RADARSEMARANG.COM, Muhammad Baihaqi, difabel netra asal Pekalongan mengadu ke Komnas HAM dan Ombudsman RI. Ia merasa mendapat diskriminasi dalam penerimaan CPNS. Langkahnya terganjal meski memperoleh nilai tertinggi tes Seleksi Kemampuan Dasar (SKD).
NORMA SARI YULIANINGRUM, Pekalongan, Radar Semarang
Muhammad Baihaqi masih tak percaya. Harapannya menjadi CPNS pupus. Ia tak rela. Sebab, penyebabnya sangat menyakitkan. Meski memperoleh nilai tertinggi tes SKD, ia harus kandas. Baihaqi tak bisa melanjutkan tes SKB atau Seleksi Kompetensi Bidang. Alumnus Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Jogjakarta (UNJ) ini mendaftar sebagai guru matematika di SMA Negeri 1 Randublatung.
Baihaqi mengungkapkan, saat itu ia diminta untuk datang ke kantor Badan Kepegawaian daerah (BKD) Jawa Tengah. Pada kesempatan itu, dikatakan oleh Ketua BKD bahwa namanya harus digugurkan karena tidak memenuhi syarat, di mana formasi khusus penyandang disabilitas yang ia lamar hanya boleh diisi oleh difabel tuna daksa.
Setelahnya, tak hanya mengadu ke Komnas HAM dan Ombudsman RI, Baihaqi juga turut mengirim surat untuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Hal tersebut ia lakukan lantaran merasa telah didiskriminasi.
“Saya daftar di formasi khusus penyandang difabel ditolak, padahal di formasi umum saya sudah nggak boleh daftar. Lalu kalau di formasi khusus difabel saya juga ditolak, lantas di mana kesempatan saya untuk mengikuti penerimaan CPNS ini?” keluhnya kepada RADARSEMARANG.COM, Minggu (10/5).
Sembari menunggu respon dari Gubernur Jateng, pria yang sekarang menjadi guru tidak tetap di salah satu sekolah swasta di Kota Pekalongan ini juga telah mengirim surat ke sejumlah pemerintah pusat seperti Kemenpan RB RI, Kementerian Sosial RI, serta Kepala BKN RI.
Ia melayangkan surat aduan berbekal UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas serta Peraturan Menteri PAN-RB No 23 Tahun 2019 yang menyebutkan bahwa para penyandang disablitas apapun dapat mendaftar pada formasi khusus disabilitas, formasi umum, atau formasi khusus lainnya tanpa dibedakan jenis disabilitasnya, selama memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai.
Baihaqi menjadikan Peraturan Menteri PAN-RB No 23 Tahun 2019 sebagai pedoman. Karena ia merasa memiliki kualifikasi yang sesuai dengan jabatan Ahli Guru Matematika yang dilamarnya. Di samping itu, berbagai prestasi dan penghargaan juga pernah diraihnya. Salah satunya penghargaan dari Konsulat Republik Indonesia Tawau atas jasanya sebagai Pendidik/Guru Untuk Pelayanan Pendidikan Bagi Anak-Anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Sabah, Malaysia.
“Saya sangat berharap hak saya sebagai pelamar CPNS bisa dikembalikan, dan saya dapat mengikuti tes selanjutnya yaitu tes SKB. Karena kan memang yang saya pahami dan yang saya tahu, hak-hak kami para difabel dijamin dan dilindungi oleh UU, di mana kami harus diberikan hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi,” katanya. (*/aro)