RADARSEMARANG.COM -Tak banyak pemuda seperti Aan Fatahudin. Mahasiswa Universitas PGRI Semarang (Upgris) ini, rela meghabiskan masa mudanya untuk membenahi keadaan sosial serta infrastruktur di tanah kelahirannya Seklotok, Kendal. Tak seorang diri, ia juga menggerakkan pemuda lainnya untuk bersama-sama kembali ke desa.
BERANGKAT dari keresahan atas keadaan desa yang terbengkalai karena ditinggal oleh para pemudanya, September 2018 Aan Fatahudin mendirikan komunitas sosial bernama Homenyong. Komunitas ini fokus mengajak pemuda untuk kembali ke desa dengan tujuan menjalin interaksi dengan masyarakat serta membenahi keadaan desa.
Desa yang saat ini sedang menjadi dampingannya adalah Dusun Seklotok, Desa Getas, Kecamatan Singorojo, Kendal. Sebagai anak seorang petani, yang dibiayai kuliah dari hasil alam, Aan merasa perlu membalas budi atas apa yang telah desanya berikan selama ini.
“Dalam diri saya, ada hak untuk desa. Saya bisa sampai di titik ini, bisa kuliah tinggi, semuanya dari hasil bumi. Malu rasanya kalau nggak balas budi,” ujar mahasiswa semester tujuh jurusan Teknik Arsitektur ini kepada RADARSEMARANG.COM, Rabu (13/11).
Aan tak main-main dengan apa yang ia upayakan. Saat ini, ia bersama relawan Homenyong sedang menggalakkan lima program. Program tersebut adalah berbagi kegembiraan, konservasi tanah gerak, arsitektur ruang desa, potensi pangan lokal serta revitalisasi budaya.
Sebagai mahasiswa arsitektur, besar keinginan Aan untuk mengaplikasikan ilmunya demi kepentingan masyarakat. Hal yang menjadi fokus utamanya adalah membenahi kondisi jalan di Desa Seklotok yang terbelah akibat tanah bergerak. Lewat program konservasi tanah gerak, ia berhasil mengumpulkan masyarakat bersama dengan para relawan untuk bekerja bakti membuat tanggul, menanam pohon bambu, serta turut mendatangkan Dinas lingkungan Hidup dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Tak selesai sampai di situ, lewat program arsitektur ruang desa, ia bersama komunitas Homenyong juga berhasil menjadikan sungai di Seklotok bersih dan mampu difungsikan oleh masyarakat. Namun, semua yang telah ia capai saat ini tak lepas dari berbagai rintangan. Baginya, rintangan terbesar adalah untuk menyadarkan lebih banyak lagi pemuda asal Seklotok supaya peduli terhadap desanya sendiri.
Tapi, semua rintangan itu membuahkan hasil yang manis. Sudah banyak pemuda lain yang tergerak oleh karenanya. Luthfiatul Insyiroh salah satunya. Mahasiswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ini mengaku dengan tergabungnya ia bersama Homenyong, wawasannya menjadi terbuka. Kelak, ia akan mengamalkan apa yang telah ia dapatkan untuk kemajuan tanah kelahirannya.
Pantas kiranya jika Aan Fatahudin dijadikan role model oleh Luthfi dan pemuda lainnya. Ilmu Arsitekturnya berbaur manis dengan kecintaannya terhadap desa. Ketika arsitek lainnya berbondong-bondong membangun gedung-gedung tinggi, ia memilih kembali ke tanah kelahirannya, dan mengabdikan diri di sana.
“Tujuan utama saya ingin Seklotok menjadi desa yang mandiri, percaya diri dengan potensi yang dimiliki. Selain itu, masyarakat juga dapat hidup selaras dengan alam, lebih guyup dalam bergotong royong, dan tak meninggalkan tradisi,” papar pria yang berhasil mengumpulkan 300 relawan itu dengan tatapan bahagia. (*/ida)

