RADARSEMARANG.COM –Ada ratusan kampung tematik di Kota Semarang. Salah satunya Kampung Keripik Sukun di Kelurahan Peterongan RW VI, Kecamatan Semarang Selatan. Anehnya, di sini hanya ada enam pohon sukun. Kini, kondisi Kampung Keripik Sukun ini hidup segan mati tak mau.
Awal mula disebut Kampung Keripik Sukun karena di kampung ini terdapat beberapa pohon sukun. Jumlah tepatnya enam pohon. Bibit pohon sukun itu dulu didapatkan dari Blitar, Jawa Timur. Katanya, jenis pohon sukun dari Blitar ini rasanya sangat manis, dengan buah sukun yang besar berwarna kuning matang.
Oleh warga, buah sukun itu diolah menjadi keripik sukun. Tak salah, jika akhirnya kampung tersebut ditetapkan sebagai Kampung Keripik Sukun dalam program kampung tematik yang digulirkan Pemerintah Kota Semarang. Kampung ini digelontor dana Rp 200 juta. Dari dana itu, paling besar untuk memperbaiki infrastruktur. Memperbaiki jalan, mempercantik kampung, membuat taman, dan membangun dua gapura selamat datang di Kampung Keripik Sukun.
Koordinator Kampung Keripik Sukun Muhammad Breta Rahmadi mengaku, program kampung keripik sukun belum berjalan maksimal. Produksi keripik sukun belum bisa dilakukan setiap hari. Sebab, dari enam pohon sukun yang ada, hanya tiga yang sudah dipetik buahnya. Sedangkan tiga pohon sukun lainnya usianya baru satu tahun.
“Awalnya kami tidak tahu kalau buah sukun ini dapat diolah menjadi makanan dengan daya jual tinggi. Setelah ada pelatihan di Kelurahan Peterongan tentang pembuatan makanan dari buah sukun, kami langsung mempraktikkannya,” ucap Mamad, panggilan akrab Muhammad Breta Rahmadi.
Mamad menjelaskan, setelah mempraktikkan langsung pengolahan buah sukun, warga Kampung Keripik Sukun sudah dapat memproduksi secara langsung keripik sukun dan menjualnya.
Adapun bahan untuk pembuatan keripik sukun ini sangat sederhana. Bahan utamamya, tentu buah sukun yang sudah tua. Ditambah dengan bahan lain, seperti mentega, garam, bawang putih dan ketumbar. Meskipun sudah mulai produksi, ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam menjalankan Kampung Keripik Sukun ini.
“Adapun kendala utama kami dari pengolahan keripik sukun ini terbatasnya bahan baku buah sukun. Karena hanya ada tiga pohon yang bisa dipetik buahnya. Sehingga kami dapat mengolah keripik sukun ini hanya setahun sekali. Paling produktif ya setahun dua kali,” ucap Mamad.
Penyebab tidak adanya buah sukun ini, karena jika pada musim kemarau, buah sukun banyak yang gagal panen. Sehingga warga tidak bisa memproduksi keripik sukun.
Padahal omzet penjualan keripik sukun sangat menguntungkan, di mana sekali produksi keripik sukun dapat memperoleh omzet hingga Rp 3 juta.
“Biasanya kami sekali produksi keripik sukun bisa mencapai 100 bungkus. Kami menjual dengan harga Rp 5 ribu sampai Rp 15 ribu per bungkus,” tambahnya.
Ketua RW VI Kelurahan Peterongan Sudirman mengatakan, selain diolah menjadi keripik sukun, buah sukun di kampungnya diolah menjadi menu kuliner yang lain, seperti donat sukun, getuk sukun, brownis sukun, dan yang paling unik pizza sukun.
“Akan tetapi sampai saat ini yang baru bisa kami jual hanya olahan keripik sukun,” katanya.
Senada dengan Mamad, ia juga mengakui ketersediaan buah sukun yang terbatas menjadi kendala utama memproduksi keripik sukun.
“Seperti yang dikatakan oleh koordinator Kampung Keripik Sukun, kendala kami dalam memajukan Kampung Keripik Sukun ini adalah terkendala di buah sukun yang hanya bisa berbuah di musim penghujan. Jika musim kemarau, buah sukun akan mengalami gagal panen,” ujarnya. (cr1/aro)