RADARSEMARANG.COM, Rumah Pintar Bangjo (Rumpin Bangjo) konsisten menyejahterakan anak-anak jalanan di lingkungan Pasar Johar. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berdiri sejak 2010 ini telah mengentaskan anak-anak ke tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
NORMA SARI YULIANINGRUM, RADARSEMARANG.COM
PULUHAN anak berbalut busana seadanya. Duduk lesehan menunggu para relawan datang dan mengajarkan menggambar. Ya, mereka adalah anak-anak jalanan yang kerap bermain di sekitar Pasar Johar. Tanpa atap dan dinding, mereka siap belajar.
Ada 30-an anak dengan rata-rata berusia antara 7-13 tahun. Sore itu tawa mereka tampak lebar meski seharian menahan lapar. Senang rasanya melihat mereka yang selama ini berkutat dengan kerasnya kehidupan pasar, namun masih mau diajak belajar oleh para relawan yang tergabung dalam Rumah Pintar Bangjo (Rumpin Bangjo). “Di sini bisa main-main sambil belajar, kadang-kadang dapat jajan juga,” kata RN (bukan nama sebenarnya) dengan riang. Semangatnya tak juga pudar meski mimpi besarnya untuk bersekolah formal belum juga terlaksana.
Ia bukanlah satu-satunya anak yang masih memendam mimpi untuk bersekolah. RT, seorang gadis lugu yang tak pernah absen mengikuti kelompok belajar, juga belum bersempatan untuk mencicipi bangku sekolah. Tapi jangan salah, kemampuannya berbahasa Inggris boleh diadu dengan siswa sekolah favorit.
Hal ini berkat kesungguhan relawan. Mereka yang kebanyakan adalah mahasiswa rela menghabiskan waktunya di Johar. Tugas kuliah tak jadi penghalang. Pedoman mereka adalah selama ada yang bisa mereka lakukan untuk anak-anak, maka akan mereka lakukan. “Salah satu kebahagiaan terbesarku adalah ketika anak-anak girang menyambutku. Apalagi kalau mereka yang datang belajar jumlahnya banyak,” ungkap Anita dengan mata berbinar. Mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini adalah salah satu relawan yang telah menghabiskan dua tahun waktunya untuk anak-anak.
Pernah ada suatu masa di mana semua relawan patut untuk berbahagia. Masa itu adalah ketika mereka mampu memboyong satu keluarga dampingan untuk menempati rumah baru. Tak bisa digambarkan bagaimana rasa bahagia itu. Seorang ayah, ibu, dan dua anak manis mereka meninggalkan kediamannya yang kurang layak di sebuah kios potong rambut. Pagi selanjutnya, mereka tak lagi terlunta-lunta ketika kios potong rambut buka. Berikutnya, mereka bisa beristirahat dengan tenang, sementara anak-anak pergi bersekolah dan menyusun puzzle cita-cita mereka.
Namun setiap perjuangan tak selalu berjalan mulus. Di dalam sepak terjangnya, Rumpin Bangjo kerap mendapati banyak rintangan. Rintangan tersebut muncul dari lingkungan anak-anak yang tak berdampak baik untuk tumbuh kembang. Pil obat terlarang adalah musuh terbesarnya. Sulit menghindarkan anak-anak dari hal itu. Juga kebiasaan mereka untuk selalu turun ke jalan. Tapi apapun itu rintangannya, Nur Laily Istiadah, sang koordinator umum akan terus berjuang. Masih banyak mimpi yang ingin diwujudkan gadis yang akrab disapa Tia ini. Salah satunya melihat anak-anak mengenakan seragam putih abu dengan wajah paling bahagia.
“Mungkin saya tidak bisa mengubah dunia banyak orang, tapi saya masih punya harapan melalui Rumpin Bangjo. Dengan itu, semoga saya dan relawan mampu mengubah dunia anak-anak di Johar,” tutur mahasiswi UIN Walisongo ini dengan senyum simpul penuh harapan. (*/aro)