31 C
Semarang
Sunday, 22 June 2025

Salah Pilih Jurusan, Justru Jadi Pelecut Meraih Prestasi

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo bukan pilihan utama Waliawati. Namun gadis asal Garut, Jawa Barat ini mampu membuktikan dengan kesungguhan belajar dan penerimaan hati, ia berhasil menjadi wisudawati terbaik UIN Walisongo pada wisuda yang akan digelar Rabu (20/11) hari ini.

DEWI AKMALAH, RADARSEMARANG.COM,

TAK ada yang berbeda ketika RADARSEMARANG.COM bertemu dengan Waliawati. Namun mahasiswi mungil ini murah senyum. Ketika bertemu koran ini, ia menyambutnya dengan tersenyum ramah. Rona wajahnya berbinar. Wali –sapaan akrabnya—sangat bahagia. Maklum, hari ini akan diwisuda. Tak hanya itu, ia juga dinobatkan sebagai wisudawati terbaik Program Wisuda Sarjana ke-76 UIN Walisongo Semarang. Wali berhasil lulus dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) nyaris sempurna, 3,93.

Wali mengaku tidak menyangka bisa menjadi lulusan terbaik UIN Walisongo. Dara kelahiran Garut, 23 Desember 1996 ini tidak merasa melakukan hal yang spesial selama masa perkuliahan. Hanya saja, dirinya mengaku  memang langganan meraih IPK 3,8 atau 3,9 dalam setiap semesternya. Sehingga meraih IPK 3,93 pada saat kelulusannya bukan hal baru bagi gadis berdarah Sunda ini.

Alhamdulillahnya memang dari awal kuliah rata-rata IPK tiap semester selalu 3,8 atau 3,9. Dan untuk jadi lulusan terbaik jujur saya tidak menyangka. Namun saya rasa itu merupakan reward atas usaha dan doa yang saya panjatkan agar bisa kuliah dengan baik dan membanggakan orang tua dengan prestasi,” ujar putri bungsu dari dua bersaudara ini.

Tidak ada kiat khusus untuk menjadi wisudawan terbaik. Ia mengikuti perkuliahan seperti mahasiswa lainnya. Namun dirinya memang menekankan bahwa kehadiran dalam kelas merupakan faktor utama dirinya mampu meraih nilai yang tinggi. Sebab, dengan rajin kuliah, ia merasa dosen akan lebih menaruh respek dan penghormatan. Ia bahkan mengaku sangat jarang meninggalkan kelas, dan berusaha hadir sebentar meskipun dirinya ada urusan yang mendesak.

“Kadang penyakit mahasiswa itu malas untuk masuk kelas. Namun saya tidak. Saya justru menilai, kalau rajin kuliah, tentu akan mendapat nilai plus dari dosen. Karena dosen akan lebih mengenal dan mengetahui kemampuan kita. Karena itu, bisa jadi nilai IPK saya baik, karena ada penilaian dari dosen yang baik, sebab saya rajin masuk kuliah,” tuturnya.

Meskipun mendapat IPK yang luar biasa di jurusan yang diambil, putri pasangan almarhum Adi Aban dan Latifah ini mengaku, pada awalnya tidak berniat kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo. Sebab, pasca lulus SMA, dirinya yang jago matematika justru ingin mengambil jurusan teknik sipil di Politeknik Bandung yang dekat dengan rumahnya. Namun sayang, cita-cita tersebut tidak tercapai. Bahkan ketika diterima di UIN Walisongo, orang tuanya sempat menentang putri kesayangannya merantau ke Semarang. Namun setelah mengalami proses yang panjang, kedua orang tuanya merelakan putri bungsu mereka merantau bahkan selalu memberi support untuk dirinya.

“Jadi awalnya itu ingin masuk ke Politeknik Bandung. Pingin masuk teknik sipil. Tapi waktu itu sekolah saya dulu juga ada pembukaan jalur masuk ke universitas Islam juga. Dan saya juga daftar UIN.  Setelah itu saya nazar pokoknya yang terpilih yang pertama itu yang digariskan Allah. Dan malah justru saya pertama kali diterima di UIN Walisongo. Berangkatlah saya ke Semarang. Meskipun sempat ditentang orang tua, namun Alhamdulillahnya mereka sekarang bisa mengerti. Dan justru mendorong saya untuk semangat kuliah dan bisa lulus dengan cepat,” lanjutnya.

Meskipun “kecemplung” alias salah memilih jurusan, dirinya tidak menjadikan hal tersebut untuk malas kuliah. Justru sebaliknya, Wali bertekad untuk menekuni dan menguasai apa yang digariskan Allah SWT untuknya. Lambat laun ia mulai belajar apa itu hukum Islam, ilmu falak dan lain sebagainya. Bahkan saat ini dirinya mengaku justru mencintai ilmu falak atau ilmu atronomi Islam. Skripsinya pun mengambil tema tentang ilmu falak, yakni penentuan awal bulan Qomariyah rukyah perhitungan tiga bulan. Dan guna mempelajari lebih dalam ia juga bergabung dengan Himpunan Astronomi Amatir Semarang (AHAS). Sehingga ia memiliki wadah untuk berbagi dengan sesama astronom amatir untuk membahas perkembangan ilmu astronomi sekarang ini.

“Walau tidak sesuai yang diinginkan dulu ya tetap saya tekuni. Mau gimana lagi? Sudah kuasa Allah, saya bisa masuk UIN. Mau tidak mau saya geluti. Dan Alhamdullilah setelah saya ikhlas menerima nasib, banyak peristiwa baik menghampiri saya. Saya pernah ikut jambore astronomi amatir mewakili Semarang di Pasuruan. Saya pernah mendapat beasiswa Bank Indonesia berkat prestasi akademik saya. Dan masih banyak lainnya,” katanya.

Ia berpesan kepada seluruh mahasiswa yang juga mengalami salah memilih jurusan seperti dirinya, agar dapat ikhlas dan berusaha yang terbaik menjalani apa yang ditakdirkan Tuhan. Karena bagaimanapun jika ditekuni, jalan tersebut akan mengantarkan hal yang baik, bahkan menjadi pilihan hidup. Sama halnya dengan dirinya yang tidak menyangka menjadi yang terbaik di UIN Walisongo setelah menerima dan menjalani perkuliahan hasil “kecemplungnya” dengan ikhlas dan kesungguhan. Bahkan, setelah lulus S1, Wali ingin melanjutkan kuliah Pascasarjana UIN Walisongo. Kebetulan dirinya telah mendapatkan beasiswa.

“Saya harap siapapun yang salah jurusan atau lainnya. Jangan patah semangat. Siapa tahu itu jalan terbaik Allah. Dan untuk gelar ini, saya persembahkan untuk ayah saya di surga, dan ibu saya. Semoga dengan ini saya bisa membanggakan mereka berdua meskipun dengan hal yang sederhana,” ucapnya. (*/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya