Nama Ngaliyan di Kota Semarang ternyata menyimpan sejarah. Jejak pemilik asal usul nama tersebut pun masih ada, yakni petilasan Mbah Alian. Meski boleh dibilang seadanya, petilasan Mbah Alian banyak dikunjungi warga.
DEWI AKMALAH, RADARSEMARANG.COM
HAMPIR semua nama kampung di wilayah Kota Semarang memiliki cerita sejarah. Termasuk nama Ngaliyan. Jejak pemilik asal usul nama Ngaliyan bisa ditemui di Perumahan Wahyu Utomo, Kelurahan Tambak Aji, Kecamatan Nyaliyan. Tepatnya di wilayah RT 02 RW 06. Di kampung yang hijau dan rindang itu, terdapat petilasan Mbah Alian, tokoh yang namanya diabadikan sebagai nama Ngaliyan.
Petilasan itu berupa sumur dan bangunan mirip makam berukuran sekitar 70 cm x 80 cm. Bangunan yang berjarak sekitar 2 meter dari sumur itu hanya berwujud persegi empat. Bagian tengahnya dibiarkan tanah saja. Sedangkan di sekelilingnya dibatasi bangunan semen yang dilapisi keramik warna pink berukuran 10×20 cm yang sudah memudar. Di sisi yang dekat sumur dibangun lebih menonjol dengan lapisan keramik serupa berukuran 10×10 cm. Sederhana memang. Lokasi petilasan itu berada di samping rumah warga. Di lahan milik umum yang disediakan pengembang. Di bawah rimbunnya pohon belimbing wulung.
Pengurus petilasan Suparto menceritakan, Mbah Alian merupakan tokoh pertama yang babat alas (hutan) di wilayah Ngaliyan. Namun untuk tahunnya, dirinya mengaku tidak ada yang mengetahui. Ia ingat pada 1982, ketika Perumahan Wahyu Utomo dibangun, warga meminta pengembang untuk tidak menggusur patilasan tersebut. Tujuannya untuk menghormati jasa Mbah Alian.
“Sebenarnya tidak jelas itu makam atau petilasan? Yang jelas petilasan itu sudah ada sejak saya di sini 37 tahun yang lalu,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Ia mengakui, sumur di kompleks petilasan itu banyak dikunjungi warga untuk mandi dan mencari berkah. Mereka mempercayai sumur tersebut peninggalan Mbah Alian yang keramat. Padahal sepengetahuannya, sumur tersebut adalah buatan warga sebagai sumber air ketika musim kemarau tiba. “Meskipun sudah diberitahu, tetap saja di hari-hari tertentu ada orang yang datang minta izin buat mandi di situ. Katanya sih biar dapat berkah,” katanya sambil tersenyum.
Tidak hanya warga Semarang saja yang berkunjung untuk berziarah, masyarakat dari luar kota pun banyak berdatangan. Mulai dari Kendal, Demak, Jepara, Kudus, Pekalongan dan berbagai kota lainnya. Mulai mahasiswa, masyarakat biasa hingga para pejabat. Biasanya mereka berkunjung waktu siang, sore atau setelah magrib. Di tempat itu, warga biasanya melantunkan ayat-ayat suci Alquran.
Suparto mengaku sedikit terganggu ketika pengunjung tersebut datang tengah malam. Hal tersebut cukup mengganggu waktunya untuk beristirahat. “Ya kadang terganggu tengah malam ada yang minta izin mandi di situ. Tapi ya gimana, tetap saya bukakan. Biarlah namanya juga usaha mencari berkah,” ucapnya.
Dalam mengurus petilasan tersebut, dirinya mengaku tidak sendiri. Warga setempat terkadang membantu kerja bakti membersihkan taman petilasan tersebut.
Ketua RW 06 Agus Haryanto menambahkan, warganya secara proaktif turut menjaga dan merawat petilasan tersebut. Karena bagaimanapun, petilasan itu merupakan tempat bersejarah bagi berdirinya kampung tersebut.
“Seharusnya yang diberi nama Ngaliyan ya kelurahan kami. Karena petilasannya ada di kampung kami. Tapi ya sudahlah. Mau bagaimana lagi. Yang terpenting masyarakat tahu petilasan Mbah Alian ada di sini,” ujarnya.
Pihaknya berencana menata dan membangun ulang kompleks petilasan tersebut agar lebih baik dari sebelumnya. Karena itu, jika kampungnya menjadi juara Lomba Kampung Hebat, uang hadiah tersebut akan digunakan untuk mempercantik petilasan tersebut. Sehingga lebih nyaman ketika dikunjungi.
“Kalau kita menang dan dapat uang, kita akan buat gapura yang bagus di depan. Selain itu, petilasannya akan kita tata. Jadi, kalau ada yang berkunjung bisa nyaman,” katanya.
Sejauh ini, belum ada perhatian dari Pemkot Semarang. Bahkan bangunan petilasan itu terlihat seadanya. (*/aro)