020 salah satu anggota tim bedah mengeluhkan demam.

Dari empat anggota tim, dr Zaenal meminta tiga orang segera diperiksa. “Belajar dari sini, tracking kontak itu penting sekali. Mungkin tak hanya di rumah sakit, tapi di desa pun sama,”jelasnya.

Zainal pun mengakui, hasil tes yang yang dilakukannya tak bisa dilakukan dengan cepat. Dikarenakan, ada beberapa data pemeriksaan yang masih disentralisasi dari pemerintah pusat. “Karena kadang hasil tes yang keluar sering terlambat,”bebernya.

Baginya, menyandang status sebagai pasien Covid-19 bukanlah sebuah aib. Namun dokter Zaenal mau tidak mau harus ikhlas. Ia menganggap status positifnya sebagai niat baik yang diberikan dari Sang Pencipta. Beruntung, ia tidak sendirian. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng saat itu juga sangat responsif. Cepat tanggap memutus penyebaran korona, terutama perhatiannya untuk tenaga medis.

“Setelah hasil keluar, kami dikarantina 14 hari di Hotel Kesambi. 46 tenaga medis isolasi mandiri di hotel yang memang sudah dipersiapkan Pemprov Jateng”paparnya.

Selama kurun waktu 14 hari, dokter Zainal menjalani isolasi mandiri. Memang membosankan ketika berada di ruangan seorang diri. Suka dukanya dalam menjalani karantina ia ceritakan. Dalam praktiknya, social distancing dan berpikiran positif adalah kunci kesembuhannya. Itu sudah berguna untuk memutus rantai penyebaran virus.

“Karena waktu itu di April kan belum banyak swab tes seperti sekarang. Kuncinya itu memang benar-benar harus isolasi mandiri,”terangnya.

Karantina atau isolasi mandiri dinilainya ampuh. Disamping itu, tidak ada tips khusus agar sembuh dari virus korona. Namun, ia membeberkan jika pikiran harus selalu positif. Hal pertama harus menerima. Hal kedua harus berusaha. Serta hal ketiga harus bersemangat.

“Kami tenaga medis yang dikarantina semuanya saling menyemangati. Videocall meski beda kamar. Ya intinya dari dalam diri harus punya niat saya ingin sembuh. Itu saja,”jelasnya.

Selama 14 hari ia gunakan untuk berkomunikasi dengan keluarga. Bahkan masih diminta untuk menjadi narasumber meski tengah menjalani isolasi mandiri. Baginya, aktivitasnya masih sama. Hanya saja, tidak bisa bertemu dengan tatap muka. Karenanya, komunikasi ia lakukan secara virtual. “Ya aktivitas masih biasa. Tapi makan teratur dan sehat. Makan buah, minum air mineral yang banyak. Dan tentunya kami tiap bagi sewaktu karantina olahraga bersama di kamar masing-masing,”jelasnya.

Sebelum dinyatakan negatif, ia mengaku harus menjalani pemeriksaan swab test tiga kali lagi. Swab pertama, dirinya dinyatakan negatif. Namun, di swab kedua hasilnya meragukan. Untungnya, di swab ketiga hasilnya negatif. Dari sini, dokter Zaenal menyatakan sembuh. “Tesnya kan harus dua kali negatif untuk dinyatakan sembuh. Alhamdulillah sekarang sudah beraktivitas seperti biasa,”tuturnya.

Berbeda dengan pengalaman Kepala Satpol PP Kota Semarang Fajar Purwoto. Ia mengaku, dua kali harus berjuang melawan Covid – 19 yang bersemayam di tubuhnya. Pertama, Fajar terpapar Covid – 19 pada awal Juni 2020. Kemudian bisa sembuh. Tidak lama setelah beraktivitas, ia terpapar kembali pada akhir Juli 2020.

Saat terpapar pertama kali, Fajar divonis OTG. Akhirnya, ia menjalani isolasi mandiri di rumahnya. Tepatnya di Perum Purisartika, Kelurahan Sampangan. Saat terpapar kali pertama tersebut, ia mengaku jika tidak perasakan apa-apa. Tubuh sehat, dan beraktivitas seperti biasanya. “Tidak merasakan apa-apa,” kata Fajar kepada RADARSEMARANG.COM, kemarin.

Ia diketahui terpapar usai adanya swab test masal yang dilakukan oleh Pemkot Semarang pada Mei 2020. Memang sebelumnya ia juga sempat melakukan swab test secara mandiri. Dikarenakan pada saat itu usai bertemu salah satu putranya yang datang dari Jakarta. “Tapi hasilnya negatif,” ujarnya.

Dalam menjalani isolasi mandiri tersebut, ia mengisinya dengan kegiatan positif. Seperti senam, karaoke dengan handphone, dan menata koleksi kerisnya di rumah. Tidak lupa, saat terpapar kali pertama itu, Fajar setiap pagi juga mendokumentasikan aktivitasnya menggunakan handphone. Videonya tersebut lalu dikirim ke WhatsApp Group Satpol PP Kota Semarang. “Tujuannya untuk menginformasikan saya sedang melakukan aktivitas apa, kemudian juga untuk memberikan masukan-masukan kepada temen-temen di Satpol PP,” tuturnya.

Setelah menjalani swab test sampai empat kali, Fajar pun dinyatakan sembuh dari Covid – 19. Tentunya ia merasa senang, karena bisa beraktivitas kembali seperti biasa. Ia mengaku, jika saat masa karantina mandiri itu, sudah rindu akan aktivitas lapangannya.

Seiring berjalannya waktu, dan karena aktivitasnya di Satpol PP Kota Semarang yang cukup tinggi, fisik Fajar pun akhirnya drop. Akhir Juli 2020 ia terbaring di salah satu rumah sakit di Kota Semarang. Diagnosa dokter, pertama ia terkena penyakit typus. Akhirnya ia pun di-swab test. Hasilnya untuk ke dua kalinya Fajar positif Covid – 19.
Ia sempat bingung kala itu. Sebab, setahunya Covid – 19 tidak bisa menyerang orang yang sudah pernah terjangkit. “Kenyataannya saya itu kali kedua positif,” katanya.

Di saat itulah ia benar-benar mempercayai betapa berbahayanya penyakit tersebut. Setelah divonis positif Covid – 19 kali kedua, Fajar menjalani isolasi di rumah sakit yang merawatnya tersebut. “Isolasi sampai dua mingguan lebih,” katanya.

Setiap hari, ia terus membangun pikiran positif. Menurutnya, melalui pikiran positif dan semangat itulah yang bisa mendorong dirinya untuk sembuh. “Pastinya karena saya yakin Allah SWT sayang sama saya dan akan diberikan kesembuhan, pikiran itu terus saya tumbuhkan,” ujarnya.

Setelah menjalani perawatan intensif dan swab test sampai empat kali, Fajar dinyatakan negatif Covid – 19. Ia lantas melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Namun ada yang berubah, salah satunya ketegasan dalam kebijakan protokol kesehatan di lingkungan rumah dan kantornya. Siapa saja yang datang ke kantor Satpol PP tanpa memakai masker dan handsanitizer langsung diusir.

Hal itu juga berlaku di lingkungan rumahnya. Fajar enggan bertemu dengan siapa saja, jika orang yang mau menemuinya tersebut tidak taat pada protokol kesehatan. “Kalau tidak pakai masker saya tidak mau bertemu, kalau di kantor dan tamu ada yang tidak pakai masker langsung saya suruh pulang,” katanya. Hal tersebut juga berlaku untuk semua anggotanya. “Anggota juga sama, ke kantor tak taat prokes, saya sanksi langsung,” ujarnya.

Pengalaman Sarno, Lurah Krobokan, Semarang Barat lain lagi. Ia biasa mengajak masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. Hal itu dilakukan sepulang kerja, dan berakhir sampai larut malam pukul 02.00. Ia juga rutin melakukan kontrol di setiap tempat di wilayah Krobokan dengan dibantu petugas Babinsa dan Babinkantibmas sehingga membuat dirinya lupa makan.

Saat imun drop itu, pada 5 Juni 2020 ketika Puskesmas Krobokan melakukan swab test kepada dirinya, hasilnya dinyatakan positif. Ia sempat akan melakukan isolasi mandiri di Rumah Dinas Wali Kota. Tetapi saran tersebut ditolaknya, sehingga melakukan isolasi mandiri di rumah.

“Waktu itu saya disuruh untuk isolasi di rumah dinas wali kota, tetapi saya tidak mau sehingga diisolasi di rumah sendiri,” akunya.

Selama menjalani isolasi mandiri itu, Sarno melakukan kegiatan seperti olahraga senam sampai olahraga fisik sampai 14 hari. Ia sam[pi mengeluarkan keringat akibatnya badan menjadi sehat. Tidak hanya itu, beberapa obat resep dokter juga diminumnya, sehingga selepas dari 14 hari itu bisa sehat kembali.

“Selama 14 hari saya melakukan senam di lantai 3 rumah, yakni atap, sehingga terkena sinar matahari semua yang mengakibatkan sehat seperti sekarang ini,” katanya (avi/ewb/hid/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya