30 C
Semarang
Tuesday, 15 April 2025

Manfaatkan Tanaman Indigo, Menarik Mahasiswa Luar Negeri

Zie Batik Kampung Malon Semarang, Pelopori Batik dengan Pewarna Alami

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Setiap daerah memiliki batik dengan ciri khas berbeda. Seperti Zie Batik Gunungpati, Semarang. Produk batiknya menggunakan pewarna alami yang ramah lingkungan.

EKO WAHYU BUDIYANTO, Radar Semarang

NAMA Zie Batik sudah cukup dikenal. Bisa dibilang, Zie Batik merupakan pelopor berdirinya UMKM batik di Kota Semarang, khususnya Kampung Malon, Gunungpati. Betapa tidak, dari UMKM tersebut kini bermunculan UMKM serupa di kampung itu.

Pemilik Zie Batik Zalzilah menceritakan awal mula berdirinya UMKM ini sejak 2004 lalu. Kala itu, ia bersama suami yang juga seorang pembatik, Marheno, menekuni bidang ini. Setelah dinilai berhasil, kemudian mengajarkan cara membatik kepada warga sekitar.

Seiring berjalannya waktu, ia pun melihat potensi alam yang luar biasa di Gunungpati, khususnya di Kampung Malon.

Akhirnya, dirinya berkomitmen untuk mengembangkan batik dengan pewarna alami di Kampung Malon.

“Dulu pertama kami mencoba menggunakan warna alami, hasilnya belum terlalu bagus. Tapi, kami tetap komitmen untuk membuat batik dari warna alami. Karena kami tak ingin mencemari lingkungan persawahan di sekitar sini,” katanya.

Saat memasuki rumah produksi sekaligus showroom batik, akan dimanjakan dengan banyak koleksi batik Semarangan. Penggunaan warna alami dari berbagai macam tanaman, seperti kulit pohon mahoni, kulit buah joho, secang, mangrove, dan daun Indigo menjadi ciri khas produk batik ini.

Perkembangan batik warna alami juga didukung Pemerintah Kota Semarang. Sehingga pada 2016 lalu, melalui program kampung tematik, Kampung Malon dijadikan percontohan untuk kampung batik yang menggunakan pewarna alami.

“Alhamdulillah sekarang warga Kampung Malon yang terdiri atas satu RW dan tiga RT sudah banyak yang menjadi pembatik dengan pewarna alami. Kurang lebih ada 40 ibu yang sudah bergelut di bidang batik ini,”terangnya.

Untuk terus mengembangkan Batik Semarangan dengan pewarna alam, saat ini banyak sekali dukungan yang datang. Dukungan mulai dari bantuan alat hingga pemasaran.

Batik Semarangan sendiri, lanjutnya, memiliki motif yang ikonik. Seperti motif Asam Arang, Warak, dan Gambang Semarang. Selain itu juga terdapat motif Gereja Blenduk, serta Lawang Sewu.

Untuk memperoleh market yang lebih luas, dirinya kerap mencampurkan motif tersebut dengan motif yang lebih bisa diterima secara universal.

“Untuk target market yang universal kami kombinasikan motif, seperti motif Warak kami gabung dengan flora fauna lainnya,” tuturnya.

Sejauh ini, untuk best seller Warak dan Asem Purnomo adalah yang paling diminati. “Asem Purnomo itu, satu tema pohon asem besar dan kami modifikasi dengan nuansa lain. Jadi, seakan-akan sejuk, teduh, nyaman di bawah pohon asem itu,” katanya.

Untuk mengatasi bahan baku pewarna, masyarakat pun dilibatkan untuk ketersediaan bahan bakunya. Jadi, selain menanam padi atau tanaman bahan pokok, masyarakat tak sedikit yang ikut menanam Indigovera sebagai bahan dasar pewarna batik.

“Indigovera kalau sini lebih dikenal dengan nama Tom. Petani yang punya lahan yang luas dan tak terpakai, dipakai untuk menanam tanaman ini,” tuturnya.

Teknik pewarnaan menggunakan tanaman Indigo ini mengundang minat banyak mahasiswa luar negeri yang ingin belajar pewarnaan dengan bahan alami. Seperti mahasiswa Singapura dan Amerika.

“Banyak yang ke sini, mereka tahu dari internet. Untuk tanaman Indigo memang ada proses tertentu sebelum digunakan. Seperti harus melalui tahap fermentasi dahulu, kemudian ada pencampuran dengan gula jawa,” terangnya.

Alhasil, lanjut dia, saat ini batik warna alami asal Kampung Malon telah merambah hingga pasar luar negeri. Seperti Jepang dan Singapura.

“Ada peminat di sana yang kerap memesan batik dari sini. Kalau di Jepang, suka batik warna Indigo. Untuk harga variasi tergantung kerumitannya,” katanya. (*/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya