RADARSEMARANG.COM – Bermodal dari gaji sebagai pegawai honorer, Sangaji Bowoleksono membuka studio foto di Genuk, Semarang. Ia mengusung konsep foto berkelas dengan spot-spot foto yang unik dan instagramable.
Sangaji Bowoleksono tampak sibuk mengarahkan gaya berfoto kliennya yang baru saja diwisuda. Meski tengah riweuh (ribet, Red) dengan pekerjaannya, Omajib -sapaan akrabnya- menyambut wartawan RADARSEMARANG.COM dengan ramah.
Ya, pria berusia 33 tahun ini merupakan pendiri sekaligus pemilik Omajib Photo Studio. Studio foto yang telah berdiri sejak 2014 ini terbilang memiliki terobosan yang unik. Pasalnya, sang pemilik berani mengusung konsep foto studio berkelas dengan harga terjangkau di wilayah timur Kota Semarang.
“Kami spesialis foto grup. Tarif fotonya mulai dari Rp 200 ribuan, dapat puluhan file foto. Tapi, kami juga melayani konsep foto lain, seperti prewedding, wisuda, dan maternity (kehamilan),” terang suami Lintang Wulandari ini sambil menunjukkannya kepada koran ini.
Studio foto ini berlokasi di lantai dua ruko depan Perumahan Sembungharjo Permai, Jalan Wolter Monginsidi, Genuk, Semarang. Ruangan seluas 11 x 14 meter persegi yang awalnya kurang terawat ini, kemudian disulap menjadi sebuah studio foto oleh Omajib. Studio ini memiliki delapan spot foto dengan variasi background yang unik dan instagramable. Menurutnya, hal inilah yang menjadi ciri khas sekaligus daya tarik studio fotonya.
“Ada background hitam, putih tema victorian, coklat tema victorian, putih tema boho, abu-abu tekstur beton, dan sebagainya. Yang terbaru adalah background halaman majalah dan alumunium foil. Nggak banyak studio foto di wilayah Semarang Timur yang memiliki konsep seperti ini,” katanya
Ayah dari Ranu Bima Laksana ini kemudian menceritakan awal mula dirinya terjun di dunia fotografi hingga seperti saat ini. Kecintaannya dalam memotret muncul sekitar 11 tahun yang lalu. Kala itu, dirinya kerap diajak memotret oleh kakak tingkatnya semasa kuliah.
“Dulu sering diajak foto-foto. Waktu itu, masih belum punya kamera. Jadi, saya masih pinjam teman. Setelah nyoba memotret, ternyata asyik. Eh, jadi hobi deh. Sejak itu saya jadi tertarik mempelajari fotografi lebih dalam,” tutur pria yang beralamat di Perumahan Korpri Sendangmulyo ini.
Seiring berjalannya waktu, ia berhasil menabung untuk membeli alat-alat fotografi dari uang pendapatannya sebagai pegawai honorer di Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang. Dari yang awalnya hanya memiliki kamera, lambat laun ia pun memiliki lighting, berbagai jenis lensa kamera, dan sebagainya. Ia menjadi pegawai honorer sekitar 10 tahun, mulai 2010 hingga awal 2020 lalu.
Sebelum mendirikan studio foto sendiri, Omajib sudah sering diminta memotret oleh kerabat dekatnya. “Aku pernah diminta buat foto produk, prewedding, maternity dan lainnya. Waktu itu, ya masih ngefoto sendiri. Kadang fotonya di rumah, kadang juga panggilan,” jelasnya.
Pada 2014, sambungnya, ia mengajak dua tetangganya untuk merintis studio foto di daerah Klipang, Sendangmulyo. Kala itu, kedua temannya sama sekali tidak menguasai kemampuan fotografi. Dengan penuh ketelatenan, Omajib menjalankan bisnis sembari mengajarkan kedua temannya teknik fotografi dari nol sampai mahir.“Awalnya saya ajarin mereka buat jadi asisten fotografer, lama-lama saya ajarin motret juga,” ujarnya
Pada 2016, ia merasa kesulitan menjalankan bisnis bersama. Omajib memilih pisah bisnis dengan kedua kawannya itu. Salah satu temannya masih menjalankan studio lama, teman yang lainnya mendirikan studio foto sendiri. Pada Mei 2017, Omajib baru membangun studio foto miliknya di Genuk.
“Saya nggak papa sih kalau mereka menjalankan bisnis studio foto sendiri. Saya nggak merasa tersaingi karena lokasinya berjauhan. Lagi pula saya rasa mereka sudah bisa jalanin bisnis sendiri. Justru saya ikut seneng karena ilmu fotografi yang saya bagikan berguna bagi karir mereka,” katanya.
Meski telah sering diminta untuk memotret bahkan mengajari orang lain teknik-teknik fotografi, pria kelahiran Semarang ini mengaku belum pernah sekalipun mengikuti kelas fotografi. Keahliannya dalam memotret dan mendesain spot foto justru hadir karena pengalaman dan mempelajari dari internet secara otodidak.
“Semua saya pelajari sendiri. Untuk spot foto, saya sering terinspirasi dari foto-foto di Google atau Pinterest. Kadang saya modifikasi sesuai selera. Untungnya saya dulu kuliah jurusan arsitek. Jadi, penataan objek hingga komposisi ruangan dalam membuat spot foto saya terapkan dari ilmu yang saya dapat waktu kuliah,” bebernya.
Dia mengaku, bisnis yang telah berjalan enam tahun ini pada awal dibangun memerlukan modal sekitar Rp 20 jutaan hanya untuk membangun tiga spot foto.
“Modal untuk mendirikan bisnis ini memang besar. Dari gaji sebagai pekerja honorer untunglah cukup untuk memenuhi kebutuhan studio pada awal pembangunan. Kalau sekarang sih bisa punya delapan spot foto itu diperoleh dari pendapatan jasa foto kami,” paparnya.
Meski pangsa pasarnya merupakan warga Semarang Timur hingga Mranggen Demak, ia mengaku peminatnya cukup tinggi. Bisnis jasa foto yang telah memiliki followers Instagram sebanyak 16,4 ribu ini mampu memperoleh rata-rata 120-150 klien per bulan. Ketika musim wisuda, kliennya pun meningkat pesat. Bahkan, pada Oktober 2019 dirinya mampu meraup omzet sebesar Rp 150 juta dalam sebulan.
“Saya memang sengaja buka studio foto di pinggir Semarang. Saya ingin masyarakat yang domisilinya jauh dari tengah kota juga dapat merasakan kesenangan dalam berfoto. Pastinya dengan harga terjangkau dan kualitas yang tak kalah dengan studio foto di tengah kota,” katanya. (mg4/aro)