RADARSEMARANG.COM, Pandemi Covid-19 dimulai di Kota Wuhan, Tiongkok, awal tahun ini. Saat wabah tersebut memuncak, beruntung bagi mahasiswi asal Semarang di Tiongkok, Ong, Grace Amazia Budiono. Ia sudah kembali ke Indonesia saat wabah Covid-19 belum menelan banyak korban.
IDA FADILAH, Radar Semarang
Ong, Grace Amazia Budiono tinggal di Jalan Kenconowungu 1/33, Karangayu, Semarang. Ia tercatat sebagai mahasiswi The Chinese University of Hongkong Shenzhen Tiongkok. Ia telah kembali dari Negeri Tirai Bambu itu pada 17 Januari silam saat libur imlek. Tak diduga, begitu dirinya pulang, negara tempatnya menuntut ilmu itu dilanda wabah Covid-19 yang telah menelan banyak korban jiwa.
“Nggak nyangka sih, tempat yang selama ini aku tinggalin kena wabah gituan. Tapi bersyukur juga, pas banget waktu aku lagi balik ke Indonesia,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Dikatakan, ketika Covid-19 mulai parah di Shenzhen sekitar akhir Januari, warga lokal diimbau untuk di rumah. Mahasiswa yang tidak pulang ke negara asalnya pun diimbau untuk menetap di asrama kampus. Menurut informasi temannya yang masih di Tiongkok, peraturan pemerintah tentang lockdown sangat ketat.
Jika ingin keluar rumah atau kampus harus minta izin. “Jalanan mulai sepi, namun masih ada beberapa orang yang keluar rumah untuk membeli keperluan. Itupun hanya diizinkan berada di sekitar tempat tinggal,” ceritanya.
Ketika di tempat umum, warga sangat berhati-hati. Ketika ada orang yang tidak sengaja batuk di bus langsung menjadi perhatian oleh penumpang lain. Begitupun ketika turun bus, suhu tubuh langsung dicek.
“Waktu wabah pertama ramai, soalnya memang lagi libur kan. Jadi nggak ada yang ke kantor dan kampus. Harusnya kantor mulai masuk awal Februari, karena musibah ini masa liburnya diperpanjang. Kampus dan sekolah juga liburnya diperpanjang,” tuturnya.
Teman-teman Grace yang tidak pulang ke negara masing-masing justru sangat tenang. Mereka mengikuti imbauan pemerintah. Justru Grace lah yang panik. Mengkhawatirkan keadaan mereka. Beberapa orang tua mahasiswa Indonesia juga tak kalah paniknya. Mereka sangat menginginkan anaknya pulang segera.
“Kalau teman-teman asal Indonesia sih yang heboh mamanya. Disuruh pada balik secepatnya. Kalau teman asli sana (Tiongkok), malah biasa saja. Paling hanya cerita kalau bosan di rumah. Malah aku yang lebih heboh tanya ke mereka,” jelas putri pasangan Ong Budiono dan Debora Budi Agung ini.
Wabah korona ini mengakibatkan semua sistem pendidikan dialihkan ke online. Biasanya, kata dia, saat ada kelas dalam lingkup besar, dosen akan membuat video pelajaran. Jika kelas lingkup kecil, hanya menggunakan aplikasi Zoom. Selain itu, kurikulum di-update untuk mengikuti perkembangan.
“Tapi sempat ada beberapa mata kuliah yang meniadakan mid term gitu. Dan semua mahasiswa nggak ada yang boleh balik kampus sebelum diizinin. Baru waktu puncak Covid-19, waktu saat seharusnya sudah mulai kuliah, ada pengumuman untuk tidak boleh kembali ke kampus,” terang mahasiswi jurusan Finance semester 4 ini.
Sama halnya dengan aktivitas perkuliahan, sebelum wabah terus menyebar, mahasiswa masih diperbolehkan untuk datang ke kampus. Namun harus menyertakan keterangan secara lengkap. Begitu pula ketika sudah keluar dari kampus, lebih dari dua hari untuk kembali masuk ke kampus sulit.
Bagi Grace, perayaan Imlek kali ini tidak ada hal yang spesial. Masyarakat Tiongkok tidak ada yang keluar rumah, hanya memanjatkan doa tanpa perayaan seperti biasa. Bahkan kebijakan lockdown sangat dipatuhi.
Saat ini, lanjut dia, menurut cerita teman-temannya kondisi Tiongkok sudah kembali dengan aktivitas seperti semula, meski tetap berhati-hati. Kantor dan pasar mulai beroperasi. Hanya saja, untuk perkuliahan masih belum diperbolehkan masuk. “Kata teman saya di sana, untuk keluar rumah sudah diizinkan tapi tetap menggunakan masker,” katanya. (*/aro)