RADARSEMARANG.COM – Berlokasi di gang sempit, Arul Firmansyah, 21, membudidayakan ratusan ekor ikan cupang. Berbekal botol air mineral, ember es krim, dan kotak gabus, saat pandemi Covid-19 ini, ia memulai usahanya.
Deretan botol air mineral 1,5 liter yang telah dibelah diletakkan di bilik petak kecil berukuran 1,5×2 meter. Lokasinya persis di belakang rumah Arul Firmansyah di Gang Merpati Kebon RT 2 RW 2, Sambong Tengah, Kelurahan Sambong, Batang. Puluhan botol air mineral itu pun tak muat bila berada dalam bilik tersebut.
Mayoritas cupangnya diletakkan terbuka tanpa atap. Saat wartawan RADARSEMARANG.COM berkunjung, Arul tengah memasukkan daun-daun ketapang kering dalam botol tempat cupang. Sifat ikan yang soliter membuatnya tidak bisa dicampurkan dalam satu wadah.
“Awalnya ada teman yang sudah lama budidaya cupang minta dibikinkan logo, saya masih kerja di perusahaan roti di bagian desain kemasan,” tuturnya menceritakan awal mula terjun di dunia budidaya cupang.
Ia resign dari perusahaan tersebut dengan keinginan membuka studio desain pada Februari 2020. Namun kenyataan berkata lain, pandemi Covid-19 membuyarkan keinginannya. Seluruh customer membatalkan pesanan desain.
Ia melihat di YouTube ramai penghobi cupang. Arul teringat waktu SD senang bermain adu cupang. Dahulu harganya berkisar Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu. Keinginan mencari tahu semakin besar.
“Saya searching di internet kok harganya semakin mahal. Jenisnya juga semakin banyak. Seketika itu saya hubungi teman saya yang waktu itu bikin desain logo cupang,” jelasnya.
Arul mulai memantapkan diri. Ia mengeluarkan modal Rp 300 ribu untuk membeli cupang. Sekitar 400 ekor didapatkan. Sebulan berlalu, resah dirasakan. Tidak ada satu ekor pun yang laku.
Tak pantang menyerah, keahliannya dalam desain grafis mulai dimanfaatkan. Membuat branding produk cupang yang dimiliki. Serupa Beta Fish dijadikan identitas cupang Arul. Setelah itu mulai laku, ratusan cupang itu habis dalam dua bulan.
“80 persen uangnya saya belikan indukan. Satu pasang seharga Rp 350 ribu. Saya beli empat pasang ikan cupang,” ucapnya.
Budidaya mulai dilakukan. Arul belajar mengembangbiakkan cupang dari temannya tadi. Selebihnya mencari tahu sendiri dari YouTube. Orang tua Arul dahulu juga beternak cupang, namun hanya cupang aduan yang dijajakan untuk anak sekolah.
Berbeda dengan budidaya yang dilakukan orang tuanya, ternak cupang Arul menggunakan cara-cara lebih rumit. Pemilihan air, pakan, tempat, cara pemijahan dan perawatan sangat berbeda. Daun ketapang selalu tersedia, dimanfaatkan untuk memperkuat corak warna.
Ada dua jenis cupang yang dibudidayakan. Yaitu, jenis half moon dan giant. Harganya, berkisar Rp 50 ribu sampai jutaan rupiah. Namun tak jarang, orang mengira cupangnya adalah ikan anak SD, dan dipasarkan di sekolah-sekolah. Anak-anak pun terkadang datang ke tempatnya dengan membawa uang ribuan.
Cupang ternakannya menyasar penghobi dan kolektor sebagai ikan hias, bukan aduan. Pemasaran dilakukan melalui sosial media, Instagram dan Facebook. Lelang kerap dilakukan di Facebook hingga memikat pembeli dari berbagai daerah. Pembeli lebih banyak dari Bogor, Jakarta dan Tangerang. Sementara pembeli terjauh dari Palembang.
Pembeli juga menyempatkan datang ke rumahnya. Sampai mereka rela jalan kaki seratusan meter menyusuri gang kecil. Mobil terparkir di jalan raya, karena hanya dapat dilalui motor. Cupang yang diunggulkan Arul adalah jenis half moon. Ia sempat menunjukkan jenis half moon superred.
“Cupang jenis giant pernah saya lepas seharga Rp1,2 juta. Ukurannya 7 sentimeter body only belum ekor. Saya menargetkan punya 1000 ekor cupang di awal tahun depan,” katanya optimistis.
Target terbesar Arul bisa menciptakan cupang dengan corak-corak baru. Ia ingin produk cupang lokal bisa setara dengan kualitas luar, terutama dari Vietnam dan Thailand. Cupang dari dua negara tersebut terkenal dengan warna yang lebih pekat.
Ia terus merintis usaha tersebut, dari saat ini berupa bilik kecil, menjadi peternakan besar. Lengkap dengan galerinya. Arul tidak minder, walaupun tempat budidayanya terbilang sederhana, namun kualitas tetap diunggulkan. Sehingga harga tinggi berani dipatoknya.
“Satu bulan omzetnya Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Paling banyak saya jual 300 ekor ikan dalam satu bulan, dipanen tiap tiga bulan,” ucapnya sembari menjelaskan proses perawatan burayak hingga menghasilkan cupang terbaik. (yan/aro)