27 C
Semarang
Monday, 14 April 2025

Suparman, Ziarah ke Makam Walisongo selama Dua Bulan, sempat Dikira Sudah Hilang

Warga Demak yang Umrah Gratis Berkat Ziarah Ngontel

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Pengalaman spiritual dialami Suparman, 62, warga Desa Sambung RT 6 RW 2, Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak. Ia bisa menjalankan ibadah umrah gratis ke Tanah Suci berkat ziarah keliling Walisongo dengan naik sepeda alias ngontel.

WAHIB PRIBADI, Demak, RADARSEMARANG.COM,

Wajah Suparman masih terlihat sendu dan tampak masih lelah saat RADARSEMARANG.COM mengunjungi  kediamannya Minggu (17/11) pagi. Saat itu, Suparman masih terlelap tidur di sebuah ranjang kayu di salah satu kamar dekat ruang tamu. Sang istri, Jamiah, dengan ramah menyambut koran ini. Ia kemudian membangunkan suaminya.

Kelelahan Suparman bukanlah tanpa alasan. Sebab, ia baru sampai rumah pada Sabtu malam (16/11). Ini setelah yang bersangkutan melakukan perjalanan jauh dari Bandara Juanda Sidoarjo pulang ke Demak dengan cara naik sepeda ontel. Jarak Sidoarjo-Demak itu, ia tempuh selama tiga hari. “Saya baru sampai rumah semalam,”ujar pria kelahiran Demak, 7 Juni 1957 ini.

Suparman mengaku diberangkatkan umrah gratis oleh KH DR Achmad Muhammad MA dari Yayasan Uswah, pengelola Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH),yang berkantor di Jalan Raya Kletek, 194, Taman, Sidoarjo, Jawa Timur. Ia berangkat bersama 40 orang lainnya sesama rombongan umrah dari berbagai daerah di Jawa Timur pada 5-13 November lalu.

“Saya tidak menyangka bisa umrah gratis, Mas. Ini bermula saat saya bertemu dengan Pak Achmad Muhammad dari Sidoarjo tersebut di Kompleks Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak saat puasa Ramadan lalu,” cerita Suparman, yang sejak kecil tinggal di Desa Kangkung, Kecamatan Mranggen ini.

Ia mengisahkan, awal pertamuannya dengan Achmad bermula saat Suparman melihat sebuah mobil yang dikemudikan Kiai Achmad Muhammad kesulitan parkir di sebuah gang sempit di sebelah utara Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu.

“Saya kemudian memberitahu Pak Achmad supaya memarkirkan kendaraan di area parkir dekat masjid. Setelah itu, berlanjut dengan ngobrol ringan cerita berbagai hal. Pada akhirnya saya tiba-tiba diminta melengkapi surat-surat dan identitas diri agar nanti bisa dikirimkan ke Sidoarjo (rumah Pak Achmad,”katanya.

Gayung pun bersambut. Suparman pun sempat diajak jalan-jalan ke Jakarta hingga Jogjakarta, termasuk ziarah ke makam-makam para tokoh, termasuk ke makam Pangeran Jayakarta. “Saya diajak safari keliling sekitar 23 hari,”akunya.

Suparman menuturkan, hampir setahun yang lalu, dirinya sengaja menghilang dari rumahnya. Ia sempat  “minggat” hingga membuat keluarganya khawatir dengan kondisinya. Bahkan, lantaran lama tidak muncul atau tidak kembali ke rumah itulah, Suparman nyaris dianggap sudah hilang.

Istrinya, Jamiah, 44, pun sempat diminta keluarganya agar rapa’ atau “menceraikan” suaminya tersebut. Namun, Jamiah, sang istri tetap teguh pendirian menunggu sang suami pulang. Hilangnya Suparman ternyata untuk loro lopo (menjalani tirakat atau hidup prihatin).

“Saat itu, pikiran saya sudah judeg (buntu), Mas. Rasanya saya tidak kuat menahan berbagai omongan orang terkait kondisi saya yang miskin dengan kerja serabutan serta hasil tidak menentu. Rasanya tidak enak didengar di telinga. Saya pun akhirnya timbul niat dan tekad untuk laku prihatin. Saya ujug-ujug lungo (tiba-tiba pergi begitu saja). Orang-orang pun mencari saya,”ungkap Suparman dengan mata berkaca-kaca menahan air mata menceritakan jalan hidupnya tersebut.

Menurutnya, niat berziarah ke makam Walisongo dan para Waliyullah yang lainnya termotivasi setelah ia seakan dibimbing oleh Sunan Kalijaga yang datang menemuinya dalam mimpi. Sebelumnya, setiap malam Jumat Kliwon selalu ziarah di Kadilangu.

“Suatu saat saya bermimpi ditemui Mbah Sunan Kalijaga (Raden Said). Saya diajak mandi di Sungai Kalijajar agar badan saya bersih. Beliau (Sunan Kalijaga) saat bertemu mengenakan blangkon dan pakaian layaknya masih muda. Saya dibimbing mandi lengkap dengan doa yang harus saya baca. Doanya tidak boleh lupa,”ceritanya.

Doa yang diberikan Kanjeng Sunan Kalijaga adalah Allahumma Ya Robbana. Cukupono. Luberono beras akeh, duit akeh kanggo ngaji, kanggo kaji. Barokahe Nabil lan Wali. Gusti Allah ngijabahi. Kemudian, doa itu ditutup dengan doa sapu jagad. Robbana Atina Fiddunya Hasanah Wafil Akhiroti Hasanah Waqina Adzabannar.

Setelah ditemui Sunan Kalijaga lewat mimpi itulah, membuat Suparman bertekad untuk mulai menjalani laku prihatin. Ia berziarah Walisongo dengan cara naik sepeda ontel. Sepanjang perjalanan, ia hanya melafalkan dzikir Subhanallah dan Lahaula Walaquqqata Illa Billahilaliyyil Adzim.

Alhamdulillah. Saya diberi kekuatan oleh Allah selama perjalanan ngontel ziarah Walisongo itu. Setiap saya usai tahlil dan berdoa di setiap makam Waliyullah, saya tetap dibimbing agar laku ziarah dilanjutkan. Di telinga saya terdengar suara..lanjut..lanjut,”kata dia.

Suparman pun sudah tiga kali ziarah dengan rute yang sama dengan sepeda ontel. Setiap kali ziarah dengan ontel bisa dilalui dengan waktu tempuh selama 2 bulan.

Saat berangkat ziarah, ia hanya berbekal tas berisi pakaian beberapa stel. Sedangkan, untuk kebutuhan makan-minum dan merokok, ia hanya bawa uang Rp 20 ribu. Itupun pemberian orang kala ziarah di Kadilangu. Hingga ziarah usai, uang tersebut masih utuh. “Saat makan di warung selalu ada yang membayari. Demikian pula untuk minum dan rokok,”ujarnya.

Selama perjalanan juga tidak pernah sakit atau masuk angin. Sedangkan, sepeda ontel jenis jengki yang dipakai ziarah juga pemberian orang lain. Yaitu diberi oleh Sadeli, warga Wringinharjo, Gubug, Purwodadi.  “Waktu itu, saya ziarah di Kadilangu lalu jalan kaki sampai makam Mbah Mesem di Desa Merak, Kecamatan  Dempet. Saya bertemu Pak Sadeli ini lalu diajak ke rumahnya. Beberapa hari ikut membantu mengurug tanah untuk fondasi rumahnya. Setelah itu dikasih sepeda ontel untuk ziarah itu,”katanya.

Adapun rute ziarah yang dijalani Suparman secara berurutan adalah ziarah di Makam Sunan Kalijaga  Kadilangu Kota Demak. Kemudian, Makam Sultan Fatah, belakang Masjid Agung Demak. Dilanjutkan ke Makam  Sunan Kudus (Syekh Ja’far Shodiq), ke makam Sunan Muria (Raden Umar Said), makam Sunan Bonang (Raden Maqdum Ibrahim) Tuban, makam Asmoroqondi Palang Tuban, makam Sunan Geseng, Makam Sunan Drajat (Raden Qosim), makam Sunan Gresik (Raden Syekh Maulana Malik Ibrahim), makam Sunan Giri (Raden Paku Ainul Yaqin), makam Sunan Bungkul Kota Surabaya dan makam Sunan Ampel (Raden Rahmatullah) Surabaya. Setelah itu, ziarah ke Makam Mbah Ud (Pagerwojo) Sidoarjo, makam Syekh Jumadil Kubro Trowulan Mojokerto dan makam Mbah Sulaeman Mojoagung. Ia juga melanjutkan perjalanan ziarah ke Makam Hadratus Sykeh KH Hasyim Asyari (Pendiri NU) dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ponpes Tebuireng Jombang dan ke Makam Bung Karno di Blitar.

Rute berikutnya adalah ziarah di makam Mbah Punjul Caruban Madiun. Lalu, di makam Joko Tingkir Sragen. Makam Kebo Kenongo Boyolali, makam Ronggowarsito Trucuk Klaten, makam Tembayat Klaten, dan makam Syekh Maulana Maghribi Parangtritis Jogjakarta. Setelah itu, mengambil rute ziarah ke Makam Kiai Sholeh Darat di Bergota Semarang dan lanjut ke makam Mbah Musyafa Kaliwungu Kendal serta makam Sepuro Pekalongan dan mampir silaturahmi ke Habib Lutfi bin Yahya Pekalongan.

Perjalanan ziarah dilanjutkan ke makam Sunan Gunung Jati (Syekh Syarif Hidayatullah) Kota Cirebon Jawa Barat. Lalu, kembali ngontel ke Semarang berziarah dimakam Syekh Jumadil Kubro di Kaligawe serta di akhir ziarah di Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu dan makam Sultan Fatah Masjid Agung Demak. Selama dalam perjalanan ziarah, kondisi sepeda baik baik saja. Hanya sekali rantai putus lalu disambungkan di bengkel yang ada di Mojokerto. Saat itu, harus nuntun sejauh 1 kilometer baru menemukan bengkel. Itu terjadi saat rute ziarah sebelum Trowulan. Gangguan berikutnya, ganti torpedo saat di Boyolali.

“Untuk ziarah ontel Walisongo tahap ketiga saya lakukan mulai 1 bulan Syuro yang lalu.  Yang ketiga ini, saya pakai sepeda ontel beli sendiri. Setelah itu, baru umrah bersama Pak Achmad Muhammad Sidoarjo tersebut. Saya sendiri ketemu dengan Pak Achmad setelah ziarah yang tahap kedua. Tepatnya pas bulan Ramadan di Kadilangu,”kisahnya.

Menurut Suparman, ia memang bersikukuh berziarah dengan sepeda ontel. “Saya memang tidak mau memakai kendaraan sepeda motor atau naik bus,”katanya.

Laku yang dijalani itu, lanjut dia, digunakan dengan sebaik-baiknya untuk menata kehidupannya bersama keluarga agar diberikan keberkahan hidup oleh Allah SWT. Selamat di dunia dan akhirat.

“Saya mendoakan keluarga dan anak anak saya agar diberikan kehidupan dan masa depan yang baik. Sebagai orang tua saya harus tirakat,”ujarnya.

Suparman sendiri menikah dua kali. Istri pertama (Sariyem) telah meninggal dan dikarunia 3 anak. Lalu menikah dengan istri kedua, Jamiah, juga dikaruniai 3 anak.

“Dua anak saya meninggal. Sekarang tinggal satu anak. Yaitu, Ida Mujiati, masih kelas 4 SD Desa Sambung, Kecamatan Gajah,” katanya.

Istri Suparman mengaku pasrah dengan laku hidup yang dijalani suaminya itu. Yang penting bagi dia, anaknya bisa membayar uang sekolah. Adapun yang masih membekas di benak Suparman adalah sesuatu yang tidak disadarinya. Ia mengatakan, ketika bertemu Sunan Kalijaga dalam mimpi terjadi pada malam Selasa Wage. Pun saat bertemu dengan Kiai Achmad Muhammad yang memberi umrah gratis juga Selasa Wage. Yang menarik lagi, ia sampai di Tanah Suci untuk umrah juga Selasa Wage. (*/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya