Rumah Doa Bukit Rhema atau dikenal Gereja Ayam di Kabupaten Magelang kini cukup dikenal di seluruh Indonesia. Apalagi setelah gereja yang berarsitektur unik ini menjadi lokasi syuting film Ada Apa Dengan Cinta 2.
AGUS HADIANTO, Magelang, RADARSEMARANG.COM
POHON Natal dengan lampu warna-warni terpasang di aula utama Gereja Ayam. Di situ sudah tertata kursi bambu, kursi ukir dan kursi besi. Di bagian depan terpampang foto-foto yang dipamerkan ke pengunjung. Para pengunjung bebas melihat foto-foto tersebut. Ada juga yang sekadar duduk di kursi yang ada sambil menikmati tayangan di monitor LED yang dipasang di depan mereka.
Ya, Gereja Ayam menyambut Natal biasanya banyak pengunjung. Tak hanya umat kristiani, juga pengunjung beragama lain. Maklum, gereja yang dibangun sejak 1992 di Dusun Gombong, Desa Kembanglinmus, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang ini memang telah menjadi destinasi wisata andalan Kabupaten Magelang.
Keberadaan Gereja Ayam ini tidak bisa dipisahkan dengan pemiliknya, Daniel Alamsyah, 76. Sosok Daniel sebagai aktivis gereja yang taat, berjiwa sosial tinggi, serta menghargai perbedaan, dan selalu menyuarakan perdamaian, menyatu dalam Gereja Ayam. Di usia senjanya, Daniel pun tetap mengontrol dan mengawasi Gereja Ayam yang kini menjadi tempat wisata instagramable. Meski menjadi tempat wisata yang ramai dikunjungi, Daniel tetap menjaga ruh Gereja Ayam sebagai Rumah Doa untuk semua agama.
Tapi beliau seorang aktivis gereja yang taat. Beliau juga membuka panti rehabilitasi narkoba Bethesda Borobudur, juga membangun gereja di Kecamatan Pakis. Rumah Doa Bukit Rhema adalah buah keprihatinan papa melihat Indonesia ke depannya. Ternyata, kini terbukti Indonesia penuh dengan gesekan dalam perbedaan. Melalui Rumah Doa yang bisa digunakan untuk semua agama ini, papa ingin memberi pesan perdamaian,” kata anak kelima Daniel Alamsyah, yakni William Wenas, 38, kepada RADARSEMARANG.COM, Selasa (24/12).
Kepada RADARSEMARANG.COM, William meminta maaf karena Papa Daniel sedang tidak enak badan dan kesehatannya menurun karena usia lanjut, sehingga tidak bisa menemuinya langsung, dan mewakilkan kepada dirinya. Wiliam mengenang, sosok Papa Daniel sebagai orang yang keras mendidik anak-anaknya dan harus mandiri.
“Papa Daniel orangnya sangat keras terhadap anak-anaknya. Namun sebenarnya, beliau welas asih dan lembut. Perasaannya begitu sensitif. Apalagi terhadap orang lain, sangat perhatian. Sembilan anaknya dididik dengan keras, pun begitu terhadap 12 cucunya,” ujarnya.
William mengenang, awal Papa Daniel membangun Gereja Ayam, seluruh anak-anaknya, termasuk dirinya memprotes pembangunan tersebut. Terlebih, menurut William, gara-gara membangun Gereja Ayam, waktu bersama keluarga hilang akibat kebiasaan Papa Daniel bolak-balik Jakarta-Magelang kala libur bekerja.
“Saya waktu itu kan masih kecil sekitar sepuluh tahun, protes ke Papa karena setiap libur Sabtu Minggu, selalu ke Magelang. Saya kasihan sama Papa Daniel karena capek, kasihan dengan kondisi kesehatannya. Papa Daniel hanya bilang, kalian semua belum tahu, dan kelak akan mengerti. Pembangunan Rumah Doa ini adalah proyek Tuhan, ke depan perbedaan di Indonesia akan begitu terlihat. Semoga melalui Rumah Doa ini, segala perbedaaan agama dan suku menyatu dan tidak terpecah dan saling menghormati,” ungkapnya.
Dia mengaku, Gereja Ayam hingga kini terus dibangun dan belum selesai, karena masih banyak lahan yang belum terbangun. Lahan seluas 4.000 m2, menurut Daniel, masih akan dilakukan pengembangan-pengembangan.
Wiliam menjelaskan, bangunan Gereja Ayam sendiri seluas 528 m2 dengan ukuran bangunan 12 meter x 44 meter dan tinggi 34 meter. Papa Daniel, menurutnya, ingin membangun musala kecil di kompleks Gereja Ayam agar bisa dimanfaatkan pengunjung.
“Sebenarnya, di bagian bawah sudah tersedia ruang doa untuk masing-masing agama dan bisa dimanfaatkan. Namun ke depan, akan dibangun ya semacam musala untuk umat muslim, juga ada semacam pura untuk agama Hindu di lingkungan Gereja Ayam. Papa Daniel ingin suara perdamaian terdengar dari sini,” ujarnya.
Dia menceritakan, awal mula Papa Daniel membangun Gereja Ayam karena terinspirasi saat pulang ke rumah istrinya di daerah Borobudur, Magelang. Kala itu, menurutnya, Papa Daniel sedang jalan-jalan dan menemukan sebuah bukit yang indah pada 1988.
Papa Daniel, kata Wiliam, kemudian bertemu dengan seorang anak kecil berusia 10 tahun bernama Jito, dengan kekurangan fisiknya, yakni bisu dan tuli. Melalui Jito inilah, menurutnya, Papa Daniel kemudian ditemani jalan-jalan hingga ke Bukit Rhema, dan dibawa menemui pemilik lahan.
“Mungkin inilah yang dianggap berkat Tuhan, papa menemukan ide membangun Rumah Doa. Dulu lahan ini sama pemiliknya langsung ditawarkan ke Papa Daniel. Karena berhubung Papa Daniel belum punya uang, maka dipending. Papa Daniel kan hanya karyawan biasa di PT BASF, pabrik pembuat kaset, jadi tidak punya uang,” ucapnya.
William mengatakan, mungkin karena doa dan kekuatan Tuhan lah, Papa Daniel kemudian bisa membeli lahan dan mulai membangun Rumah Doa. Peletakan batu pertama, kata Wiliam, dimulai sejak 1992 hingga Papa Daniel pensiun dan menetap di Magelang pada 2001.
Disebutkan, jika dihitung, mungkin untuk membangun Rumah Doa ini menelan biaya sampai Rp 1 miliar lebih. Awalnya, kata William, Papa Daniel memang ingin membangun rumah doa dengan bentuk Merpati.
“Karena perlambang merpati di ajaran kami adalah simbol perdamaian. Namun karena yang mengerjakan warga sekitar, ya kalau dibilang bukan profesional, sehingga lebih mirip ayam. Terlebih memang basic Papa Daniel juga bukan arsitek, namun suka gambar. Namun Papa Daniel tidak masalah, yang penting pesan perdamaian tersampaikan,” bebernya.
William mengungkapkan, ruang utama aula Rumah Doa memang sengaja disterilkan dari kegiatan keagamaan apapun. Jika agama tertentu ingin menggunakan Rumah Doa, kata Wiliam, akan disediakan tempat tersendiri.
“Memang dari awal, keinginan Papa Daniel agar aula bersih untuk kegiatan apapun. Pertimbangannya, agar yang akan melakukan kegiatan keagamaan tidak terganggu dan mengganggu lainnya. Namun memang, di setiap momen hari besar agama tertentu, aula kita tambahkan ornamen sebagai bentuk penghormatan. Salah satunya saat ini, ada pohon natal karena mendekati hari natal. Pas lebaran Islam, kami tambahkan ornamen keislaman, ya minimal spanduk untuk mengucapkan juga,” tutupnya (*/aro)