RADARSEMARANG.COM, Penataan Kota Semarang terus dilakukan. Salah satu yang berperan dalam mempercantik Kota Lunpia adalah Mohammad Irwansyah. Saat ini, ia menjabat Sekretaris Dinas Penataan Ruang (Distaru) Kota Semarang.
EKO WAHYU BUDIYANTO, RADARSEMARANG.COM,
Di balik penataan Kota Semarang yang baik tentunya ada pemikir-pemikir yang hebat di belakangnya. Salah-satunya Mohammad Irwansyah, Sekretaris Distaru Kota Semarang. Irwansyah – sapaan akrabnya – memang lahir dari Ilmu Tata Kota. Ia mulai berkarir di Pemkot Semarang sejak 1998. Ilmu tata kota yang dimiliki didapatkan ketika dirinya mengenyam pendidikan S1 Arsitektur di Universitas Katholik (Unika) Soegijapranata. Ia lulus 1994 silam.
Ditemui RADARSEMARANG.COM di kantornya, ia menceritakan lika-liku awal kehidupannya yang serba mengalir dan menurutnya tidak ada perencanaan sedikitpun dari awal.
Ia menceritakan bagaimana awal dirinya bisa mengambil Jurusan Ilmu Arsitektur. Apalagi, arsitektur di kala itu memang belum menjadi disiplin ilmu yang sepopuler seperti sekarang. Ia nekat mengambil jurusan yang tidak populer tersebut lantaran teringat dengan nasihat seorang gurunya kala ia duduk di bangku SMP.
Kala itu, setelah menyabet juara III lomba menggambar tingkat SMP se Jawa – Bali, gurunya meminta dirinya kelak menimba ilmu di Jurusan Arsitektur. “Alhasil ketika lulus SMA Pangudi Luhur di Surakarta, saya diterima di Unika Soegijapranata jurusan Arsitektur,” kata alumni SMP Negeri 5 Semarang ini.
Singkat cerita, kemudian saat ia membuat skripsi di jurusan itu, dirinya malah membahas soal desain kawasan penataan kota. Padahal, sangat jarang mahasiswa dari disiplin ilmu Arsitektur membuat tema skripsi seperti itu. Sebagian besar kala itu mahasiswa di jurusan itu masih berkutat tema bangunan-bangunan bertingkat.
Alhasil saat memasuki masa sidang skripsi, salah satu dosen pengujinya tidak menyetujui tema yang dikerjakan. Pastinya, sidang skripsi menjadi arena ‘pembantaian’ bagi dirinya saat itu. “Lalu saya dibantai, dan itu umum apalagi saya dinilai tidak sesuai dengan jurusan yang saya ambil,” katanya.
Namun karena kegigihannya dalam mempertahankan tema tersebut, ia akhirnya diluluskan. Setelah lulus, berbekal ilmu dan ijazah arsitek itulah dirinya melamar sebagai CPNS di lingkungan Pemkot Semarang. Bernasib baik, dirinya diterima dan diangkat PNS di 1998.
“Waktu itu saya langsung diminta mengikuti prajabatan nasional yaitu pendidikan dua minggu di Latsar Magelang dan dua minggu di Semarang,” ujarnya.
Tampaknya hoki terus berpihak pada diri Irwansyah. Tidak lama setelah diangkat menjadi PNS, pada 2000, ia diikutkan diklat P4. Padahal kala itu posisinya masih staf. Karirnya mulai meningkat ketika di tahun yang sama ia mendapat kesempatan untuk tugas belajar mengambil S2 di Universitas Diponegoto (Undip).
“Di Undip ambil Magister Teknik Pembangunan Kota,” katanya.
Karirnya mulai melesat terbukti di 2004 ia mulai dipercaya menjadi Kasi Penataan Bangunan di Dinas Tata Kota dan Perumahan kala itu, yang saat ini bernama Distaru.
Tidak berhenti di situ, kemudian di 2008 ia diamanahi jabatan sebagai Kasi Perencanaan Tata Ruang. “Di 2009 diamanahi sebagai Kabid Penataan Pemanfaatan Bangunan. Di 2017 awal sampai sekarang menjadi Sekretaris Dinas Penataan Ruang (Distaru),” katanya.
Menurutnya, ilmu penataan kota memang benar-benar sudah melekat di dirinya. Tidak heran jika dirinya mampu ikut ‘berlari’ dalam mewujudkan visi dan misi Wali Kota Kota Semarang untuk membangun kota dengan cepat.
Karena konsep ilmu penataan kota benar-benar ia pahami. Menrutnya, Ilmu Tata Kota merupakan sebuah ruh dari pembangunan sebuah wilayah. Bisa dibilang posisinya sekarang merupakan posisi yang vital dalam hal pembangunan Kota Semarang.
“Seorang manager kota akan berhasil jika menguasai tata ruang. Contohnya, Pak Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, beliau memang benar-benar menguasai Ilmu Tata Kota dengan baik,” ujarnya.
Suami dari Lilia Dewiyanti ini juga mengatakan, jika dalam penataan kota, juga harus dilandasi dengan ilmu seni. Ia sendiri tidak mengira jika dari ilmu arsitektur yang dulunya tidak populer membawanya ke kondisi yang sekarang.
“Jujur waktu kecil saya belum tahu mau jadi apa,” tuturnya.
Pria yang kelahiran Cilacap, 19 April 1967 silam ini juga memiliki darah seni yang diturunkan dari keluarganya. Hal itulah yang membuatnya mudah mengomposisikan Ilmu Arsitektur, Tata Kota, dan Seni.
Ketika ditanya apa yang menjadi moto hidupnya, ia menjawab mengalir seperti air. Hal itu terbukti dengan apa yang dirasakan sampai sekarang. Di mana tidak pernah ia rencanakan sejak awal.
“Saya tidak pernah mengira untuk menjadi seperti ini, yang jelas saya hanya siap jika ada perintah dari pimpinan dan akan saya laksanakan dengan sebaik-baiknya,” ujar lulusan SD Gergaji Kota Semarang ini. (*/aro)