Kepala Desa Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Hari Purwanto, sangat inovatif. Mantan sopir truk pasir lulusan SMK Yudha Karya ini mampu menciptakan alat pompa air dengan tenaga surya yang dipakai untuk mengairi sawah warga. Bahkan temuan ini menjadi satu-satunya di Jateng.
Agus Hadianto, Magelang, RADARSEMARANG.COM
DESA Krincing, Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang termasuk wilayah subur dengan diapit banyak sungai, yakni Sungai Elo dan Sungai Progo. Namun demikian, musim kemarau yang datang selalu membuat para petani setempat resah. Kurangnya aliran air dari sungai irigasi membuat sawah menjadi kering, dan bahkan pecah-pecah. Kondisi ini berlangsung sejak dahulu, sejak kepemimpinan kepala desa sebelum-sebelumnya. Akhirnya, Kepala Desa Krincing yang baru menjabat enam bulan, Hari Purwanto, memutar otak untuk mengantisipasi bencana kekeringan ini.
Hari mempunyai ide untuk mengangkat air Sungai Elo yang terletak di ujung Desa Krincing, tepatnya di Dusun Samirono, perbatasan dengan Desa Suropadan, Kabupaten Temanggung, menggunakan pompa air. Ia menggunakan tenaga surya atau solar cell dalam menghidupkan pompa air, dan mengalirkannya ke saluran irigasi desa. Awalnya, ide Hari dianggap gila dan tidak mungkin bisa mengangkat air di ketinggian tebing hingga 20 meter. Rupanya, cibiran masyarakat menjadi pelecut semangat Hari membuktikan kegigihannya mengatasi kekeringan sawah di desanya.
“Saya dibilang mustahil bisa mengangkat air yang letaknya cukup rendah dari sawah pertanian milik warga. Warga banyak yang bilang opo iso?” katanya.
Cibiran ini dibalas Hari dengan banyak membuka internet, mencari tahu tentang solusi mengatasi kekeringan dengan solusi pompa air. Keyakinan Hari bertambah kuat dengan melihat pameran agro di Suropadan, di mana ada stan yang memamerkan keunggulan solar cell.
“Waktu itu saya tertarik dengan solar cell. Saya konsultasi dengan tim yang memamerkan itu, dan diberi pembinaan dan masukan. Akhirnya, saya berasumsi, inilah alat yang tepat untuk digunakan mengairi lahan sawah,” imbuh pria asli kelahiran Desa Krincing, Kecamatan Secang 37 tahun lalu ini.
Hari kemudian berkonsultasi dan menghitung seluruh biaya pembuatan pompa solar cell dengan tim teknis dari Surabaya. Habisnya Rp 350 juta. Hari kemudian berpikir bahwa anggaran sebesar itu bisa dicover dengan anggaran dana desa tahap tiga, dengan mekanisme pemberdayaan masyarakat. Hari kemudian memantapkan tekad dan mengumpulkan warga untuk bersama-sama membuat pompa air tenaga surya.
Untuk mengangkat air dari Sungai Elo, warga terlebih dahulu membuat kotak seperti penampung air yang berada persis di pinggir sungai, dengan kedalaman 2 meter pada bulan Juni. Kotak penampungan air ini kemudian dipasang mesin pompa dan disambung dengan pipa berdiameter 3 dim sepanjang 400 meter hingga ke saluran irigasi.
Sedangkan lokasi panel tenaga surya berada di area persawahan tanah bengkok seluas 100 m2, dengan berjarak dari mesin pompa sekitar 200 meter. Lokasi panel tenaga surya kemudian dipasang kabel menuju mesin pompa yang berada di kotak penampungan. Pembuatan kotak penampungan ini memakan waktu dua bulan, karena harus membendung aliran air lebih dahulu, baru membuat lubang sedalam dua meter. “Pembangunan dimulai dari awal Juni dan mulai dimanfaatkan Sabtu (14/9) lalu,” imbuhnya.
Hari menyebutkan, panel tenaga surya atau solar cell yang digunakan sebanyak 64 panel, di mana masing-masing panel mampu menghasilkan 100 watt listrik, dengan total listrik yang dihasilkan 6.400 watt. Hari sengaja memasang solar cell tanpa dilengkapi baterai. Sehingga solar cell ini hanya hidup saat terkena sinar matahari saja, sedangkan malam hari kondisi mati. “Ini untuk solusi pertanian Desa Krincing, karena di musim kemarau pertanian tidak mendapatkan air. Awalnya dari keprihatinan para petani di musim kemarau tidak bisa mendapatkan air. Di Desa Krincing punya Sungai Elo dan Sungai Progo, tapi dari dulu sudah berupaya menyedot air dinaikan ke pertanian, tapi waktu itu masih menggunakan listrik, jadi biayanya tidak sebanding dengan pendapatan petani,” tandasnya.
Hari mengaku bahwa dengan tenaga surya tersebut, ditargetkan bisa mengairi lahan pertanian seluas 50 hektare. Untuk saat ini, menurut Hari, baru bisa mengairi lahan pertanian seluas 5 hektare. “Kita pakai dana desa totalnya kurang lebih Rp 350 juta dengan panjang pipa 400 meter. Misalnya, jarak yang ditempuh cuma sedikit, ya kurang dari itu dan dananya tidak sampai Rp350 juta. Untuk solar cell, kita dikasih garansi 2 tahun. Terus seperti yang sudah mereka pasang, dia (teknisi) memberikan kekuatan sampai 20 tahun,” imbuhnya.
Hari mengungkapkan, pompa air panel tenaga surya ini menurut tim teknisi dari Surabaya merupakan satu-satunya di Jawa Tengah. Petani di Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Grobogan, menurut Hari, berencana akan menirunya setelah melihat keberhasilan di Desa Krincing, Kecamatan Secang.
“Kami siap misal nantinya memberi pelatihan atau menularkan ini kepada daerah lainnya. Selain itu, kami berharap inovasi ini bisa menggugah pemerintah agar memberikan solusi mengatasi kekeringan lainnya secara permanen,” ungkapnya.
Terkait keamanan panel tenaga surya tersebut, Hari memastikan, ke depannya akan dibangun pagar di lokasi solar cell dan diberi semacam bangunan dengan tenaga pengawas. Tenaga pengawas ini, kata Hari, akan diberi tanah bengkok sebagai honor menjaga lokasi panel tenaga surya.
Salah satu petani, Mundakir, 50, warga Dusun Samirono, Desa Krincing mengaku sangat terbantu dengan adanya pompa air tenaga surya tersebut. Sebelumnya, menurut Mundakir, untuk mengairi sawahnya hanya mengandalkan saluran irigasi saja, dan saat kemarau air sangat kecil, serta tidak bisa dimanfaatkan.
“Ya lumayan dengan ini membantu. Air dari sungai bisa diangkat dan dialirkan ke saluran irigasi sini. Harapan dengan ini nanti bisa panen padi terus. Biasanya setahun hanya panen sekali, ini sepertinya bisa panen dua kali dalam setahun,” akunya. (*/aro)