RADARSEMARANG.COM, Cara produktif diterapkan tim penanganan Covid-19 Desa Winduaji, Kecamatan Paninggaran, Kabupaten Pekalongan. Mereka memberikan pelatihan bertanam hidroponik bagi warga desa yang pulang kampung dari merantau yang masuk Orang dalam Pemantauan (ODP).
RIYAN FADLI, Pekalongan, Radar Semarang
BERLOKASI di pintu masuk Desa Winduaji, Kecamatan Paninggaran Kabupaten Pekalongan, Posko Covid-19 di tempat tersebut terlihat berbeda. Jika posko lain terlihat berbagai macam poster pencegahan korona, di tempat tersebut justru didominasi bangunan bagan hidroponik yang masih terlihat baru.
Letaknya persis di depan Posko Covid, terlihat beberapa pemuda sedang sibuk melakukan pembibitan. Memasukkan benih-benih sayur kangkung ke dalam pipa kecil yang telah diisi tisu toilet. Pengeluaran dana ditekan seminimal mungkin, yang digunakan adalah perlengkapan alternatif. Seperti tisu toilet, dan gelas plastik.
Awal mula pembuatan bagan hidroponik sebagai langkah produktif pemberdayaan warga itu berawal dari penanaman pohon pepaya di sepanjang jalan desa satu tahun lalu. Adanya pandemi korona membuat sekitar 200 orang pulang kampung dari zona merah. Kebanyakan dari Jakarta. Mereka tidak memiliki pekerjaan di desa, akhirnya tercetuslah pembuatan hidroponik. Agar para ODP tersebut bisa memiliki kegiatan yang produktif.
“Ini berjalan lagi setelah ada Covid-19, mengumpulkan dana dari relawan Covid. Relawan Covid semua anggota karangtaruna. Uang untuk relawan dialihkan untuk pembuatan hidroponik. Banyak pemuda yang pulang kampung selama pandemi Covid, jadi tidak ada kerjaan. Mereka diberdayakan untuk mengelola hidroponik tersebut. Masing-masing anggota sudah mulai membuat hidroponiknya, sekarang sudah ada tiga titik penanaman,” kata Riza Setiawan, 32, Ketua Karangtaruna Desa Winduaji kepada RADARSEMARANG.COM.
Jumlah anggota dari tim Covid desa tersebut hanya ada 15 orang. Penanaman dilakukan menggunakan metode termudah. Dijelaskan, hidroponik itu ada lima sistem. Yang paling sering digunakan dan paling mudah untuk pemula itu rakit apung dan sistem sumbu. Jadi, kalau ibu-ibu atau pemuda yang menganggur ingin bergabung lebih enak. Mudah memahamkan.
“Kita bisa memanfaatkan barang-barang yang tidak terpakai, seperti botol bekas,” imbuhnya.
Suara gemercik air terdengar dari selokan depan posko. Airnya jernih. Riza menjelaskan jika selokan tersebut pernah diberi bibit ikan. Saat ini sudah dipanen. Cerita unik, tak berselang lama usai penaburan bibit ikan, warga malam mengambilnya. Riza pun hanya bisa bersabar. Membiasakan warga agar sadar bahwa hal itu bisa menambah pemasukan warga.
Walaupun banya ODP, di desa tersebut belum ada warga yang dinyatakan positif. Kehidupan sehari-hari warga berjalan seperti biasa, namun lebih waspada.
“Orang yang pulang dari perantauan tetap dipantau, di sana biasanya ada pekerjaan. Sampai di desa kan menganggur. Mereka dibekali penamaan hidroponik untuk bisa diterapkan ketika kondisi belum normal kembali. Harapannya tidak kembali merantau, tapi mengurus hidroponik terus sukses,” ucapnya.
Ia pun menjelaskan dengan ramah bahwa satu bagan biaya pembuatannya sekitar Rp 2,5 juta. Pertama kali ia menanam pakcoy satu tahun lalu. Saat ini, penanaman dilakukan untuk sayur kangkung, menyesuaikan pesanan. Pakcoy sudah dipanen empat kali. Saat panen pertama sayuran tersebut dibagikan secara gratis. Baru kemudian muncul pengembangan baru sekitar satu bulan ke belakang, setelah ada korona.
“Motivasi saya, pemuda itu sebenarnya banyak kegiatan. Kalau di sini awalnya dari sepak bola, sering ngumpul tapi tidak ada kegiatan lain. Akhirnya diusahakan untuk melakukan kegiatan lain yang berpenghasilan. Jangka panjangnya meminimalkan urbanisasi. Tidak harus ke Jakarta untuk bekerja. Jika di sini ada pekerjaan, akan mengurangi tingkat urbanisasi,” ujar Riza.
Bagan hidroponik yang di depan Posko Covid menggunakan sistem rakit apung. Menggunakan styrofoam setebal 5 sentimeter. Ia menarget bisa memenuhi 3 hingga 4 ton untuk satu kecamatan. Selama empat kali panen tersebut, keuntungan yang didapatkan digunakan untuk pengembangan bagan-bagan baru. Atas usahanya tersebut ia pun berharap bisa membuat desanya semakin maju.
“Dana karangtaruna dari Dana Desa juga ada, itu bisa dimanfaatkan untuk hal yang lebih produktif. Tidak hanya untuk olahraga. Harapannya semua pemuda punya lahan sendiri, terutama di dekat rumah karena halamannya masih banyak yang luas. Juga ibu-ibu PKK. Targetnya desa ini jadi komoditi hidroponik, sebagai percontohan desa wisata,” harapnya. (*/aro)