Situs kuno dan batuan candi tak hanya ditemukan di wilayah Mijen Semarang. Tapi, juga ditemukan di wilayah Sendangguwo, Tembalang. Sayangnya, peninggalan zaman kuno itu sekarang sudah tertutup oleh bangunan warga dan masjid.
RIYAN FADLI, RADARSEMARANG.COM,
Masjid Al-Hikmah di Jalan Salak II Kelurahan Sendangguwo, Tembalang itu tampak seperti masjid pada umumnya. Masjid bercat biru dengan pagar besi stainlees itu berdiri megah di tengah kampung. Namun siapa sangka, ternyata diduga ada batuan candi terkubur di lantai masjid ini. Bukan tidak disengaja atau tidak diketahui sebelumnya, namun batuan candi itu dikubur di bawah keramik teras masjid atas kesepakatan warga. Hal itu disampaikan warga sekitar, Slamet Untung.
“Batuan candi ini sudah sekitar setahun dikubur. Batunya berwarna hitam, namanya batu Mbah Watu Mele. Di semping masjid ini juga ada batu seperti itu, tapi sudah tertutup rumah sebelah,” ujar Slamet kepada RADARSEMARANG.COM, Selasa (3/12).
Informasi yang dihimpun RADARSEMARANG.COM, batuan itu berukuran sekitar 4×4 meter. Permukaannya berada pada kedalaman 20 sentimeter di bawah lapisan keramik Masjid Al-Hikmah. Lokasinya yang berada tepat di depan pintu masjid, membuat warga berinisiatif menutup situs tersebut. Lantaran dianggap menghalangi akses menuju masjid. “Orang-orang pindah ke sini, batunya sudah ada. Dulu saya pindah sini masih hutan semua, sekarang sudah padat rumah,” ucapnya.
Lurah Sendangguwo Agustinus Kristyono mengatakan, jika ada arkeolog yang ingin meneliti situs itu, maka lantai masjid bisa digali lagi. Batuan candi telah ditutup dengan tanah untuk memudahkan penggalian. Namun setelah dilakukan penelitian, kata dia, harus dikembalikan seperti semula lagi. “Batunya berkepala singa, badannya saat ini masih ada, tapi kepala sudah hilang. Ukurannya cukup besar,” ujarnya.
Agustinus juga menjelaskan jika di kelurahannya terdapat empat titik situs kuno. Di antaranya berada di area pekarangan warga, serta di tepi jalan. Peninggalan emas di situs tersebut juga pernah ditemukan warga. Pihaknya berharap ada arkeolog datang untuk meneliti agar bisa diungkap semua situs yang ada. Sehingga nantinya bisa dijadikan sebagai cagar budaya. Selain di masjid itu, situs lain berada di area Makam Padukuhan. Banyak batu bata merah besar, berukuran sekitar 30×60 senti ditemukan di sana.
“Menurut cerita, di sana dahulu bisa dikatakan sebuah kerajaan kecil. Di area makam itu adalah tempat akan dibangunnya Masjid Agung Demak. Dulu pernah ada yang meneliti tapi tidak ada tindak lanjut,” ucapnya.
Dikatakan, pembangunan itu dilakukan secara gaib layaknya kisah Bandung Bondowoso membangun seribu candi dalam semalam. Pembangunan masjid agung itu tidak terlaksana, lantaran terdengar suara orang sedang menyapu di tengah malam.
“Saat ini, di lokasi sudah tinggal beberapa saja. Karena yang utuh sudah diambil orang-orang sejak dulu. Warga sekitar juga kurang peduli terhadap keberadaan situs-situs itu, karena kebanyakan penduduk di sini adalah pendatang,” ujar Agustinnus.
Hal tersebut juga disampaikan Samonah, warga yang sering membersihkan lokasi makam. Warga menyebutnya Boto Wali dan lokasi pemakaman itu disebut sebagai Situs Mbah Dukuh.
“Batu batanya sudah banyak diambil warga, dibuat pondasi rumah. Istilahnya buat kenang-kenangan,” tandasnya. (*/aro)