RADARSEMARANG.COM – Buah tin termasuk istimewa. Buah ini disebutkan dalam Alquran dalam surat At-Tin. Daun dan buah tin diyakini memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Tanaman ini sekarang banyak dibudidayakan warga Jalan Gergaji 1 RT 6 RW 5, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan.
Buah tin berasal dari Asia Barat. Sejak empat tahun terakhir, mulai dibudidayakan warga Kelurahan Mugassari RT 6 RW 5. Hampir di setiap depan rumah warga ditanami buah tin. Bahkan, ada yang memiliki lebih dari lima pohon yang ditanam dalam pot. Jalan kampung yang tidak lebar itu pun menjadi asri. Apalagi ditambah tanaman lain, yang rata-rata dimanfaatkan warga untuk pengobatan herbal dan memenuhi kebutuhan dapur.
“Ya, memang di sini setiap depan rumah ditanami buah tin,” ujar Hermin Ismiyatun, Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Mugassari yang juga pencetus budidaya buah tin kepada RADARSEMARANG.COM, Rabu (14/10).
Wanita yang akrab disapa Hermin ini menggerakkan warga, terutama ibu-ibu untuk menanam segala macam tanaman untuk penghijauan sekaligus apotik hidup. Salah satunya adalah buah tin. “Saya kali pertama mendapat bibit buah tin dari Jawa Timur. Ada dua pemuda datang nawari bibit buah tin. Harganya Rp 40 ribu. Karena saya suka tanaman, akhirnya saya beli bibit itu, dan saya tanam di pot,” jelasnya.
Dijelaskan Hermin, ada dua jenis buah tin yang dibudidayakan. Bibit kedua ia peroleh dari daerah Kiai Pandanaran dengan harga per pohon Rp 75 ribu. Budidaya buah tin miliknya sudah berjalan kurang lebih empat tahun. Wanita yang sehari-hari menjadi guru SD Barusari ini lalu mengajak warga sekitar untuk menanam buah tin. Sosialisasi dilakukan melalui kegiatan ibu-ibu PKK. “Saya mencoba mengembangkannya dengan mengajak ibu-ibu PKK. Awalnya, setiap rumah saya kasih bibit satu. Mereka hanya iuran untuk beli tanah dan potnya saja,” katanya.
Menurut Hermin, banyak manfaat dari buah tin. Di antaranya, untuk meningkatkan kualitas sperma, menurunkan berat badan, menyembuhkan penyakit kulit, mengobati anemia (kurang darah), hingga menyembuhkan gangguan pencernaan. Tak hanya buahnya. Daunnya pun dipercaya memiliki banyak khasiat. Daun tin dapat dimanfaatkan dengan cara dipotong halus lalu dikeringkan, dan direbus dengan air.
“Air rebusan daun tin diyakini bisa mengobati berbagai penyakit. Antara lain, batu ginjal, meningkatkan sistem imun, meredakan rasa nyeri, menurunkan gula darah, sebagai antikanker, memperbaiki fungsi hati, menurunkan kadar kolestrol dan masih banyak lagi,” bebernya.
Budidaya buah tin, lanjut Hermin, dilakukan dengan cara stek. Setiap ada batang pohon buah tin yang tua, dipotong kemudian distek untuk dijadikan bibit baru. Satu pohon dapat menghasilkan bibit baru untuk distek hingga 10 sampai 15 bibit. Batang pohon yang distek tidak langsung ditanam, akan tetapi diolesi lidah buaya sebagai obat penumbuh akar.
“Kali pertama saya coba, sempat gagal. Setelah saya tanya ke teman, ternyata harus diolesi lidah buaya untuk perangsang tumbuhnya akar,“ jelas wanita 55 tahun ini.
Selain dengan cara stek, kata dia, untuk menghasilkan bibit baru juga dilakukan dengan cangkok. Namun cara ini jarang dilakukan, karena lebih mudah dengan cara stek. “Kegagalan cara stek hanya sekitar lima persen,” ujarnya. “Bibit buah tin kemudian saya taruh di polybag. Setelah agak besar, saya ganti medianya dengan menggunakan pot agar pohon dapat berbuah,” tambahnya.
Dikatakan, terbatasnya lahan di Mugassari, membuat warga menggunakan media tanam dalam pot. Dari bibit baru sampai berbuah biasanya memakan waktu selama enam sampai tujuh bulan. Selama ini, lanjut dia, pemanfaatan buah tin di daerahnya hanya untuk dikonsumsi sendiri. Wanita kelahiran 55 tahun ini juga pernah memanfaatkan daunnya sebagai teh untuk diseduh. Namun hal ini belum dilakukan oleh warga lain. Selama empat tahun membudidayakan buah tin, Hermin juga pernah mengalami putus asa ketika hama menyerang.
“Beberapa waktu lalu pernah diserang hama semacam kepik yang bertelur di bagian daun, banyak juga pohon yang akhirnya mati,” ceritanya sedih.
Namun ia tidak menyerah begitu saja. Daun yang terserang hama dipotong agar tidak menular ke daun yang lain. Hasilnya pun cukup bagus. Selang beberapa waktu, hama tidak menyerang lagi. Perawatan pohon buah tin sendiri cukup mudah, hanya mengatur kadar air agar tidak terlalu banyak. Bibit baru juga tidak boleh terkena air karena nanti akan mati. Satu bibit baru yang sudah agak besar biasanya dihargai Rp 30 ribu.
“Banyak juga yang ke sini nyari bibit buah tin. Ada juga yang dibawa sampai ke Jakarta. Pernah kita jual bareng-bareng sama ibu-ibu PKK dan uangnya masuk ke kas PKK,” jelas Hermin.
Ke depannya, ia ingin mengembangkan budidaya buah tin agar lebih maju. Misalnya, membuat produk teh daun tin atau manisan dari buah tin. Ia juga berharap agar pemerintah memberikan apresiasi seperti diberikan suntikan dana ataupun pelatihan agar pemanfaatan buah tin bisa lebih maksimal.
“Pihak kelurahan (Mugassari) sudah tahu mengenai hal ini. Setiap ada pelatihan mengenai tanaman, saya juga ikut. Tapi untuk budidaya buah tin sampai sekarang belum pernah dilirik,” katanya. (mg10/mg12/aro)